Praktisi Neuroparenting, Owner Sekolah Nailufar

Riva Nerindra Bihara, M.Pd: Cetak Generasi Qur’ani Lewat Sekolah Berkonsep Inklusi

Bagikan:

MajalahInspiratif.com, Jakarta – Ganguan belajar berupa disleksia dan bipolar yang dialami putri sulung Riva Nerindra Bihara, mendorongnya membuka sekolah berkonsep inklusi, yang juga menampung anak-anak berkebutuhan khusus. Menerapkan kurikulum Tahfidz, Sekolah Nailufar yang dirintis sejak 12 tahun lalu ini, mampu menerapkan proses pembelajaran yang menyesuaikan kinerja otak anak didik dan mengutamakan pendidikan moral dan attitude. Tak heran bila kini, Sekolah Nailufar membantu Pemerintah mencetak generasi qur’ani berakhlak mulia.

Sejak dianugerahi putri pertama, Riva Nerindra Bihara, memutuskan untuk mendalami ilmu parenting, agar bisa memberikan pengasuhan secara optimal. “Buat saya, setinggi apa pun pendidikan seorang ibu ia harus bisa mendidik anak. Jika kita tidak dibekali dengan ilmu dan cara mendidik maka ketika anak menangis atau rewel kita akan bingung bahkan stress,” terangnya.

Ketertarikan Riva pada dunia pendidikan kian besar saat putri pertamanya mulai masuk sekolah dan Riva menjadi anggota komite di sekolah tersebut. Bersama para guru, ia sering mengikuti berbagai pelatihan kependidikan. Ditambah lagi, putri sulungnya divonis mengalami gangguan belajar berupa disleksia. Sehingga mendorongnya membuka sekolah khusus.

“Orang-orang yang memahami cara mengajar anak-anak disleksia tidak banyak, makanya saya putuskan membangun Sekolah Nailufar ini. Kami menganut konsep sekolah inklusi, yang pola pendidikannya tepat buat anak-anak disleksia seperti putri saya maupun anak-anak berkebutuhan khusus seperti autisme dan down syndrome. Karena saya juga mengalami disleksia, maka saya belajar langsung dengan dokter spesialis anak yang mendalami disleksia. Oleh sebab itu saya merasa berkewajiban menyampaikan ilmu dan pengalaman yang sudah saya dapatkan,” tekan Riva.

Diceritakan Riva, treatment untuk disleksia atau gangguan belajar lainnya itu butuh biaya yang cukup besar, sehingga menyulitkan mereka yang tidak mampu. “Alhamdulilah, di Nailufar semua guru sudah mengikut pelatihan disleksia, baik yang saya berikan langsung maupun yang mereka ikuti di luar, dengan biaya yang kami tanggung,” ungkap Sarjana Sastra yang mampu menyelesaikan study S1 hanya dalam waktu 2,5 tahun ini.

Bekal Akhirat. Sejak awal merintis Sekolah Nailufar, Riva fokus memberikan manfaat bagi banyak orang. Dengan kualitas pendidikan bermutu, biaya pendidikan yang dibebankan kepada orang tua murid bahkan relatif terjangkau. Riva bahkan tak segan memberikan potongan biaya atau beasiswa full kepada murid-murid berprestasi yang berasal dari keluarga kurang mampu.

“Untuk biaya operasional sekolah di-support bisnis madu kami yang Alhamdulillah berjalan lancar. Buat saya mengajar adalah bagian dari dakwah, cara saya mencari bekal akhirat, memberikan hidup yang baik dan layak,” ujar perempuan bersahaja yang hobi traveling ini.
Sekolah Nailufar yang berlokasi di Jl. Setu Indah, Cipayung ini, menerima siswa/siswi tingkat TK, SD, SMP hingga SMA, dengan kurikulum berbeda. “Untuk TK dan SD kurikulumnya disamakan, kami menginduk ke salah satu sekolah milik keluarga suami yang ada di kawasan Depok, Jawa Barat, berdasarkan izin dari Dinas setempat. Sedangkan untuk tingkat SMP dan SMA kita mengikuti PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Mengajar) Negeri, karena kita fokus pada kurikulum Tahfidz. Jadi mata pelajaran umum yang dipelajari hanya yang diujiankan saja.”

Bekali Guru dengan Metode Mengajar Tepat. Dijelaskan Riva, Sekolah Nailufar menggunakan metode belajar Beyond Center and Circle Time (BCCT), yakni metode yang digunakan untuk melatih perkembangan anak dengan menggunakan metode bermain yang didesain dalam bentuk sentra. Dunia bermain memang dunia yang penuh warna dan menyenangkan. Sehingga para pelaku permainan akan merasa terhibur dan senang dengan melakukannya.

“Metode ini diadopsi dari Amerika, saya pelajari itu dan saya membekalinya kepada para guru. Terutama mereka yang mengajar Tahfiz untuk anak-anak yang butuh teknik khusus agar anak-anak tidak trauma atau malah tidak mau lagi menghafal. Jadi harus dengan cara-cara yang menyenangkan,” papar Riva.

Para guru Sekolah Nailufar juga dibekali dengan teknik belajar sesuai kinerja otak anak, karena secara kinerja atau cara kerjanya berbeda dengan orang dewasa. Sehingga pembelajaran yang diberikan bisa tepat.

Menurut data yang dituangkan Riva, kecerdasan manusia di muka bumi ini dibagi beberapa tingkatan, 70% dengan kecerdasan rata-rata, dan 30% jenius. Sayangnya pendidikan di Indonesia lebih pro pada yang 30%, dan pada akhirnya yang 70% merasa tidak suka sekolah atau bahkan trauma dengan sekolah.

“Dengan guru mengetahui kinerja otak anak, maka pola pengajarannya lebih terarah. Misalnya anak-anak TK suka sekali bermain, bagaimana caranya mereka tetap bermain tapi bermanfaat untuk meningkatkan kecerdasan otak dan pengetahuan mereka. Untuk itu butuh pelatihan khusus bagi guru-guru dan saya mengajar mereka tiap pekan. Buat saya, sekolah tidak bisa menuntut para guru untuk memberikan pola didik yang tepat tanpa kita berikan pembekalan,” ujarnya.

Ditambahkan Riva, sebagian besar guru Sekolah Nailufar juga diberikan tes talent mapping Abah Rama, agar bisa diketahui apa keunggulan, minat dan bakat guru tersebut supaya bisa ditempatkan pada posisi yang tepat. Sehingga kinerja kerja mereka bisa lebih optimal.

“Jadi semua guru di Nailufar yang sudah mengajar selama 2 tahun, saya tes minat dan bakatnya, saya berikan juga pelatihan-pelatihan. Setelah 2 tahun dan mereka komit mengabdi di Nailufar, kita kirim pelatihan-pelatihan keguruan di luar Alhamdulillah, kebanyakan guru-guru Nailufar bertahan lama, ada yang sejak awal sekolah ini dirintis 12 tahun lalu, masih bergabung, karena kita menerapkan konsep cinta dan kekeluargaan,” katanya.

Selain para guru, sejak SMP murid-murid Sekolah Nailufar juga sudah dibekali tentang psikologi perkembangan anak dari nol bulan, mereka juga belajar psikologi pendidikan perkembangan dan psikologi diri sendiri. Sehingga setelah lulus nanti jika mereka berminat membuka sekolahan mereka sudah punya bekal. “Jadi anak-anak lepas dari Nailufar sudah dapat sertifikat mengajar,” tutur Riva.

Pembekalan Orangtua. Ilmu parenting juga dibagikan Riva kepada orang tua serta wali murid. Setidaknya satu bulan sekal ia memberikan pembekalan tersebut, agar mereka juga memahami cara mendidik anak di rumah, sehingga bisa bekerja sama dengan sekolah.

“Untuk tingkat TK dan SD, murid-muridnya PP (pulang-pergi) setiap hari, sedangkan SMP dan SMA sistemnya boarding. Jadi Senin-Jumat mereka di asrama, Sabtu-Minggu pulang. Karena menurut saya tetap harus ada sentuhan keluarga dalam kehidupan mereka. Oleh sebab itu, saya rutin menggelar parenting agar apa yang sudah kami ajarkan di sekolah diterapkan juga di rumah. Di sekolah anak-anak kami yang menjaga, kalau di rumah orang tua yang menjaga. Harus ada kerja sama orang tua,” tekan Riva.

Hargai Kinerja Guru. Sadar guru menjadi pencetak generasi bangsa, Riva sangat menghargai keringat mereka. Meski biaya pendidikan yang dibebankan kepada setiap anak didik tidak terlalu tinggi, bahkan cenderung ke arah sosial, namun semua guru Nailufar dihargai dengan gaji yang memadai.

“Kemudahan yang kami rasakan buat saya adalah jalan dari Allah SWT, yang kadang tidak bisa diprediksi. Di masa pandemi seperti sekarang, sebagian wali murid yang terdampak ada yang meminta keringanan biaya dari kita, padahal kita tetap harus membayar gaji guru, tidak ada pengurangan karyawan juga. Tetapi Allah SWT memampukan kita untuk menjalani operasional sekolah dan asrama. Karena sebagian dari keuntungan bisnis madu saya sisihkan untuk operasional dan pengembangan sekolah,” terangnya.

Utamakan Pendidikan Akhlaq. Menukil hadist Rasullah SAW yang diutus Allah SWT untuk menyempurnakan akhlaq, Riva juga mengutamakan pendidikan akhlaqul karimah bagi setiap murid Nailufar.

“Salah satu hal yang kami ajarkan kepada anak-anak adalah etika, karena Rasulullah ditugaskan untuk menyempurnakan akhlaq bukan mencerdaskan orang. Sebab cerdas itu gifted, tapi kalau akhlaq baik harus dibangun dan segala sesuatu ada caranya. Ketika masuk ke public area, anak-anak kita ajarkan, jadi guru cukup bersuara rendah anak-anak bisa tertib dan tidak merugikan orang lain. Dan keberadaan anak-anak ABK ternyata bermanfaat buat anak-anak lainnya, dengan adanya anak-anak ABK melatih empati kita. Kalau ada anak ABK yang mengamuk, teman mereka tidak marah tapi bicara dengan lembut namun tegas untuk mencegah anak ABK bertindak lebih jauh. Makanya ketika kami bawa anak-anak TK Nailufar moving class ke MRT, ketertiban kami sempat diunggah di Instagram MRT,” terang Riva, bangga.

Demikian juga ketika anak-anak melakukan kesalahan, maka para guru tidak akan bertanya kenapa, karena nanti mengajarkan mereka membuat alasan. Tetapi apa yang mau diperbaiki dari kesalahan itu.

“Ketika ada murid datang terlambat, kami meminta maaf sama teman-teman kelasnya, sebab sudah mengganggu jalannya proses belajar. Sekolah Nailufar tidak menggunakan istilah menghukum, tapi mendapatkan konsekuensi. Nanti setelah berdua saja dengan murid bersangkutan baru ditanya kenapa, ada apa. Supaya murid tidak segan untuk bercerita,” katanya.

Bantu Pemerintah. Sebagai pendidik, Riva mengakui tujuannya membangun sekolah adalah upayanya membantu Pemerintah dalam mencerdaskan bangsa dan membentuk generasi berakhlaq mulia yang cinta Al-Qur’an.

Untuk itu, secara tegas Riva melarang para guru maupun murid mencela Pemerintah. Ia berpendapat setiap orang memiliki kekurangan, dibanding menyalahkan lebih baik kita bantu Pemerintah membangun generasi.

“Sebagai pendidik, fokus saya mencerdaskan bangsa Indonesia sebagai kontribusi saya sebagai warga negara. Makanya menjaga kewibawaan Pemerintah itu adalah tugas kita, jadi siapapun yang terpilih buat saya baik dan harus dijaga dengan baik. Oleh sebab itu salah satu point yang tertera dalam perjanjian kerja di Sekolah Nailufar adalah guru dilarang mengikuti demonstrasi yang mengkritik Pemerintah. Intinya guru adalah guru, bergerak di dalam mencerdaskan bangsa jadi tugas guru itu mendidik. Apalagi Rasulullah tidak pernah mengajarkan kita untuk memberontak,” pungkasnya.

Bagikan:

Bagikan: