MajalahInspiratif.com, Jakarta – Sebagai notaris senior, Otty Hari Chandra Ubayani, bukan hanya memiliki segudang pengalaman kenotariatan tapi juga aktif di sejumlah organisasi. Perempuan yang akrab disapa Otty ini juga tengah bersiap menjadi satu-satunya perempuan pada pencalonan Ketua Umum Ikatan Notaris Indonesia (INI) 2023. Ia pun memiliki satu misi, yakni mengangkat martabat notaris perempuan, agar tak mudah dipandang sebelah mata.
Passion dan kecintaan Otty pada profesi sebagai seorang Notaris, ditunjukkan dengan komitmen yang tinggi pada pilihan kariernya tersebut. Berbagai pencapaian dan prestasi diraihnya. Meskipun masih ada kendala, terutama dari segi payung hukum, ia tetap professional menjalankan tugasnya sebagai notaris.
Sebelum meniti karier di dunia notaris, Otty pernah mengenyam pengalaman bekerja di dunia perbankan. Namun, panggilan jiwanya sebagai pejabat publik, membuat ia memilih menekuni profesi sebagai Notaris/PPAT. Tak hanya itu, ibu dari dua anak ini tercatat juga sebagai Notaris Pasar Modal dan Notaris Syariah.
Perempuan Tunggal. Selain Notaris, Otty juga dikenal sebagai sosok desainer OH Bautique, pemerhati budaya, serta penggiat sosial. Hingga saat ini, Otty juga terlibat di banyak organisasi non profit. Mulai dari Sekretaris Umum Pengurus Pusat Ikatan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PP IPPAT), hingga Wakil Ketua Umum Pokdar Kamtibnas Bhayangkara Nasional.
Ia juga menjabat sebagai Ketua Umum Ikatan Alumni Kenotariatan (IKANOT) Undip sampai sekarang. Saat ini Otty masih menjadi Ketua Umum Alumni Universitas Pancasila Angkatan 83, dan Ketua Umum Koperasi Tiga Delapan (Koptela 383).
Pada pencalonan Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Notaris Indonesia (PP INI) 2023 mendatang, Otty menjadi satu-satunya calon tunggal yang mewakili notaris perempuan. Ia akan bersaing dengan empat calon lain yang semuanya adalah laki-laki. Yakni Julius Purnawan, Ruli Iskandar, Tri Firdaus Akbarsyah, dan Irfan Ardiansyah.
Keberanian Otty maju sebagai Caketum INI, menuai apresiasi dari banyak pihak. Apalagi secara statistik, anggota INI mayoritas perempuan. Hal ini merupakan bukti bahwa kemampuan kaum perempuan tidak boleh dipandang sebelah mata. “Ini kan persaingan terbuka. Jadi, mau kita adu visi-misi. Bukan malah mengedepankan kecurangan-kecurangan hanya supaya bisa duduk sebagai INI-1,” tutur Otty.
Otty menjabarkan, salah satu keunggulan kaum perempuan adalah dari sisi administrasi yang lebih rapi, punya rasa empati dan kepekaan terhadap anggota serta lebih mumpuni dalam melakukan lobi-lobi. “Tapi ada juga kelemahan kaum perempuan bila menjabat. Yakni, sering dimanfaatkan orang-orang di sekitarnya,” tuturnya lugas.
Ditambahkannya, dalam menjalankan organisasi harus dijauhkan dari sikap otoriter dan mau menang sendiri. “Kita harus mau mendengar keluhan dan masukan dari anggota, sekecil apapun. Karena itu menjadi pertimbangan berharga saat kita membuat keputusan,” ungkap Otty.
Otty mengaku dirinya tidak suka dengan hal-hal yang bersifat otoriter dan arogan. Sebab, ketika seseorang bersikap otoriter, maka ia hanya akan memperjuangkan kepentingan diri dan kelompoknya saja. Sedangkan pihak lain akan diabaikan.
“Seorang Ketum adalah pihak yang paling bertanggung jawab, terutama yang menyangkut hukum, keuangan, dan kebijakan. Saya juga tidak mau dimanfaatkan oleh orang-orang yang mempunyai kepentingan pribadi di organisasi,” ketusnya
Terus Belajar. Bagi Otty, keikutsertaannya dalam banyak organisasi bukan tanpa alasan. Selain memperluas link dan wawasan, ia juga menjadikan organisasi yang diikuti sebagai wadah untuk terus belajar. “Misalnya dalam organisasi PP IPPAT, saya banyak belajar dari Ketum bagaimana mengelola organisasi yang besar dan cukup crowded. Pengalaman mengelola IPPAT tentu akan semakin saya paripurnakan bila memimpin INI,” ujar Otty.
Perempuan berusia kepala lima ini bahkan tak segan mempelajari hal-hal baru, salah satunya cara mengaplikasikan cyber notary (notaris digital) diyakini menjadi keniscayaan dalam mendukung kinerja para notaris di era digital seperti sekarang ini. “Perkembangan teknologi masa sekarang harus juga dimanfaatkan oleh para notaris. Salah satunya dengan mendorong terciptanya Cyber Notary,” ungkap Otty.
Menurutnya, para notaris harus bisa beradaptasi dengan kemajuan teknologi untuk mendukung profesinya sebagai pejabat umum. “Ke depan teknologi akan semakin maju. Jangan sampai nanti kita ketinggalan dan tergerus oleh teknologi itu sendiri,” serunya.
Dalam proses pemilihan Ketum Pengurus Pusat (PP) INI dan DKP INI, Otty juga mengusulkan sistem e-voting secara nasional, dengan terlebih dahulu menyempurnakan AD INI. Dengan begitu, maka nantinya seluruh notaris di Indonesia bisa ikut memilih. “Jangan memilih Ketum PP INI hanya bermodalkan tenda semata dan bikin sengsara anggota karena harus antri berjam-jam sebelum ke bilik-bilik pemilihan,” tegas Otty.
Namun, agar e-voting tetap berlangsung jujur dan adil, maka harus mengikutsertakan tim IT dari masing-masing calon Ketua Umum dari awal hingga akhir perhitungan. Sehingga data-data yang masuk bisa diamankan. “Jangan dimonopoli oleh pihak-pihak tertentu. Kalau mau jadi organisasi yang baik dan bermartabat, segala bentuk kekeliruan dan kemungkinan terjadinya kecurangan harus diminimalisir. Para notaris juga harus kritis dan cermat, sehingga organisasi bisa berjalan smooth,” tekan Otty yang memiliki pengalaman buruk saat kongres INI di Makassar, tiga tahun lalu.
Masukan untuk Pemerintah. Seakan terpanggil untuk memperjuangkan masa depan para notaris, Otty memberi masukan kepada Pemerintah untuk menyempurnakan UU No. 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang jabatan notaris. Utamanya tentang perlindungan yang lebih konkrit berkaitan akta-akta yang dibuat notaris dan notarisnya telah meninggal dunia serta yang telah menjadi werdha. Juga terkait formasi notaris dan perlunya Permenkum HAM tentang pembinaan dan pengawasan organisasi INI oleh Kemenkum HAM dan lainnya.
Hal lain yang juga perlu mendapat perhatian terkait pentingnya para pengurus wilayah dan daerah memiliki kantor sekretariat yang menjadi aset dari perkumpulan. “Baik Pengwil maupun Pengda harus memiliki kantor sekretariat sendiri. Dengan begitu, maka akan memudahkan anggota untuk mengurus segala sesuatu yang berkaitan dengan profesinya,” imbuh Otty.
Ditambahkan Otty, secara internal juga perlu dilakukan penyempurnaan AD/ART, kode etik notaris dan peraturan perkumpulan, utamanya terkait pengelolaan organisasi, uang duka dan tanda kasih bagi wredha notaris. “Kita tidak hanya mengurus profesi tapi juga bisa memberi perhatian kepada notaris yang mengalami kedukaan serta para notaris yang sudah sepuh,” tukas Otty.
Penguatan sinergitas secara eksternal harus dilakukan, baik dengan Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian ATR/BPN, Kementerian Pendidikan Tinggi, Kepolisian dan lainnya sehingga bisa menghasilkan notaris yang berkualitas, berintegritas, dan berkontribusi nyata terhadap bangsa dan negara. Perlindungan terhadap anggota menjadi fokus lain bagi PP INI, selain membuat transparansi keuangan perkumpulan dengan menggunakan jasa akuntan publik yang kredibel. Juga menjalin komunikasi yang baik antara PP dengan pengurus-pengurus di wilayah dan daerah.
Otty berkeyakinan, bila hal tersebut dijalankan, maka harkat dan martabat notaris di Republik ini akan semakin baik. “Tantangan para notaris ke depan sangat besar. Karena itu, tanpa melakukan reformasi di internal dan penguatan eksternal, maka sulit bagi notaris untuk bisa berkembang dan lebih baik lagi,” tegasnya.
Segudang Prestasi. Walaupun persaingan dalam bidang kenotariatan cukup tinggi, namun Otty tak khawatir dengan munculnya notaris-notaris baru. “Notaris itu kepercayaan. Meski banyak notaris baru, biasanya client lama malas berpindah karena harus jelaskan dari awal lagi. Kita menang karena sudah start awal,” tutur perempuan yang berencana pensiun sebagai notaris di usia 67 tahun ini.
Berkat tangan dingin dan keaktifannya di sejumlah organisasi dan bidang, Otty kerap menerima berbagai penghargaan. Setelah sebelumnya dianugerahi Best Professional Moslem of The Year dari Indonesian Moslem Awards, 2006 dan penghargaan Fashion Show Pameran Kriyanusa Dewan Kerajinan Nasional Indonesia, September 2019 lalu, ia juga menerima pengakuan prestisius berupa Fakultas Hukum Award dari Civitas Akademika Fakultas Hukum Universitas Diponegoro dalam rangka Lustrum ke-12 di Auditorium Undip, Pleburan, Semarang.
Penghargaan tersebut diberikan atas pencapaian karier nasional dan atau internasional yang telah diraih Otty. Serta kontribusinya untuk bangsa dan negara. Selain menerima penghargaan, ia juga hadir sebagai pembicara yang membawakan topik mengenai program pemerintah dalam kenotariatan dan praktek kerja notaris. Laili
Perempuan Tangguh Berhati Malaikat
Ketangguhan Otty menghadapai ujian kehidupan adalah buah dari tempaan hidup yang telah sukses ia lalui. Sejak kecil, ia yang terlahir dari keluarga tentara, senantiasa mendapat didikan keras dan disiplin tinggi, terutama dari Sang Ayah yang berpangkat Jenderal. Didikan itulah yang pada akhirnya membuat Otty menjadi seorang pekerja keras yang ulet dan sukses dalam karier dan bisnis.
“Perjalanan karier saya tidak ada yang instan. Meskipun anak perempuan, tapi sejak kecil Ayah mendidik saya cukup keras. Bukan karena tak sayang, tapi beliau ingin saya tumbuh menjadi pribadi yang kuat dan mandiri. Walau kita mempunyai banyak asisten, tapi semua harus dilakukan sendiri, tidak boleh bergantung pada siapapun.”
Namun, di balik ketangguhan dan kemandiriannya, Otty dikenal sebagai sosok berhati malaikat. Ia tak segan mengulurkan tangan membantu sesama. “Saya ini nggak bisa lihat orang kesusahan, makanya meski semua kebutuhan saya dan keluarga sudah dipenuhi suami tapi saya perlu kerja agar bisa banyak membantu orang hingga ke pelosok daerah.”
Rasa peka dan sensitivitas Otty terhadap orang sulit tidaklah datang secara tiba-tiba. Di masa kanak-kanak hingga dewasa, ia kerap mengikuti ajudan Sang Ayah melakukan kegiatan sosial. Tradisi ini pula yang tetap ia pertahankan hingga saat ini. “Orang-orang dekat saya bilang, Ibu bisa selamat dari orang-orang jahat dan kejadian yang nggak mengenakkan, dan mendapat perlindungan Tuhan. Boleh percaya boleh tidak, kalau saya ke luar negeri selalu ada yang kasih makan gratis seperti di restoran super mahal di Dubai dan lainnya. Aneh tapi nyata ya,” tutur ibu asuh bagi puluhan anak-anak yatim piatu ini.