dr. Hervi Wiranti. SpOG: Aktif Suarakan Pentingnya Kesehatan Reproduksi Kaum Perempuan

Bagikan:

MajalahInspiratif.com, Jakarta – Selama ini kebanyakan masyarakat menganggap profesi dokter kandungan hanya menangani soal wanita hamil dan melahirkan. Padahal ada aspek-aspek lain yang memang harus digali agar kualitas hidup kaum wanita lebih bagus dan terhindar dari penyakit. Hal inilah yang mendorong dr. Hervi Wiranti terus mengedukasi kaum hawa agar lebih aware terhadap kesehatan alat reproduksi. Meski sempat mengalami kendala, namun ia memilih jalan lain untuk merealisasikan niat tulus tersebut.

Sebagian besar masyarakat masih menganggap pembahasan tentang organ reproduksi maupun sex education adalah suatu hal yang tabu untuk dibahas secara umum. Padahal informasi tersebut penting disebarluaskan agar masyarakat terutama kaum wanita lebih peduli terhadap kesehatan alat reproduksi mereka.

Alasan inilah yang melatarbelakangi dr. Hervi Wiranti atau akrab disapa dr. Hervi, menjalani profesi sebagai dokter kandungan. “Saya lahir di kota kecil di daerah Sumatera, tepatnya di Bengkulu. Di sana saya melihat selain SDM dan fasilitas kesehatan yang masih kurang, masyarakat sekitar juga belum menganggap penting reproduksi pada wanita atau wanita harus aware sama dirinya sendiri. Oleh sebab itu saya berkeinginan memajukan daerah sendiri karena memang dari sejak saya kecil tidak ada dokter kandungan perempuan, di sana ada 3 dokter kandungan dan semua laki-laki,” tutur dr. Hervi.

Menurut dr. Hervi, pengetahuan masyarakat setempat mengenai tugas seorang dokter kandungan juga masih terbatas mengurus hal-hal terkait kehamilan dan proses melahirkan. “Sejatinya, kualitas hidup seorang perempuan tidak hanya pada saat dia hamil atau melahirkan ada aspek-aspek lain yang memang harus kita gali agar kualitas hidup wanita lebih bagus dan terhindar dari penyakit. Jadi banyak hal mengenai pentingnya kesehatan reproduksi yang ingin saya informasikan kepada mereka,” ungkap perempuan yang kemudian melanjutkan studi Kedokteran di Fakultas Kedokteran Trisakti dan Spesialis Obstetri dan Ginekologi (Obgyn) di Universitas Sriwijaya, Palembang.

Tak Semulus Niat Tulus. Usai mengantongi gelar sebagai Dokter Spesialis Obgyn atau Kandungan, dr. Hervi kembali ke kampung halaman demi mewujudkan niat tulusnya membangun Bengkulu. Sayang, meski sempat beberapa tahun mengabdi sebagai dokter PTT, putri salah satu Kepala Daerah di Bengkulu ini justru harus menerima berbagai penolakan.

“Di sana, saya menjadi Dokter Obgyn perempuan pertama dan satu-satunya. Tapi sayangnya masyarakat setempat kurang bisa menerima kemajuan ataupun perubahan yang ingin saya kembangkan. Mereka juga menganggap dokter kandungan perempuan tidak bisa apa-apa. Penolakan demi penolakan terus saya terima bahkan tidak direkomendasikan dinas terkait untuk berpraktek. Ternyata perjalanan di tanah kelahiran tidak semulus niat tulus saya,” lirih dr. Hervi.

Meski tidak bisa berbuat banyak bagi masyarakat sesukunya di Bengkulu, dr. Hervi tak patah semangat. ia memutuskan untuk kembali ke Jakarta, memulai membangun karier di ibu kota dan mewujudkan impian untuk mengajak lebih banyak kaum wanita lebih peduli terhadap kesehatan reporoduksi.

“Di Jakarta, saya mulai mengembangkan karier saya sebagai Dokter Obgyn, praktek di berbagai Rumah Sakit dan mengedukasi lewat berbagai media hingga menjadi speaker kesehatan reproduksi perempuan,” ucapnya.

Edukasi Masyarakat. Sebagai sesama perempuan, dr. Harvi merasa lebih memahami permasalahan yang sering kali terjadi pada alat reproduksi perempuan. Ia juga berharap pasien wanitanya lebih terbuka dan tidak malu atau merasa tabu menceritakan permasalah pada organ kewanitaan mereka.

“Banyak yang bisa kita gali dari alat reproduksi wanita. Mulai dari remaja, bagaimana mereka merawat organ reproduksi, bagaimana mereka mempelajarai tentang sex education apa yang boleh dan apa yang tidak boleh, kita juga mencanangkan bagaimana tindakan preventif untuk beberapa penyakit seperti kanker yang menyerang banyak wanita, salah satunya kanker serviks yang saat ini menjadi salah satu kanker penyebab angka kematian terbesar di dunia. Padahal sebenarnya kita punya vaksinnya, satu-satunya kanker yang ada vaksinya hanya kanker serviks. Makanya kalau hal penting seperti itu tidak diinformasikan rugi sekali. Sebab, jika terkena kanker payudara atau kanker mungkin hanya pengobatan saja, tidak ada pencegahan dalam bentuk vaksin. Sementara kalau kita sampai terkena kanker serviks itu sangat disayangkan, karena vaksinya sudah ada. Itulah yang mendorong saya untuk aktif mengedukasi masyarakat agar mereka tahu apa manfaatnya, bagaimana cara kerjanya, kapan boleh divaksin dan sebagainya,” tekan dr. Hervi.

Ditambahkan dokter yang menggelar praktek di RS. Siloam ini, kanker serviks termasuk silent killer. Karena penyakit yang disebabkan oleh virus akibat aktivitas seksual ini baru bergejala justru setelah stadium lanjut. “Kanker serviks pada stadium awal tidak ada gejala sama sekali. Tapi jika melakukan pap smear rutin, kanker serviks dapat terdeteksi pada stadium dini. Untuk stadium lanjut biasanya penderita mengalami sakit di bagian perut dan pinggang, keputihan yang bau dan tidak kunjung sembuh, terkadang ada flek di luar siklus haid atau setelah berhubungan. Oleh sebab itu saya selalu menekankan kaum perempuan untuk menjalani vaksin mulai dari usia 9 hingga 55 tahun. Jadi memang sedini mungkin harus sudah divaksin untuk pencegahan. Vaksinasi tersebut bisa dijalani sebanyak 3 kali, yakni bulan pertama, bulan kedua dan bulan keenam. Perempuan yang sudah menopause walaupun belum berusia 60 tahun juga sebaiknya divaksin,” tegasnya.

Lebih lanjut ia menjelaskan bahwasanya organ kewanitaan juga perlu dirawat selayaknya kita merawat wajah. Masalah besar yang sering kali menjangkit kaum wanita adalah keputihan. Sayangnya sebagian besar wanita menganggap keputihan adalah hal yang wajar, padahal masalah tersebut tidak boleh terjadi.

“Problematika seperti keputihan itu dialami perempuan setelah memasuki masa puber, sebab perubahan hormon atau kelembaban, jadi mulai ada pengaruh. Problem lain muncul setelah wanita melahirkan, yakni tentang rekonstruksi. Karena banyak keluhan mengenai organ kewanitaan pasca melahirkan, misalnya organ intim yang kendur dan sebagainya. Ini seharusnya juga diperhatikan kaum wanita, karena tidak bisa dipungkiri jika salah satu faktor keharmonisan rumah tangga berawal dari keintiman hubungan suami-isteri. Kadang orang lebih fokus pada perawatan wajah karena terlihat oleh semua orang.

Padahal ketika di rumah suami tidak selalu terfokus pada wajah istri. Edukasi-edukasi seperti itu juga saya share ke pasien ataupun masyarakat, bahwasanya organ kewanitaan itu bisa juga kita jaga seperti kita merawat wajah kita,” paparnya.

Problematika terkait alat reproduksi seperti keputihan ataupun buang air kecil yang tidak lancar, juga sering kali membuat perempuan merasa tidak nyaman. “Setelah melahirkan banyak perempuan mengalami permasalahan buang air kecil yang berhubungan dengan organ kewanitaan. Terkadang ketika batuk saja bisa keluar. Ada juga yang mengalami keputihan berlebih dan berbau. Umumnya mereka bingung harus berobat ke dokter apa ketika masalah tersebut muncul. Lagi-lagi karena mereka menganggap jika dokter kandungan hanya menangani hal-hal terkait kehamilan dan melahirkan,” tambah dr. Hervi, yang kerap diundang sebagai pembicara di seminar awam, majalah maupun media elektronik.

Klinik Estetika Spesialis Obgyn. Banyak mimpi yang ingin dr. Hervi wujudkan demi mengubah paradigma kaum perempuan agar lebih aware terhadap kesehatan alat reproduksi mereka. Dokter kelahiran Bengkulu 10 November 1977 ini berangan-angan membangun sebuah klinik estetika yang khusus merawat bagian reproduksi perempuan.

“Sebagaimana dokter kulit, untuk bagian reproduksi sebenarnya ada treatment-treatment yang bisa dijalani. Seperti masalah aging, keputihan hingga keriput. Mirip perawatan dokter kulit hanya di tempat berbeda,” terangnya.

Bangun Generasi Mumpuni Lewat Profesi

Gencarnya dr. Hervi dalam mengedukasi masyarakat, tak bisa lepas dari kecintaannya pada dunia mengajar. Sebagai baktinya kepada almamater, ia juga menjadi salah satu staff pengajar di bagian obgyn untuk mahasiswa-mahasiswi di Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.

“Saya ingin ilmu dan pengalaman yang selama ini terus saya gali bisa bermanfaat bagi banyak orang, termasuk mendidik adik-adik saya di fakultas kedokteran. Apalagi, seiring waktu dunia kedokteran maupun teknologi kian berkembang. Saya sebagai dokter merasa harus terus mengasah diri, memperbaiki ilmu dan tentunya mengamalkan keilmuan yang saya miliki, supaya dokter-dokter kita bisa bersaing dengan dokter asing. Dan menjadi dosen adalah salah satu cara saya membangun generasi mumpuni lewat profesi,” terang dokter yang berencana fokus ke bidang pendidikan setelah pensiun di usia 60 tahun.

Keluarga Tetap Nomor Satu

Menjadi praktisi kesehatan baik sebagai dokter spesialis kandungan maupun dosen di fakultas kedokteran tak sampai menghabiskan waktu dr. Hervi untuk keluarga. Ibu dari dua orang putra ini bahkan selalu menomorsatukan keluarga. Kecuali keadaan darurat, dr. Hervi mengatur jadwal mengajar maupun prakteknya di atas pukul 10 pagi agar bisa menemani suami dan anak-anaknya beraktivitas di rumah.

“Saya memang tipe orang yang tidak bisa terikat seperti harus ke kantor dari pagi sampai sore. Kapan pun ada waktu luang saya akan kerjakan profesi saya, tetap saja nomor satu tugas saya sebagai istri dan ibu. Meski suami dan anak-anak support sehingga saya tetap bisa menjalankan profesi tetapi saya juga sadar diri, membatasi agar punya waktu di rumah. Anak-anak juga tidak pernah merasa terganggu ketika mendadak saya harus bertugas karena ada panggilan darurat,” ujar dokter yang selalu menyempatkan waktu me time dengan perawatan tubuh dan shopping ini.

Sebagai sesama perempuan, dr. Hervi berpesan kepada perempuan Indonesia untuk memiliki hidup yang lebih berkualitas dengan enjoy dalam karir maupun di rumah namun tetap memahami batasan.

“Bahagia dengan diri kita sendiri saja, menjalankan keinginan dan tetap punya pendidikan tinggi, profesi yang bagus. Namun sesuai norma, jangan kebablasan. Berikan apa yang bisa kita berikan yang bermanfaat tapi jangan lupa kodrat kita sebagai perempuan,” tutup pehobi travelling ini.

Bagikan:

Bagikan: