MajalahInspiratif.com, Jakarta – Menjadi ibu rumah tangga, wanita karier atau pebisnis, adalah pilihan. Namun, di era digital seperti saat ini kaum perempuan sepatutnya mampu mengembangkan diri. Apalagi, kecanggihan teknologi kini memudahkan setiap orang untuk berkarya di mana saja, sekalipun dari rumah. Demikian juga dengan kesempatan yang datang bukan hanya diperuntukkan bagi laki-laki.
Hal inilah yang mendorong Stephanie Octorina Saing tak ragu menerima tawaran pekerjaan dari perusahaan pertambangan yang sejatinya banyak dilakoni kaum adam. Bukan itu saja, ia juga menyalurkan kecintaannya pada wastra nusantara dengan merintis brand Tinung Rambu di bawah bendera PT Tinung Rambu Indonesia.
“Buat saya perempuan adalah tiang keluarga, apapun profesi yang ditekuni itu adalah pilihan hidup. Demikian juga dalam menentukan jalan hidup, selama tidak merugikan dan melukai orang lain atau melukai sesama perempuan. Akan tetapi, sebaiknya kita juga beradaptasi dengan perubahan sekitar. Karena kita tidak bisa menutup mata bahwa dunia semakin berkembang dan menuntut kita untuk berkembang juga. Bukan berarti ibu rumah tangga atau perempuan yang tidak sekolah tidak bisa berkembang, sebab saat ini banyak jalan dan kesempatan yang terbuka. Untuk itu, saya berharap dan mendorong kaum perempuan bisa mengambil semua kesempatan yang ada. Yakinlah bahwa perempuan bisa membuat perubahan mulai dari hal yang terkecil. Ambil sesuatu yang baik tinggalkan yang buruk, lalu sesuaikan dengan akar budaya dan keagamaan yang pas bagi era digital ini. Sebab, tidak semua cocok dengan kita. Tapi ada hal-hal yang bisa kita lihat dari sisi yang lain, yang bisa membuat kita berkembang dan mendorong kita untuk tetap berkarya,” tutur Stephanie Saing, bijak.
Perjuangan di Dunia Profesional. Sesuai dengan latar belakang pendidikan yang ditempuh, yakni di bidang pertambangan, perempuan yang akrab disapa Stephanie ini menekuni karier sebagai konsultan pertambangan. Jejak kariernya dimulai sejak tahun tahun 2015, sepulang dari menamatkan studi S3 Earth Science and Technology di Akita University, Jepang.
Namun, awalnya ia sempat kesulitan mencari peluang karier di dunia professional. Karena di Indonesia tidak banyak industri yang menerima tenaga kerja berlatar belakang S3 yang dianggap lebih cocok menduduki profesi sebagai dosen. Selama enam bulan, perempuan kelahiran Palembang, 28 Oktober ini, bahkan mengalami jobless.
Beruntung, meski telah menyelesaikan gelar Doctoral namun usia Stephanie ketika itu masih terbilang muda, 24 tahun atau setara dengan kebanyakan lulusan S1 di Indonesia, sehingga kesempatan di dunia kerja masih terbuka lebar.
Bermodal jalur networking dari alumni Insitute Teknologi Bandung (ITB), tempat ia menyelesaikan pendidikan S1 dan S2, Stephanie diterima sebagai Senior Geologist di sebuah perusahaan konsultan pertambangan. Ia begitu all out dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab, juga berupaya mempelajari serta menguasai hal-hal baru dengan cepat.
“Pendidikan yang saya ambil sebenarnya tentang eksplorasi mineral tapi seiring berjalan waktu saya juga menangangi produksi untuk pertambangan, permasalahan izin dengan relasi stakeholder hingga tutup tambang juga sosial manajemen. Itu semua saya pelajari sejak awal berkarier,” ungkapnya.
Tak heran di tahun 2017, Stephanie dipinang Yakni perusahaan yang masuk lima besar konsultan tambang di Indonesia. Ia pun tak ragu memulai kariernya dari awal lagi hingga akhirnya kini menduduki posisi bergengsi sebagai General Manager.
Bukan itu saja, di tahun 2020, Stephanie juga dipercaya menjadi Direktur di salah satu perusahaan yang bergerak di development untuk menangani pemetaan dan pengembangan sosial masyarakat di lingkar tambang.
Kembangkan Bisnis Sosial. Kesibukan Stephanie sebagai wanita karier, tidak menghalanginya menyalurkan hobi. Salah satunya mengoleksi tenun dari berbagai daerah. Kecintaannya pada wastra nusantara inilah yang menginisiasinya merintis Tinung Rambu di tahun 2019.
“Ada kebahagiaan yang muncul dalam diri saat melihat tenun. Karena di situ ada cinta yang dibuat oleh perempuan untuk keluarganya, untuk calon suaminya, untuk calon anaknya atau untuk cucunya. Membuat seseorang membentuk tanda cinta, tanda kasih terhadap orang yang dikasihi. Seiring waktu, saya menilai tenun ini sebagai komoditas. Sayangnya, kita tidak bisa menjangkau seluruh penenun. Untuk itulah saya membangun Tinung Rambu, sebagai media para penenun memasarkan karya mereka sehingga perekonomian mereka bisa sedikit lebih baik,” terang Stephanie.
Bagi Stephanie, menggeluti bisnis sesuai apa yang ia cintai bahkan menjadi me time saat menghadapi tantangan pekerjaan ataupun keluarga. Memberikannya ruang untuk memikirkan ide-ide baru yang bisa menjadi berkat bagi banyak orang.
“Produk yang kami tawarkan kain tenun hampir semua di-custome, mulai dari pewarna hingga ukuran bisa dibuat berbeda. Kami merangkul penenun dari 7 kampung di NTT, di antaranya Pulau Timor, Flores, Rote dan Sumba. Ada yang kolaborasi sifatnya ada yang memang development langsung dengan produk yang bermacam-macam turunannya. Kita juga membuat aksesoris dengan harga terjangkau supaya anak muda mau mengenal kain tenun dan bisa melestarikan ke depannya. Untuk itu produk kita mengusung 5 value, yakni pemberdayaan, fair trade, berwawasan lingkungan, Kita juga tidak menggunakan pewarna tekstil, originality, dan pelestarian budaya. Sehingga bisa mengenalkan tenun motif yang ada, menggali yang lama dan membuat motif-motif baru yang kekinian,” tuturnya.
Ditambahkan Stephanie, selain menjembatani para penenun dalam memasarkan hasil karya mereka, dirintisnya Tinung Rambu juga bertujuan untuk mendukung operasional sekolah-sekolah PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) di beberapa daerah di Indonesia. “Setidaknya 10-30% dari profit Tinung Rambu, kami alokasikan untuk PAUD. Baik untuk pendidikan, program pendidikan hingga makan sehat bersama. Saat ini ada 6 PAUD yang kami support setiap bulan, juga membantu salah satu pembangunan gedung sekolah di Pulau Timor,” tambahnya.
Ide dan Terobosan. Disadari Stephanie, bisnis fashion termasuk bisnis yang dinamis. Untuk itu dibutuhkan ide dan terbosan baru agar bisa bersaing dengan competitor. Salah satu inovasi yang dicetuskan Stephanie adalah mendorong pembuatan pewarna alami di beberapa lokasi.
“Dari 7 lokasi penenun, ada 2 lokasi baru dimana kami mencari warna-warna baru dengan custome produk yang berbeda dari produk competitor. Sehingga memiliki ciri yang berbeda dari yang lain. Bagi pecinta tenun, biasanya sudah bisa mengenali produk-produk Tinung Rambu,” jelas Stephanie.
Berbagai terobosan juga coba ia terapkan di pertambangan. Meski tidak mudah namun ia terus bergerak melakukan perubahan. Di antaranya dengan bekerja sama dengan anak-anak muda yang mungkin memiliki kelebihan tersendiri yang bisa mencapai target sesuai yang diharapkan perusahaan.
“Mampu menghasilkan reputasi maupun prestasi dalam karier, bagi saya merupakan hal-hal positif yang membanggakan. Suatu hal yang disyukuri, saya bisa melewati, meraih dan menjalaninya. Namun buat saya semua itu sifatnya sementara. Demikian juga ketika mengalami kegagalan maka saya selalu menjadikannya pembelajaran, bukan suatu hal yang harus disesali,” ujarnya.
Jaga Kualitas dan Performa. Melewati krisis akibat pandemi bagi Stephanie juga sebuah prestasi. Ia bersyukur baik karier maupun bisnis yang dijalani tidak terlalu terdampak. Hal ini karena upayanya untuk terus menjaga kualitas dan performa terbaik. Sehingga tidak mengecewakan client.
“Orang mengenal kita karena kualitas, bila point ini selalu kita jaga maka mereka akan terus memberikan kesempatan. Misalnya pada pertambangan, saya merasa dampak pandemi tidak terlalu besar, karena kualitas kita terjaga. Puji Tuhan baik perusahaan tambang maupun Tinung Rambu bisa survive hingga saat ini,” ucap Stephanie penuh syukur.
Manfaatkan Teknologi Digital dalam Karier, Bisnis, dan Keluarga
Bagi Stephanie, berkembangnya teknologi digital yang kian canggih layaknya dua sisi mata uang. Di satu sisi memberi dampak postif namun di sisi lain ada efek negatif. Diperlukan kecermatan untuk memanfaatkannya sebaik mungkin.
“Dalam komunikasi misalnya, digital mampu mendekatkan yang jauh, seperti memudahkan saya untuk keep contact dengan suami saat dia yang berprofesi sebagai General Manager di sebuah kontraktor tambang ini berada di Kalimantan atau saya tengah dinas juga ke Papua. Demikian juga dalam dunia karier professional, digital menginformasikan kita bahwasanya dunia terus bergerak dan berubah. Dari segi bisnis kita mengikuti kondisi ekonomi Indonesia. Untuk itu, mau tidak mau kita harus bisa beradaptasi, belajar hal-hal baru namun berupaya mengambil yang baik dan meninggalkan culture kurang pas serta tidak menutup mata dengan perubahan agar bisa bersaing dengan banyak konsultan lain, tentunya dengan cara yang baik dan berbeda,” tekan istri dari Virgo Davinci Tarigan ini.
Ditambahkan Stephanie, teknologi digital juga memudahkannya menjangkau pasar yang lebih luas. Meski di satu sisi juga memudahkan para pesaing menjiplak hasil karyanya atau terhubung langsung dengan para penenun. “Plus-minus keberadaan teknologi digital justru mendorong saya untuk terus menghasilkan ide-ide yang baru dan belajar lebih banyak hal baru yang mungkin tidak saya dapatkan di bangku pendidikan formal,” tambahnya.
Ingin Tenun Lebih Dekat dengan Masyarakat Indonesia
Diakui Stephanie, bisnis tenun cukup sarat dengan persaingan. Namun ia berharap persaingan tersebut mampu mendorong para pengusaha untuk lebih mengeksplor hal-hal yang baik, bagus dan baru. Sehingga para pecinta wastra bisa lebih mencintai wastra, salah satunya melalui Tinung Rambu.
“Besar harapan kami Tinung Rambu bisa mengeksplorasi bukan hanya kain, tapi bisa lebih luas secara fashion, accesoris lain hingga home deccor. Agar tenun bisa hadir lebih dekat ke seluruh keluarga Indonesia. Dan semakin banyak mayarakat yang bisa menikmati indahnya tenun, indahnya wastra, khususnya tenun NTT. Dan saya berharap di industri tambang juga bisa berkembang membuka lapangan pekerjaan lebih luas lagi, menjaga lebih baik, membawa anak-anak muda lebih banyak lagi di Industri tambang dan menemukan apa yang mereka inginkan dalam pilihan hidup terutama kaum perempuan bisa lebih mengeksplor sekaligus menjadi yang terdepan, sehingga perempuan bisa mengenal potensi yang dimiliki lebih dalam, berkarya bukan hanya untuk orang lain tapi juga untuk dirinya sendiri dan menjadi tiang keluarga. Pada akhirnya hal-hal yang mungkin terkesan kecil atau spele menurut orang tapi berdampak bagi sekitarnya, lama kelamaan satu negara akan semakin terhubung menjadi kuat,” pungkas Ketua Knowledge Sharing Perhapi (Perhimpunan Ahli Pertambangan seluruh Indonesia) ini. Laili