MajalahInspiratif.com, Jakarta – Getirnya kehidupan masa kecil yang dirasakan Farichah Hanim, ini seakan menjadi cambuk yang memecut semangatnya untuk berjuang mengubah nasib. Pengalaman ketika bisnis fashion yang dibangun mengalami kebangkrutan juga tak menyurutkan semangatnya untuk terus bekerja keras. Action bertubi-tubi, tanpa tapi dan nanti, jadi prinsip hidup yang kini mampu membawanya ke puncak kesuksesan.
Sebagian orang beruntung lahir dari keluarga yang kaya. Namun, sebagian lagi lebih beruntung karena diberi hati dan tulang yang kuat untuk berusaha sendiri. Kalimat bijak tersebut seakan menggambarkan ketangguhan seorang Farichah Hanim, ketika berjuang membangun bisnis demi mengubah nasib dan mengangkat derajat keluarga.
Di masa kecil, ia yang lahir dan tumbuh dari keluarga pra sejahtera bukan hanya merasakan pilunya hidup dalam perekonomian yang serba kekurangan, tapi juga bullying masyarakat akibat perbedaan strata sosial.
“Ketika saya berusia 2 tahun, ayah wafat dan meninggalkan istri serta 5 orang anak yang masih kecil-kecil. Sebagai tulang punggung, ibu berusaha bekerja apa saja supaya bisa menafkahi kami. Tapi karena pendapatan yang tidak seberapa, maka saat saya berusia 9 tahun, ibu memutuskan untuk bekerja di Malaysia. Beliau terpaksa meninggalkan kami 5 orang bersaudara tanpa sanak family, demi mendapatkan upah yang lebih layak,” kenang perempuan yang akrab disapa Bunda Hanim ini.
Semasa itulah, Bunda Hanim kerap di-bully tetangga yang mengatakan jika sang ibu telah menikah lagi dengan warga negara Malaysia, atau pun teman sekelas yang mengolok logat bicara sang ibu ketika berkesempatan mendampingi Bunda Hanim mengambil raport.
“Ada perasaan marah dan kecewa pada ibu ketika itu. Tetapi, setelah saya menikah dan mengajak suami bertandang ke rumah majikan ibu di Malaysia yang ternyata cukup luas, saya justru merasa bersalah. Karena tugas ibu sebagai assisten rumah tangga nyatanya sangat banyak dan pasti melelehkan. Tapi beliau tidak pernah mengeluh, hasil jerih payah yang beliau dapat setiap bulan setelah dikirimkan untuk kami, ia tabung dan digunakan untuk membangun rumah kami sedikit demi sedikit. Agar rumah kami lebih layak untuk dihuni,” tuturnya dengan mata berkaca-kaca.
Dari Pasar ke Pasar. Setelah mengantongi gelar sarjana pendidikan dan menikah, kehidupan ekonomi keluarga Bunda Hanim sebenarnya sudah jauh lebih baik. Namun, ia tak ingin anak keturunannya kelak mengalami pahitnya kehidupan yang pernah ia rasakan di masa kecil.
Oleh sebab itu, ketika lamaran sebagai guru Bahasa Inggris yang ia kirim ke sejumlah sekolah tak kunjung diterima, ia memutuskan untuk mengikuti jejak salah seorang kakaknya yang telah sukses menjadi pengusaha fashion.
“Awalnya saya menawarkan diri menjadi Sales produk fashion kakak saya. Namun, beliau justru mendorong saya untuk memproduksi sendiri bahkan bersedia membantu mendistribusikannya. Beberapa tahun kemudian, beliau menilai saya sudah cukup mandiri dan disarankan untuk membuat brand sendiri. Akhirnya di bulan September 2007, lahirlah brand Ar Rafi, diambil dari nama putra sulung saya, M. Abhy Ar Rafi. Nama Ar Rafi artinya meningkatkan derajat, karena saya berharap bisnis ini mampu meningkatkan derajat saya maupun orang-orang yang bergabung bersama kami,” terangnya.
Produk pertama yang dirancang Ar Rafi adalah hijab yang dipasarkan secara door to door ke toko-toko fashion di dalam pasar hingga butik, dengan sistem grosir dan pembayaran secara konsinyasi. Penjualan offline tersebut dijajaki Bunda Hanim hingga ke beberapa daerah, seperti Solo, Semarang, Jogja dan Surabaya.
Jatuh Bangun. Diceritakan Bunda Hanim, semula pemasaran offline cukup bagus dan pembayaran dari para mitra bisnis juga terbilang lancar. Sehingga ia belum fokus menapaki penjualan online. Apalagi ketika itu ia juga belum menguasai digital marketing. “Sebenarnya di tahun 2010, saya sudah mulai memasarkan Ar Rafi secara online, tapi hanya via Facebook, itu pun hanya sampingan dan dengan foto seadanya,” tambah Bunda Hanim.
Seiring waktu, masalah mulai bermunculan. Selain persaingan harga yang tak lagi sehat, para mitra bisnis juga tidak melakukan pembayaran sesuai kesepakatan. Sehingga pendapatan yang semestinya bisa diputar kembali sebagai modal, justru tertahan. “Sampai sekarang banyak mitra bisnis Ar Rafi di pasar-pasar yang belum melunasi pembayaran padahal produknya sudah terjual,” ungkap perempuan kelahiran Kudus, 9 April yang kemudian memutuskan membuka toko Ar Rafi di Pasar Kliwon– Kudus, Jawa Tengah ini.
Tahun 2012-2014, menjadi tahun terberat bagi Bunda Hanim. Guncangan demi guncangan seakan datang silih berganti. Di tahun 2012, Pasar Kliwon dilalap si jago merah. Meski api tak sempat menyambar ke dalam toko Ar Rafi, namun selama proses renovasi pasar Bunda Hanim terpaksa berjualan di pinggir jalan.
Ujian kehidupan kembali menghampiri Bunda Hanim, di tahun 2013, sepulang dari menunaikan ibadah haji ia menerima banyak laporan giro bank dan menghadapi kenyataan ternyata omset yang diterima tidak seimbang dengan stok barang yang terjual. Walhasil, ia pun harus pasrah ketika divonis bangkrut.
“Saat itu saya memang jarang datang ke toko, tak pernah cross check laporan keuangan karena terlalu percaya pada karyawan yang saya amanahkan mengelola toko, ternyata ia tidak menyetorkan hasil penjualan,” lirihnya.
Demi menutup utang ke bank dan ke beberapa partner bisnis, Bunda Hanim terpaksa menjual aset pribadi. Sejumlah aset bahkan harus dilepas dengan harga yang tidak masuk akal. “Rumah, kendaraan, semua saya jual. Perabot dan beberapa barang yang nilai belinya waktu itu sekitar Rp 400 juta terpaksa dilepas dengan harga Rp 70 juta,” tambahnya.
Tahun 2014, saat banjir besar menerjang Kota Kudus, produk Ar Rafi yang masih tersisa juga ikut menjadi korban. Membuat Bunda Hanim harus rela menjual rugi produk kebanjiran tersebut. “Dalam keadaan basah akibat banjir, produk senilai ratusan juta itu hanya dihargai sebesar Rp 73 juta. Kami pun terpaksa pindah ke rumah yang dipinjami salah satu kakak saya. Kehidupan anak-anak yang sebelumnya serba berkecukupan, ketika itu harus prihatin. Bahkan saat mereka merengek minta uang jajan pun tidak bisa saya penuhi,” kenangnya, sedih.
Beruntung, ibu dan kakak-kakak Bunda Hanim tak berhenti memberikan dukungan. Ketika Bunda Hanim memutuskan untuk bangkit dan menghidupkan kembali Ar Rafi, mereka bersedia meminjamkan modal yang bisa dicicil ketika usaha Bunda Hanim telah running dan mendapatkan pemasukan.
“Senyum anak-anak, dukungan suami, ibu dan kakak-kakaklah yang menjadi penyemangat saya untuk bangkit. Saya tidak ingin lebih lama merepotkan keluarga saya, karena ketika saya jatuh merekalah garda terdekat yang tak sungkan membantu. Saya dan suami pun berbagi tugas, ia berusaha lewat jalur langit dan memperdalam ilmu agama, saya di bagian action yang kerja keras dari pagi, siang hingga malam,” tutur Bunda Hanim, yang ditinggalkan hampir semua karyawan ketika bangkrut dan hanya tersisa satu orang yang setia menemani.
Ubah Konsep. Diakui Bunda Hanim, banyak pembelajaran yang ia dapat setelah berkali-kali diterjang masalah. Hingga sampai pada satu kesimpulan bahwasanya ia harus berani mengubah konsep bisnis yang selama ini dijalani dan mengatur ulang manajemen bisnis Ar Rafi.
“Sistem grosir yang sebelumnya diterapkan kami ubah menjadi keagenan dengan level bertingkat mulai dari Reseller, Member, Sub-Agen, Agen dan Distributor. Namun, karena persaingan digital marketing seperti Tiktok yang terlalu parah membanting harga, saat ini banyak Reseller berjatuhan,” ungkapnya.
Demi menjaga persaingan antar-mitra tetap sehat, Bunda Hanim mengharuskan Ar Rafi dijual sesuai harga banderol. Secara tidak langsung, ia ingin para mitra mengedepankan etika bisnis dan tidak menurunkan harga pasaran Ar Rafi hanya demi bisa menjual kuantiti yang lebih banyak.
Arah penjualan yang semula offline pun diubah menjadi online. Bunda Hanim kian serius memamerkan produk-produk Ar Rafi di media sosial Facebook dan BlackBerry Messenger (BBM).
Berkat konsep baru yang dijalankan, perlahan namun pasti, bisnis Ar Rafi kembali menanjak dan di tahun 2016 perekonomian Bunda Hanim semakin membaik dan bisa merekrut karyawan. Demikian juga dengan jumlah mitra yang semakin bertambah.
Masuk ke Dunia Entertainment. Seakan ingin menjawab semua kebutuhan fashion pasar, Ar Rafi kini bukan sekedar memproduksi hijab, tapi juga produk-produk kaum muslim lainnya. Sebut saja Gamis, Koko, Kemeja, Mukena, Aksesories, Pencil Case, Mushab Al-Qur’an dan sebagainya.
Di tahun 2017-an, produk Ar Rafi mulai masuk ke dunia entertainment. Berawal menjadi wardrobe salah seorang figuran di satu judul sinetron, produk Ar Rafi mulai dilirik sejumlah production house untuk mendukung sinetron dan film yang tengah mereka garap. “Dari sana mulai banyak yang kenal Bunda Hanim dan mengajak kerja sama. Hingga saat ini, kami juga dekat dengan artis tanah air seperti Ali Syakieb, Alif Ali, Ikbal Fauzi, Panji Saputra, Hessel Steven, Adelia Pasha, Elly Sugigi dan Puput Melati,” terangnya.
Belum lama ini, Ar Rafi juga collab dengan Arya Saloka, meluncurkan produk AR by Arya Saloka, berupa baju laki-laki bernuansa islami dengan material bahan yang nyaman dan berkualitas.
Giat Menambah Ilmu. Sebagai pengusaha, Bunda Hanim menyadari kemampuan berbisnis harus diimbangi dengan pengetahuan berbisnis. Oleh sebab itu, ia giat menambah ilmu dengan mengikuti berbagai seminar bisnis, salah satunya tentang digital marketing.
“Kita harus pintar melihat dan mengikuti marketing zaman now supaya tidak tertinggal. Hingga saat ini saya aktif mengikuti sekolah bisnis ter-update, misalnya sekolah konten kreator. Setelah itu, ilmunya akan saya turunkan ke team supaya mereka juga paham,” tambahnya.
Bagi Bunda Hanim, berbagi ilmu dan pengalaman kepada siapa saja merupakan hal yang menyenangkan. Ia tak khawatir jika suatu saat orang-orang yang belajar dari dirinya kelak akan menjadi pesaing bisnisnya. “Saya justru bangga ketika ada orang yang sukses melalui didikan saya. Namun, yang membuat saya sedih justru saat mereka resign secara tidak baik, bahkan sering kali menyakitkan. Tapi apapun itu kita tidak bisa membuat semua orang sesuai harapan kita,” bijaknya.
Action Tanpa Tapi dan Nanti. Kini, Ar Rafi mampu menjadi lahan penghidupan bagi banyak orang. Baik untuk para karyawannya yang berjumlah puluhan, maupun mitra bisnisnya yang berjumlah ratusan.
Dari perjalanan jatuh bangun Bunda Hanim dalam membangun bisnis, menjadi bukti nyata bahwasanya hasil tidak akan pernah mengkhianati usaha. “Selama menjalani bisnis, saya tidak pernah berpikir tentang kegagalan. Apa yang ada di dalam kepala, Bismillah saya realisasikan dengan action bertubi-tubi. Karena sukses itu sesuatu yang bisa diraih tanpa tapi dan nanti. Jika saya tidak action, saya tidak akan tahu bakal gagal atau berhasil. Setelah itu saya pasrahkan kepada Allah SWT,” pungkas istri dari Rinto serta ibunda dari M. Abhy Ar Rafi, M. Yusuf Al Fathir, Adiba Shakila Atmarini dan M. Iyas Al Muzanni ini.
Info Lebih Lanjut:
Instagram :@hijab_arrafiofficial
@bundahanim_arrafi