MajalahInspiratif.com, Jakarta – Talenta sebagai desainer fashion membawa Joko SSP sukses menampilkan batik dan kebaya nusantara kreasinya di berbagai ajang fashion show di beberapa negara. Ia pun ingin menunjukkan bahwa wastra nusantara bisa mendunia.
Dedikasi Drs. Djoko Boedi Santosa untuk membuat busana tradisional merupakan bukti kecintaannya terhadap budaya Indonesia. Pria yang akrab disapa Joko SSP (Semarak Seni Persada) ini, mulai terjun di dunia fashion saat ia mengikuti lomba desain busana. Talentanya sebagai desainer muncul di tahun 1990-an.
“Saat itu dari Jepang ada lomba desain busana, kebetulan saya ikut bersama Batik Gunawan asal Solo,” ujar pria kelahiran Solo, 6 Juni ini.
Talenta sebagai desainer mendorong Joko SSP untuk berkreasi membuat rancangan kebaya pengantin maupun untuk acara pernikahan. Bahkan karyanya banyak diminati berbagai kalangan baik lokal hingga mancanegara.
Ketika pandemi, fashion desainer kondang asal Solo ini, sempat mengalami masa-masa sulit katena orderan kebaya menurun drastis. “Pandemi Covid-19 benar-benar membuat usaha saya drop, karena acara perkawinan tidak boleh diadakan ya, akhirnya stuck sama sekali, tidak ada orderan kebaya. Saya sendiri untuk bertahan hidup pernah beralih usaha kuliner kecil-kecilan. Saya tawarkan menu makanan ke relasi-relasi teman-teman dekat saya sehingga saya bisa bertahan hidup saat pandemi,” kenangnya.
Fokus ke Busana Batik
Pasca pandemi, lulusan S1 ini pun mulai bangkit kembali membangun bisnis fashion. Namun ia beralih membuat rancangan desain batik, tidak lagi membuat kreasi kebaya. “Untuk membuat karya batik tidak harus menunggu perhelatan pernikahan, jadi bisa kita siapkan ready to wear seperti gaun atau lainnya. Sejak saat itu usaha saya mulai tertata kembali dan saya sudah mulai ikut fashion show, seperti baru-baru ini di Malaka, Italia, dan sebagainya,” ungkapnya.
Baju batik termasuk baju ready to wear yang bisa dipakai siapa saja dan di mana saja. Berbeda dengan kebaya yang hanya dikenakan saat acara-acara tertentu. “Sementara kebaya kita bersaing ketat dengan make up artist (MUA) yang juga membuat kebaya sendiri untuk acara pernikahan. Walaupun begitu ada beberapa klien saya yang mencoba menggunakan kebaya dari MUA akhirnya menyesal karena merasa tidak puas dengan hasilnya,” tutur Joko SSP.
Meski sudah beralih pada kreasi fashion batik, Joko SSP masih melayani permintaan pesanan kebaya. “Tapi dalam event-event fashion show saya sudah tidak fokus untuk mengeluarkan tren desain kebaya. Sepertinya saya sudah stuck untuk bisa membuat rancangan desain kebaya karena sudah saya lakukan puluhan tahun, jadi sudah sulit punya ide-ide lagi. Berbeda dengan batik yang bisa saya kembangkan.”
Kreatif Padukan Kain-Kain Khas Daerah
Sebelum pandemi, Joko SSP memang sudah berencana untuk beralih ke batik. Ia sudah punya keinginan untuk membuat busana batik karena di Solo selalu ada event tahunan Solo Batik Fashion. Saat itu Joko SSP mencoba mengikuti event tersebut dengan memamerkan atasan kebaya dan bawahan batik. Ia melihat banyak temannya yang membuat desain batik tampak variatif, hingga mendorongnya untuk turut berkreasi membuat beragam desain batik.
“Di awal acara itu banyak mendatangkan desainer dari Jakarta dan daerah lain. Namun sekarang percuma mengadakan pameran Solo Batik Fashion kalau batiknya beli di tempat umum seperti di pasar-pasar. Saya berpikir namanya Solo Batik Fashion itu memang harus inovasi batik-batik Solo supaya berkembang. Maka dari itu saya mencoba membuat desain sendiri seperti eksotika Papua, saya pilih motif-motif Papua entah itu burung Cendrawasih, atau ornamen-ornamen tombaknya,” papar Joko SSP.
Kini batik desain kreasi Joko SSP pun banyak dikenakan para model di berbagai ajang fashion show. Ia menggunakan konsep Jawa dalam rancangan, salah satunya gaun berbahan dasar batik Jawa. Ia juga berkreasi memadukan kain-kain ulos khas Sumatra dengan batik. “Ulos itu kan di Sumatra hanya dipakai untuk selendang, jadi saya kreasikan di bagian atas kebaya dan bawahnya ulos. Nah di sini saya padukan kain ulos dengan batik menjadi sebuah gaun,” jelasnya.
Ide cemerlang Joko SSP juga diwujudkan dalam rancangan yang memadukan tenun Bali dan batik Bali. “Batik Bali itu juga saya bikin sendiri dengan gambar tari Lenggok, dan yang terakhir itu Kalimantan karena Kalimantan jadi kota nusantara. Saya ingin mengangkat motif Kalimantan dan kemarin saya pamerkan di Bali, itu sukses sih,” ungkapnya bangga.
Dalam setiap penampilan fashion show, Joko SSP menerapkan konsep yaitu melihat tema fashion show dan batik daerah mana yang akan diangkat. “Kalau mau laku saya sesuaikan fashion itu dengan daerahnya. Saya juga mempromosikan pariwisatanya, jadi saya selalu awali dengan teaser. Seperti saat show di Belitung, desainer-desainer lain terheran-heran dengan show saya yang berlatar belakang pantai penuh dengan batu- batu diiringi lagu Laskar Pelangi selama ½ menit. Nah dari situ kita harapkan imajinasi orang akan langsung membayangkan saat berada di pantai dan untuk beralih ke Borneo saya hadirkan lagu asal Kalimantan mengiringi tarian para penari yang menunjukkan ciri khas Kalimantan. Jadi saya juga mempromosikan budaya nusantara lewat busana dan semua sudah tercakup.”
Beberapa waktu lalu, Joko SSP juga diminta mewakili Indonesia dalam pameran fashion di Malaka. Namun menurutnya, masyarakat Malaka tidak terlalu berminat dengan pameran fashion. “Dari pengalaman saya sebelumnya ke sana itu saat pameran hanya dilewati saja, jadi mereka tidak tertarik. Entah mungkin dari gaya hidup dan gaya busananya juga ya. Kalau di sana itu banyak muslim sehingga untuk pameran kebaya kurang tepat. Jadi saya tidak bersedia, mungkin show di negara lain saja seperti Turki,” terangnya.
Pria yang hobi traveling ini senang bisa mengikuti pameran di beberapa daerah maupun negara lain yang belum pernah dikunjungi. Saat berkunjung ke NTT misalnya, ia pun menyempatkan diri untuk mencari wastra-wastra daerah setempat atau produk kerajinannya.
Menurut Joko SSP, fashion show di Bali cukup sukses karena dari konsep lagunya sendiri dibuat tidak hanya sekadar untuk show. “Saya pernah bergabung dengan Swara Mahardhika yang didirikan Guruh Soekarno Putra. Waktu itu saya sebagai penari tapi saya itu selalu melihat cara pembuatan kostum saat di belakang panggung. Kok bisa kostum itu kelihatan indah dan glamour, dari sana saya mendapatkan ilmu.”
Joko SSP juga pernah dipercaya membuat wardrobe sekaligus ikut show drama tari kolosal Matah Ati yang disutradarai Atilah Soeryadjaya. “Semula saya ingin sekali terlibat dalam sebuah garapan film atau istilahnya kolosal. Teman saya di bagian make up yang juga sering bersama ikut show mengusulkan saya untuk menggarap baju-bajunya Matah Ati. Jadi setiap Matah Ati show saya selalu diajak, bahkan pernah saya diajak ke Amerika itu hampir satu tahun dua kali. Akhirnya show kebaya saya di Solo pengawasannya kurang, jadi konsumen berfikir saya sudah tidak membuat kebaya lagi dan mereka juga takut harga kebaya saya mahal karena saya sudah sering show ke luar negeri. Dari sana omset kebaya pun mulai berkurang.”
Joko SSP pun mulai mencoba membuat desain busana batik. Dari pengalamannya mengikuti show di Belanda kalau kebaya memang harus benar-benar pas saat dipakai, berbeda dengan busana batik yang terpenting adalah motifnya walaupun modelnya simpel.
“Kalau kebaya itu harus pas dipakai, misalnya dari bahu tidak boleh meleset setengah centimeter saja, apalagi pembeli biasanya suka perfect. Akhirnya saya membuat baju batik ini, ciri khasnya memang saya buat agak longgar jadi modelnya all size. Bagi konsumen tidak masalah karena mereka sudah tertarik dengan model dan motifnya,” ujarnya ramah.
Putri Solo Gusti Noeroel Sosok Inspiratif
Dalam perjalanan karier Joko SSP, Gusti Noeroel menjadi sosok perempuan yang menginspirasi karena semasa hidupnya Gusti Noeroel yang juga merupakan putri tunggal dari Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Ario Mangkunegaran VII pernah menari di Belanda saat acara di Istana Belanda pada tahun 1936. Saat itu Gusti Noeroel tampil dengan busana tradisional kebaya. “Dari situ lah saya terinspirasi dan waktu saya di Belanda saya juga bawa kebaya. Justru orang-orang Suriname sangat senang melihat pameran kebaya dan mereka banyak berbelanja kebaya,” ujarnya.
Joko SSP menilai Gusti Noeroel sebagai wanita Solo ningrat yang memiliki keteguhan dalam memegang prinsip, salah satunya bahwa perempuan itu tidak boleh dimadu. Gusti Noeroel terkenal dengan parasnya yang cantik, cerdas dan berpendidikan. Kecantikan Putri Solo ini bahkan mampu membuat beberapa tokoh besar di Indonesia, di antaranya Ir. Soekarno, Sutan Sjahrir, Sultan Hamengkubuwono IX dan juga Kolonel GPH Djatikusumo terpikat. Namun lamaran beberapa tokoh untuk mempersuntingnya tidak diterimanya. Prinsip kuat yang dimiliki Gusti Noeroel tidak mau dipoligami. Pada akhirnya hati Gusti Noeroel berlabuh kepada pilihannya sendiri yaitu Kolonel Militer RM Soerjo Soejarso.
Ukir Prestasi hingga Mancanegara
Ciri khas rancangan Joko SSP merupakan perpaduan wastra nusantara dengan batik, berbahan katun atau sutera. Ia pun membuat desain batik menyesuaikan kondisi dan budaya serta target pasarnya. Seperti saat ia memilih memadukan bahan kain NTT dengan denim pada waktu show di Eropa. “Kain NTT tidak saya padukan dengan sutera karena jadi kontras, sehingga saya padukan dengan denim.”
Ketekunan dan kreativitas membawa Joko SSP meraih berbagai prestasi, salah satunya menjuarai lomba desain dan mendapat penghargaan GKR Hemas. Ia juga kerap mengikuti pameran dan fashion show di berbagai negara, salah satunya yang rutin diikuti adalah Tong Tong Fair setiap tahun di Belanda, Fashion Show dan Pameran di Kanada, Solo Batik Fashion, Bali Some Art, Bali European Fashion Week, Jogja Fashion Week, hingga lebih dari 25 event yang diikutinya.
Saat ini karya fashion Joko SSP banyak diminati berbagai kalangan hingga selebriti seperti Endah Laras, Waldjinah dan sebagainya. Ke depan ia ingin mengikuti fashion week tapi yang benar-benar kelas internasional. “Kalau sudah kelas internasional pasti saya persiapkan seperti dari batiknya sutera, batik tulis dan lain-lain, yang terpenting itu kualitasnya,” pungkas Joko SSP.