MajalahInspiratif.com, Jakarta – Bagi seorang Mery Girsang, generasi emas tidak cukup hanya dibekali dengan pendidikan terbaik. Mereka juga membutuhkan sosok ibu dengan value tinggi. Yakni ibu yang baik, berpendidikan dan bahagia. Oleh sebab itu, selain terus belajar dan berkarya, ia juga masih meluangkan waktu untuk hangout demi me-refresh pikiran. Sehingga kembali ke rumah dalam keadaan bahagia.
Ibu yang baik, pintar dan bahagia, adalah modal dasar untuk mendidik anak-anak. Karena sejatinya pendidikan tinggi saja tidak cukup untuk menciptakan generasi muda yang mandiri dan tangguh.
“Seorang ibu patutnya memberikan value untuk anak-anak. Berikan mereka pendidikan yang tinggi, bila perlu dukung mereka bisa bersekolah hingga ke luar negeri. Tanamkan juga nilai-nilai agama yang kuat agar mereka senantiasa mensyukuri pemberian tuhan. Seorang ibu juga harus bermanfaat dan memerhatikan kepentingan orang lain. Ibu adalah pondasi awal anak-anak. Jika ibu berperilaku kurang baik, maka akan sulit menciptakan generasi muda berintegritas,” tutur sosok Lawyer yang akrab disapa Mery ini.
Belajar Tangguh dari Sang Mama. Lahir dan dibesarkan oleh seorang ibu yang tangguh, membentuk Mery menjadi pribadi berpendirian kuat. Berbagai pembelajaran hidup juga ditanamkan sang mama sejak Mery kecil.
“Pada dasarnya mama saya termasuk perempuan tangguh. Dari mama, kami belajar bahwa perempuan harus multi talenta. Bisa mengurus suami dan anak-anak, mampu mengerjakan pekerjaan rumah, mahir mencari uang tambahan, bahkan sanggup bermanfaat bagi masyarakat. Karena selain menjadi ibu rumah tangga, beliau juga bekerja sebagai kepala sekolah dan ketua PKK di lingkungan rumah kami,” tutur Mery, berkisah.
Terhitung sejak duduk di bangku kelas 5-6 SD, selain dilibatkan dalam urusan kerumahtanggan, Mery dan kakak-adiknya yang lain juga diajarkan beragam keterampilan, seperti berkebun, menyulam dan menjahit. “Karena harus menghidupi 8 orang anak, orangtua kami tidak mempunyai budget besar untuk membeli pakaian baru, makanya mama memilih menjahit sendiri baju-baju kami supaya lebih hemat,” tambahnya.
Dikatakan Mery, selain urusan domestik di rumah mama-papanya juga sangat keras untuk urusan pendidikan. Baik pendidikan umum, moral maupun agama. “Dulu kami tidak diperbolehkan nonton tv kecuali program berita. Jam 7 malam harus stay di kamar untuk belajar karena papa mengharuskan kami mendapat rangking 1, makanya harus giat belajar. Hari minggu wajib ke gereja dan sepulang sekolah tidak dibolehkan main atau mengajak teman main di rumah. Karena mama-papa tidak mau kami terpengaruh kerasnya lingkungan sekitar. Namun, kami dizinkan mengikuti les ataupun kegiatan ekstra kulikuler di sekolah. Papa juga menyediakan buku-buku bacaan hingga kaset lagu-lagu barat untuk hiburan kami di rumah, yang secara tidak langsung melatih kami untuk terbiasa dengan bahasa asing,” terang perempuan berambut pirang ini.
Ambil yang Baik, Tinggalkan yang Buruk. Meski banyak hal baik yang diajarkan sang mama, Mery menilai beliau terlalu tunduk pada budaya patriarki. Sebuah kebiasaan turun temurun yang bahkan bertahan hingga saat ini. “Sebagai wanita modern, saya kurang setuju dengan budaya tersebut. Oleh sebab itu ketika menikah saya memilih suami dari culture berbeda. Karena bagi saya, rumah tangga akan berjalan seimbang dan harmonis jika antara suami-istri selalu ada kerja sama. Jadi, apa yang baik saya ambil, sedangkan yang sebaliknya saya tinggalkan,” tekan perempuan kelahiran Pemantang Siantar, 11 Mei ini.
Untuk hal-hal baik Mery juga menerapkan kepada anak dan keponakan-keponakannya. Terutama soal kedisiplinan, keberanian untuk tampil di muka umum dan ketaatan dalam beragama. “Mama juga mengajarkan kami untuk selalu berpikiran positif dan fokus dengan pendidikan. Kami memang tidak diizinkan menjalin hubungan special dengan seseorang sebelum lulus kuliah,” tambahnya.
Kerasnya didikan orangtua memang menjadikan mental Mery semakin tangguh. Kegigihannya dalam meraih sukses juga semakin kuat. Namun, Mery mengaku ketangguhan tersebut sering kali melahirkan perasaan ambisius dan sulit berpuas diri. Sehingga apa yang ia miliki saat ini seakan tidak pernah cukup.
“Saking independent-nya, saya seperti kehilangan sisi feminim saya. Sering kesulitan untuk bermanja-manja dengan suami dan tidak berani mengungkapkan kesusahan diri, itulah efek negatif dari kerasnya didikan orangtua. Oleh sebab itu, kepada anak-anak dan keponakan saya bolehkan mereka bergaul dan berpacaran, tapi tetap tahu batasan dan tidak lupakan urusan sekolah dan selalu rajin belajar,” tegas Mery.
All for One, One for All. Seperti kebanyakan orang, Mery sangat menginginkan kehidupan harmonis sepanjang waktu. ia pun meyakini jika kebersamaan dan kekompakan keluarga menjadi salah satu syarat harmonisnya sebuah keluarga. “Dahulu, papa saya selalu mengingatkan kami untuk selalu rukun antar saudara, beliau berprinsip bahwasanya all for one, one for all. Sebuah prinsip yang juga saya gaungkan di rumah. Ketika ada acara, semua anggota keluarga harus terlibat dalam persiapan dan penyelenggaraannya, mulai dari hal kecil hingga besar. Anak-anak dan keponakan juga harus ikut membantu meskipun ada assisten rumah tangga di rumah. Pada akhirnya hal ini melahirkan kebersamaan dan kekompakan,” papar Mery.
Selain mengajaran arti kebersamaan, anak-anak dan keponakan Mery juga mendapatkan pendidikan moral sejak dini. Mereka bahkan kerap diajak mengunjungi panti asuhan untuk mengasah jiwa sosial mereka. “Kami ajarkan anak-anak untuk perhatian dengan orang-orang sekitar. Di sekolah, ketika melihat temannya tidak jajan atau tidak membawa bekal, kami ajarkan mereka berbagi. Kami juga mengingatkan mereka untuk tidak mengandalkan materi orangtua, harus berusaha sendiri. Sehingga mental mereka kuat dan tidak menjadi generasi strawberry,” ujarnya.
Berdaya untuk Banyak Orang. Selain sebagai Advokat – Managing Director MARY GIRSANG & ASSOCIATES, Mery juga menjabat sebagai CEO PT ASIAREP, yakni usaha yang bergerak di bidang auto electrical untuk alat-alat berat di pertambangan dan telah merekut banyak tenaga kerja di seluruh Indonesia. Ia juga aktif memimpin berbagai perusahaan International yang ada di Indonesia seperti PT Resource Equipment Indonesia dan PT Byrnecut Indonesia.
Dari bisnis-bisnis yang dijalani, ia berharap bisa terus menebar manfaat bagi keluarga, masyarakat dan negara. “Selagi saya masih bisa berkarir, saya akan terus berkarir dengan tujuan bermanfaat untuk orang lain. Puji Tuhan, baik sebagai advokat maupun pengusaha, saya bisa memberdayakan banyak orang di berbagai daerah seperti Sumatera, Sumbawa, Kalimantan bahkan hingga Afrika. Lewat bisnis-bisnis ini, saya berupaya menanamkan pikiran posistif kepada orang-orang yang terlibat dalam perusahaan, bahwasanya dia bermanfaat, mandiri, kreatif dan bahagia. Sebab jika mereka tidak bahagia maka semua akan percuma. Kita harus membuat diri kita bahasia agar kita mampu membuat orang-orang di sekitar kita ikut bahagia,” bijaknya.
Mery juga berpesan kepada kaum ibu di seluruh Indonesia untuk menjadi perempuan-perempuan bahagia. “Jadilah perempuan yang bahagia dengan diri kita, dengan semua yang kita lakukan. Jangan segan untuk mengembangkan dan memberdayakan diri kita dengan mempelajari hal-hal baru dan melakukan hal-hal yang bermanfaat bagi masyarakat luas. Sehingga anak-anak memiliki role model yang baik dari ibu-ibu yang memiliki value tinggi,” tutup istri dari John Federoff ini.