CCO (Chief Commercial Officer) LINE Indonesia

Trisnia Anchali Kardia: Ikut Berperan dalam Pengembangan Bisnis Digital di Indonesia

Bagikan:

MajalahInspiratif.com, Jakarta – Pemberdayaan perempuan menjadi salah satu kunci sukses kemajuan bangsa. Banyak perempuan Indonesia yang menorehkan prestasi dalam karier dan meraih sukses dengan kemandirian dan pengembangan potensinya. Salah satunya Trisnia Anchali Kardia yang memiliki karier cemerlang hingga menduduki jabatan sebagai CCO (Chief Commercial Officer) LINE Indonesia di usia yang masih terbilang muda.

Setiap orang pasti mendambakan jenjang karier yang cemerlang dalam pekerjaan, tak terkecuali Trisnia Anchali Kardia. Perempuan cantik ini sukses meraih jabatan sebagai Direksi di perusahaan papan atas platform komunikasi LINE Indonesia berkat kerja kerasnya sejak masih kuliah. Perempuan yang akrab disapa Anchali ini memutuskan untuk kerja magang sambil kuliah saat semester III mengingat kondisi keuangan orang tuanya saat itu terbatas.

“Pernah waktu itu saya tidak bisa pergi ke kampus karena tidak punya ongkos, akhirnya saya ikut kerja magang. Kebetulan memang saya kuliah malam, jadi pagi sampai sore bisa saya manfaatkan waktu untuk bekerja,” jelas lulusan S1 Komunikasi ini.
Perjalanan Karier. Keseriusan Anchali bekerja sambil kuliah mulai ia jalani dengan bergabung bersama SCTV yang mempekerjakannya dengan status Internship. Tidak berapa lama, ia ditawari salah seorang teman untuk bekerja di perusahaan advertising milik suaminya. Karena ingin mencari pengalaman baru, setahun kemudian ia hijrah ke beberapa media. Yakni Majalah Jakarta Globe sebagai Sales Executive dan majalah Now! Jakarta sebagai Sales Manager.

“Sebelum ke media saya sempat membantu pengembangan home schooling milik Kak Seto. “Rata-rata saya bekerja selama satu tahun di satu perusahaan dan paling banyak di media. Pertama kali saya belajar jadi Tele Sales itu di salah satu media agency,” kenangnya.
Dunia Digital. Setelah memiliki cukup banyak pengalaman kerja di dunia media, tahun 2010 Anchali mencoba tantangan baru di sebuah perusahaan digital berlabel Living Social. Saat itu belum banyak perusahaan digital yang berkembang di Indonesia namun ia memberanikan diri mengambil risiko dari pekerjaan barunya tersebut.

“Saya ingat sekali ketika gabung itu benar-benar hanya bertiga, saya sebagai karyawan pertama mengerjakan semua tugas bersama CEO dan COO,” ujar perempuan kelahiran Jakarta, 12 Juni ini.

Di Living Social, tantangan yang dihadapi Anchali cukup besar. Sebagai perusahaan global yang baru membuka office di Indonesia, Anchali adalah orang pertama yang berkontribusi besar dalam membangun tim. Anchali tertarik bergabung dengan perusahaan asal Amerika tersebut untuk memperluas pengalaman kerjanya. Ia pun terbilang berani mengambil risiko mengingat saat itu Living Social baru memulai debut mereka di Indonesia.

“Saat itu saya berpikir to try something new, kalau memang ini berjalan Alhamdulillah, artinya saya bisa menjadi pioneer digital di Indonesia, tapi kalau ini tidak berjalan saya akan kembali lagi ke dunia media,” kenangnya.

Namun dalam perkembangannya, ternyata Anchali mampu berkontribusi besar dalam kemajuan bisnis Living Social. Prestasi dalam karier yang diraih Anchali tak lepas dari tekadnya yang kuat untuk learning by doing. “Karena memang saat itu saya satu-satunya karyawan, belum ada divisi-divisi lain. Akhirnya semunya terpaksa dilakukan dan mau nggak mau harus belajar,” tambahnya.
Meski hanya bekerja selama 2 tahun, namun karier Anchali menanjak dengan cepat. Dari posisi Sales Manager selama 6 bulan, ia pun diangkat menjadi Head, dan 6 bulan kemudian diangkat sebagai Direktur.

Spesialisasi Membangun Divisi. Selanjutnya Anchali direkrut Telkomsel sebagai Profesional Hiring. Karena saat itu Telkomsel belum memiliki banyak talent yang advance di dunia digital, padahal mereka sedang membangun produk-produk digital. “Jadi Telkomsel membutuhkan orang dari luar yang bisa transfer knowledge ke karyawan-karyawan internal dan membangun bisnis digital mereka,” paparnya.

Selama dua tahun berkontribusi membangun bisnis digital di Telkomsel. Ia sempat berpindah-pindah divisi lima kali. “Ketika itu saya memang spesialis membangun departemen-departemen baru. Dari awal saya menangani divisi brand selama 4 bulan, lalu pindah ke Small Medium Enterprise (SME), kemudian menangani pekerjaan yang berkaitan dengan government, marketing sampai layanan baru LBA (Location Based Advertising) dan Daily Deal,” lanjut Anchali.

Anchali kemudian bergabung di Zomato selama tiga tahun. Di Zomato ia pun lebih banyak membangun tim. Selanjutnya ia bergabung ke LINE menempati posisi sebagai Head sekitar 8 bulan. “Saya kemudian di-promote sebagai Direktur dan bulan Juli 2021 lalu saya dipromosikan sebagai CCO sampai sekarang,” tandasnya.

Terapkan Co-Parenting untuk Perkembangan Buah Hati. Sebagai perempuan yang berkarier, Anchali juga menghadapi masalah dalam hal membagi waktu antara keluarga dan pekerjaan. Apalagi ia saat ini menjadi single parent bagi putri tunggalnya, Alisa Abhinaya, sehingga tantangannya lebih besar dalam hal membagi waktu. Namun, Anchali bersyukur mendapat dukungan besar dari orang tua yang berkenan menemani putrinya di rumah sewaktu ia bekerja.

“Pasti semua ibu ekspektasinya ingin menemani dan mengantar anak sekolah, menemani anak bikin PR, menurut saya itu tantangannya paling besar. Kita ingin karier sukses tapi juga ingin bisa 100% merawat anak. Apalagi bekerja di dunia digital atau startup hampir sama sekali tidak punya waktu. Bahkan saat hamil besar saya sering pulang kerja jam 12 malam karena padatnya pekerjaan,” papar Anchali yang hobi menyanyi, berkebun dan olahraga.

Meski sudah berpisah, hubungan Anchali dengan mantan suami juga masih sangat baik, bahkan keduanya menerapkan co-parenting demi tumbuh kembang anak. “Terkadang ketika saya tidak bisa menemani anak, saya menitipkan anak ke papanya, jadi hubungan kita masih sangat baik sehingga co-parenting juga berjalan dengan baik. Kembali lagi support system itu yang paling penting karena sebagai orang tua apalagi saya juga berkarier tidak bisa mengurus semuanya sendirian,” tambah Anchali.

Anchali berupaya agar putrinya tidak merasa sebagai anak broken home. “Jadi walaupun sebagai pasangan kita tidak berhasil mempertahankan rumah tangga, tapi kita sepakat anak tidak boleh merasakan hal-hal jelek dari keluarga broken home. Intinya kita berdua harus selalu ada dan support supaya anak tetap merasakan kasih sayang kedua orang tua dan tidak merasakan kekurangan,” paparnya.

Anchali juga memberikan motivasi kepada putrinya untuk belajar dengan baik dan menanamkan kedisiplinan sehingga bisa lebih cepat menyelesaikan satu pekerjaan. “Pernah anak bilang kalau sudah besar mau jadi seperti Mama. Mungkin karena saya suka mengajak anak ke kantor lalu bermain bersama tim saya. Anak jadi memperoleh pengalaman baru dan merasa amazed melihat Mamanya sedang mengarahkan tim atau saat Mamanya sedang diwawancara majalah, koran atau TV, “ tambahnya.

Anchali bersyukur putrinya sudah memperoleh dasar-dasar pendidikan moral sejak umur 3 tahun saat mulai belajar di HighScope, misalnya tidak boleh memotong antrian atau membuang sampah harus di tempat sampah. Ia juga menanamkan pendidikan agama kepada anak sejak dini. “Kebetulan saya sejak kecil sudah dibiasakan menunaikan sholat dan mengaji,” ujarnya.

Lebih Dekat dengan Keluarga Selama Pandemi. Di masa pandemi, Anchali lebih leluasa membagi waktu karena LINE menerapkan 100% work from home. Sebagai perusahaan digital, aktivitas pekerjaan bisa dilakukan secara online. “Saat ini saya bersyukur selama WFH jadi punya banyak waktu untuk anak, bisa sambil menemani anak sekolah online, menemani anak bikin PR walaupun mungkin tidak 100%,” jelasnya.

Sebelum pandemi, sebelum berangkat ke kantor, Anchali berusaha membangun kedekatan dengan putrinya dengan mengantarkannya ke sekolah. “Meskipun hanya sebentar, tapi quality time yang cukup berarti buat saya dan anak. Malam hari pulang dari kantor sebisa mungkin saya menemani dia membuat PR, dan saat weekend waktunya benar-benar untuk menemani dia main. Sebelum pandemi kita sering ke mall tapi sering juga ke tempat wisata alam karena kita suka adventure. Apalagi anak saya suka sekali dengan binatang jadi sering ke Taman Safari, Ragunan, Jakarta Aquarium dan lainnya,” ujar Anchali.

Kiprah Perempuan di Dunia Kerja. Sebagai wanita karier, Anchali berusaha untuk terus menggali potensi diri dan mengembangkannya. Ia menilai perempuan yang terjun di dunia kerja memiliki keunggulan dibanding laki-laki terutama dalam hal simpati dan empatinya yang cukup besar.

“Khususnya perempuan yang memimpin di suatu perusahaan atau punya perusahaan sendiri pasti memiliki SDM sebagai aset perusahaan. Jika pimpinannya perempuan bisa merasakan kalau misalnya ada satu karyawan sedang menghadapi masalah atau saat ada member yang mood-nya kurang baik. Dan terkadang simpati dan empati itu yang tidak dipunyai pemimpin laki-laki, mereka biasanya cenderung lebih cuek,” ujar Anchali.

Untuk itu, di kantor Anchali biasa menggelar sesi one on one minimal 3 bulan sekali untuk berdiskusi bukan hanya sekadar pekerjaan, tapi lebih ke arah personal. Menurut Anchali, karyawan yang merasa nyaman dengan pekerjaanya pasti akan totalitas dalam bekerja sehingga mampu mengeluarkan output yang baik.

Dalam tim yang dipimpinnya, Anchali juga menyeimbangkan antara jumlah karyawan perempuan dan laki-laki. Ia juga selalu mengikuti trend aplikasi digital yang tengah berkembang Karena sebagian besar user LINE adalah generasi Gen-Z. “Kadang-kadang ada aplikasi baru yang justru aku tahu dan belajar cara pakainya dari anak yang saat ini berusia 10 tahun,” ujarnya tersenyum.

Anchali pun berpesan bagi perempuan-perempuan Indonesia untuk terus beradaptasi mengikuti keadaan dan tidak boleh menyerah, terus belajar karena belajar itu tidak pernah mungkin berhenti dan berusaha untuk fleksibel karena terkadang kita dihadapkan pada situasi yang membuat kita merasa tidak nyaman.

“Bagaimanapun kita tidak bisa hidup sendiri, jadi walaupun situasi yang dihadapi tidak membuat kita nyaman, kita harus berusaha untuk menjalani dengan enjoy. Kesusahan hidup sepatutnya menjadi motivasi bagi diri kita supaya lebih baik,” tuturnya bijak.

Percaya Kekuatan Mimpi dan Doa. Kesuksesan Anchali dalam berkarier tak lepas dari kerja kerasnya selama ini. Ia termotivasi untuk memiliki kehidupan yang lebih baik karena pernah merasakan kondisi hidup prihatin saat remaja. Salah satunya ketika ia tinggal bertiga bersama Mama dan adiknya di rumah kontrakan.

“Kami sempat mengontrak rumah petak dan kerap pindah kontrakan. Pernah suatu hari Mama saya sakit karena mungkin keadaan kontrakan yang kurang bersih. Saat itu saya janji ke Mama akan beli rumah yang layak untuk beliau. Alhamdulillah, saya bisa mewujudkannya. Rasanya ada kebanggaan mendalam, bersyukur banget,” terang Anchali mengenang.

Di masa sulit itu, Anchali juga merasakan banyak orang yang melihat sebelah mata, termasuk dari keluarga besarnya. “Itulah yang memotivasi saya, saya nggak mau keluarga dipandang sebelah mata. Begitu pun sekarang ini saya tidak mau anak sampai hidup susah. Saya pernah merasakan sedihnya saat mau berangkat sekolah tidak punya ongkos. Saya tidak ingin anak merasakan hal itu,” tambahnya.
Berkat kesuksesan kariernya, di usia 23 tahun Anchali bisa mewujudkan keinginannya membeli rumah. Tak hanya itu, ia juga mampu mewujudkan mimpi masa kecilnya untuk bisa membeli mobil BMW di usianya 30 tahun. Bagi Anchali, terwujudnya impian membeli mobil mewah adalah salah satu achievement atas kerja kerasnya selama ini.

“Sejak saat itu saya percaya banget kalau kita punya mimpi harus ada tekad dan niat. Saya pernah bilang setelah punya mobil saya ingin sekali punya rumah yang tanahnya luas supaya bisa bikin kolam renang. Alhamdulillah tahun 2020 tercapai,” ungkapnya bersyukur.
Anchali juga bersyukur impiannya berada di posisi C level sebelum umur 40 tahun terwujud pada Juli 2021 lalu. Ia pun diangkat menjadi CCO di LINE Indonesia. “Jadi tidak ada yang tidak mungkin, saya bisa mewujudkan mimpi punya rumah yang agak besar dan menjadi C level hanya berjarak setahun. Itulah kekuatan mimpi,” tambahnya. Ke depan, Anchali masih memiliki peluang besar untuk pengembangan kariernya mengingat saat ini levelnya CCO dan bisa naik ke level berikutnya.

Kontribusi untuk Sesama. Di luar mimpi-mimpinya, Anchali merasa apa yang dimiliki sekarang sudah lebih dari cukup. Mimpinya saat ini lebih ke arah kontribusi seperti mengajar anak jalanan dengan membangun yayasan atau mendirikan masjid. “Mungkin pengalaman sewaktu saya bekerja di home schooling Kak Seto, saya suka mengajar anak-anak jalanan. Saya juga beberapa kali diundang untuk menjadi guest lecturer di beberapa universitas,” jelas Anchali.

Dari pencapaian suksesnya, Anchali juga menyisihkan pendapatannya untuk berbagi seperti memberikan sumbangan ke beberapa masjid, rumah yatim piatu atau rumah zakat setiap bulan. “Dari rezeki kita mungkin ada rezeki orang lain yang dilewatkan pada diri kita. Makanya saya mengharuskan berbagi dan lebih mengutamakan ke keluarga yang dekat karena memang ada beberapa keluarga yang mungkin tidak seberuntung kita,” jelasnya.

Hobi Baru Saat Pandemi. Selama pandemi, Anchali memiliki waktu luang lebih banyak. Ia pun menyalurkannya dengan berkebun dan olahraga sepeda, jalan kaki atau renang. Ia juga mengoleksi tanaman hias.

“Beberapa tanaman hias itu saya perbanyak, jadi ada yang saya jual dengan harga ekonomis. Banyak follower di IG saya yang sudah hafal banget kalau saya jualan tanaman itu harganya di bawah harga pasaran. Sebenarnya saya niat berkebun untuk have fun, bukan mencari untung. Jadi kalau ada yang ingin beli tanaman hias dengan harga di bawah pasaran biasanya suka tanya ke saya,” ungkap Anchali yang kerap menjadi mentor dan pembicara pada seminar-seminar digital ini.

Bagikan:

Bagikan: