Direktur Utama RSUD Al Ihsan, Provinsi Jawa Barat

dr. Dewi Basmala, MARS: Integritas, Komitmen, dan Konsistensi Kunci Majukan RSUD Menjadi Rujukan Provinsi

Bagikan:

MajalahInspiratif.com, Jakarta – 31 tahun malang melintang di bidang managerial Rumah Sakit, sanggup membawa dr. Dewi Basmala, MARS, kaya akan jam terbang. Tangan dinginnya bahkan mampu membawa beberapa Rumah Sakit yang hampir kolaps karena kekurangan dana akibat penanganan sistem keuangan yang carut-marut kembali sehat dan memperoleh keuntungan besar. Sehingga mampu memberikan pelayanan yang lebih optimal kepada masyarakat. Salah satunya RSUD Al Ihsan yang kini menjadi salah satu Rumah Sakit rujukan Provinsi karena telah dilengkapi peralatan berteknologi tinggi dan didukung dokter-dokter ahli. Fasilitas dan tatanan interior yang didesain juga sanggup menjadikan RSUD Al Ihsan sebuah destinasi wisata medis.

Siang nan sejuk membawa tim Inspiratif bertandang ke RSUD Al Ihsan, Bandung-Jawa Barat. Bukan untuk memeriksakan kesehatan, melainkan menyaksikan secara langsung bukti kongkret kesuksesan orang nomor satu di RSUD Kabupaten Bandung tersebut, dr. Dewi Basmala, yang mampu mengubah Rumah Sakit kelas daerah menjadi Rumah Sakit rujukan Provinsi.

Sejauh mata memandang, meski ramai dipadati kunjungan pasien namun suasana Rumah Sakit tetap kondusif, bersih dan nyaman. Di beberapa titik terlihat spot-spot taman outdoor untuk keluarga pasien menunggu. Tepat di depan ruang tunggu apotek, bahkan tersedia taman beralas rumput sintetik yang bisa digunakan pengunjung RSUD beristirahat dan berlesehan sambil bersantap siang atau malam.

Konon, jika bertandang di malam hari, RSUD Al Ihsan juga jauh dari kesan angker apalagi horor. Selain karena penerangan yang cukup, pepohonan sekitar RSUD juga diterangi lampu hias warna-warni, layaknya sebuah taman. Tak heran, RSUD Al Ihsan kini menjadi salah satu pilihan berobat warga masyarakat Jawa Barat.

Suasana Hangat. Bukan hanya suasana, para petugas juga begitu ramah mengarahkan tim menuju ke kantor dr. Dewi Basmala. Setelah melewati serangkaian protokol kesehatan karena masih berada di masa pandemi Covid-19, tim diperkenankan untuk masuk ke ruang direksi yang berada di lantai 3. Lagi-lagi, sambutan hangat dari setiap petugas maupun para staff yang kebetulan kami jumpai.

Kehangatan makin terasa, kala dr. Dewi Basmala menyambut dengan pembawaannya yang friendly. Obrolan seputar perjalanan karier hingga kesuksesan dokter yang akrab disapa dr. Dewi ini, dalam mengembangkan RSUD Al Ihsan pun mengalir akrab.

Emban Amanah. Jauh sebelum menapakkan kaki sebagai Direktur Utama (Dirut) di RSUD Al Ihsan, dr. Dewi telah menjejakkan karier di bidang managerial beberapa Rumah Sakit. Terakhir, ia bertanggung jawab di RSUD Kota Bogor-Jawa Barat. Kesuksesannya membawa Rumah Sakit Daerah di Kota Hujan tersebut keluar dari krisis keuangan dan mampu berkembang inilah yang membawanya dipercaya mengemban amanah sebagai Dirut RSUD Al Ihsan, langsung dari Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil.

“Saya berdinas di RS Pemerintah milik Provinsi Jawa Barat ini sudah hampir 3 tahun. Sebelum di Bandung, saya menjabat sebagai Direktur di RSUD milik Pemerintah Kota Bogor, Jawa Barat. Pola permasalahan di RS itu hampir sama, begitu saya mapping di RS Provinsi ini, permasalahannya di dua point besar yaitu keuangan dan Sumber Daya Manusia (SDM). Berbekal pengalaman, karena saya dinas di perumahsakitan sudah 31 tahun, sehingga tidak begitu sulit dalam melakukan mapping. Dua masalah besar, yakni keuangan dan SDM tersebut tentu masalah yang harus segera diselesaikan. Karena hal tersebut sangat menentukan terhadap sustainabilitas RS Provinsi ini,” tutur dr. Dewi.

Integritas, Komitmen, dan Konsistensi. Secara simultan, dr. Dewi melakukan pembenahan terhadap dua hal yang menjadi biang permasalahan carut-marutnya managerial dan layanan Rumah Sakit tersebut. Namun, sebelum membenahi masalah-masalah itu, dr. Dewi justru memilih meningkatkan kesejahteraan seluruh karyawan. Karena baginya, tindakan pencaloan hingga korupsi, atau layanan petugas kesehatan yang tidak ramah adalah buah dari minimnya gaji yang mereka dapat setiap bulan.

“Setiap orang akan bekerja lebih tenang tanpa berpikir mengambil rezeki yang bukan hak mereka jika kesejahteraan mereka sudah terpenuhi. Selanjutnya, saya lakukan sosialisasi kepada seluruh karyawan tentang mind set, goal, budaya kerja, dan team work,” tekan dr. Dewi.

Sedangkan untuk bidang keuangan, dr. Dewi memperbaiki dengan armada keuangan. Ia begitu jeli dalam membaca setiap laporan, sehingga para staff atau vendor tidak berani memain-mainkan angka apalagi melakukan tindakan tercela seperti korupsi ataupun pencaloan.

Diakui dr. Dewi, memang tidak mudah menyamakan persepsi terhadap goal dan mind set, namun ia melakukan secara konsistensi dan komitmen tinggi, sehingga seluruh komponen mempunyai nilai integritas tinggi. “Saya mau tidak mau harus siap menjadi role model, panutan bagi para karyawan. Berbagai perubahan dan perbaikan sudah terwujud setelah melalui proses pembenahan selama 1,5 tahun. Alhamdulillah, setengah tahun lebih cepat dibanding janji saya kepada Pak Ridwan Kamil,” ungkapnya penuh syukur.

Pedekatan Persuasif. Memposisikan diri sebagai role model, dr. Dewi bahkan tak mau sekadar menerima laporan dari staff yang bertugas. Setiap hari, waktu kerjanya lebih banyak ia habiskan untuk berkeliling melakukan inspeksi langsung ke setiap divisi RSUD Al Ihsan.

“Saya tidak pernah stay di satu ruangan sepanjang waktu, pasti keliling untuk kontrol langsung keadaan maupun kinerja karyawan. Dan ketika ada yang tidak tepat segera saya tindak, namun dengan pendekatan persuasif. Jadi menegur tanpa menjatuhkan. Dan biasanya saya tegur saat rapat menggunakan Bahasa Sunda agar lebih akrab dan tidak terkesan menggurui,” beber dokter kelahiran Jakarta, 26 September ini.

No Jutek Day. Hingga saat ini masih banyak masyarakat yang enggan berobat ke Puskesmas atau Rumah Sakit Pemerintah karena pelayanan para petugas yang kurang ramah. Namun, hal tersebut tidak ditemukan di RSUD Al Ihsan. Hal ini karena dr. Dewi menerapkan aturan no jutek day atau hari tanpa layanan jutek (unfriendly). Sehingga semua petugas maupun tenaga medis harus memberlakukan pasien maupun keluarganya dengan ramah.

“Saya mencontohkan kepada seluruh tim RSUD Al Ihsan begini, ketika kamu menerapkan pelayanan ramah, sabar dan ikhlas saat bekerja, maka hal tersebut akan kamu terapkan juga di rumah. Kamu akan lihat perubahan anak-anak pasti akan lebih baik dan lebih nurut dibanding ketika kamu melayani pasien dengan jutek lalu terbawa hingga ke rumah,” tutur dr. Dewi.

Rencana ke Depan. Saat ini, RSUD Al Ihsan masih terus melakukan berbagai pengembangan guna meningkatkan fasilitas dan pelayanan. Di antaranya, menambah 600 unit ruang rawat inap sehingga bisa mencapai angka 1.200 unit, baik untuk pasien BPJS maupun umum.

“Masih banyak rencana yang ingin saya wujudkan di RSUD Al Ihsan. Saya ingin mencetak para leader baru sebagai penerus untuk mengembangkan RSUD Al Ihsan menjadi semakin baik. Sehingga mendorong saya untuk selalu mengajak seluruh karyawan berinovasi dan berkreasi yang out of the box. Saya juga ingin menyusun metode replikasi yang mudah diimplementasikan oleh Rumah Sakit lain, serta berbagi ilmu tentang pengelolaan Rumah Sakit baik melalui lembaga formal maupun informal,” pungkas dokter yang berharap bisa terus beraktivitas yang bermaslahat bagi masyarakat banyak. Laili

No Calo, No Pungli dan No Korupsi

Mengubah kondisi keuangan dari minus menjadi plus memang bukan hal mudah bagi dr. Dewi. Namun, dengan merangkul dan menyadarkan semua bagian, ia mampu mewujudkannya. Salah satu cara yang ia lakukan aalah menghapus pencaloan, pungutan liar dan tindak korupsi di semua bagian RSUD Al Ihsan, yang sebenarnya hanya menguntungkan beberapa pihak, namun sangat merugikan Rumah Sakit bahkan masyarakat.

“Dari obat-obatan saja banyak calo yang meminta jatah dari vendor, sehingga mau tidak mau vendor tersebut harus mark-up harga supaya keuntungan mereka tidak terpotong jatah calo. Akibatnya, harga yang vendor bebankan ke Rumah Sakit makin tinggi dan kami pun terpaksa menjual obat dengan harga mahal kepada pasien. Oleh sebab itu, ketika saya dengan tegas memberlakukan aturan no calo, no pungli dan no korupsi, saya meminta para vendor memberikan harga real. Sehingga RSUD bukan hanya bisa lebih menghemat pengeluaran tapi juga mampu menjaga tren positive neraca keuangan,” tekan dr. Dewi.

Tak heran, di era BPJS disaat beberapa Rumah Sakit mengalami defisit, RSUD Al Ihsan justru semakin sustain bahkan terus bertumbuh. “Alhamdulillah, saat ini kami sudah tidak dibantu pendanaan operasional oleh APBD Provinsi, karena sudah mandiri. Setiap bulan kami berhasil memperoleh surplus neraca keuangan. Keberhasilan ini tentu berpengaruh kepada kesejahteraan seluruh pegawai RSUD Al Ihsan. Pendapatan mereka meningkat dan dampak positifnya mereka semakin termotivasi untuk meningkatkan kinerja,” ucapnya.

RSUD Rasa RS Swasta yang Kini Jadi Rujukan Provinsi Jawa Barat
Tiga tahun membenahi RSUD Al Ihsan, dr. Dewi bukan sekadar mampu memperbaiki kondisi keuangan dan pelayanan pasien, tapi juga fasilitas Rumah Sakit. Setiap sudut ruang tak luput dari perhatian dokter yang hobi berolahraga ini. Mulai dari vertical garden yang mempercantik dinding-dinding Rumah Sakit, ruang tunggu Poliklinik yang nyaman hingga kamar mandi yang instagramable.

“Meski gedung untuk Poliklinik pasien BPJS dan pasien umum kami bedakan, namun kami tetap mengedepankan kenyamanan pasien. Untuk itu, di ruang rawat inap 1 pasien hanya boleh ditemani 1 orang, agar tidak mengganggu pasien lain,” tambahnya.

Lagi-lagi, demi kenyamanan pasien, dr. Dewi memodifikasi 1 unit mobil golf menjadi ambulance kecil, untuk mengantar pasien Unit Gawat Darurat (UGD) ke ruang perawatan atau tindakan. Hal ini sengaja dilakukan karena khawatir tubuh pasien akan terguncang jika dipindahkan menggunakan brankar.

Selain itu, di ruang UGD, dr. Dewi bukan hanya menyiapkan dokter umum atau dokter jaga, tapi juga dokter spesialis untuk semua jenis penyakit. Agar setiap kali terjadi keadaan darurat maka pasien bisa segera ditangani meskipun saat weekend.

“Saya juga menerapkan aturan tidak boleh membiarkan pasien tanpa penanganan lebih dari 2 jam di UGD. Kalau kebetulan saya sedang cek CCTV yang tersambung ke kantor lalu saya dapati pasien yang belum mendapat tindakan, segera saya telepon bagian UGD untuk menindak. Alhamdulillah, saat ini RSUD Al Ihsan juga telah dilengkapi dengan peralatan dan dokter-dokter ahli untuk semua penyakit. Oleh sebab itu kami tidak lagi merujuk pasien ke Rumah Sakit lain karena semua bisa ditangani di sini. Bahkan ketika pasien BPJS kelas 3 tidak mendapatkan ruang rawat inap karena full, maka kami alihkan ke kelas lain yang kosong meski itu VIP,” terang dokter cantik yang sukses membawa RSUD Al Ihsan menjadi salah satu RSUD rujukan Provinsi.

Terus Ikuti Perkembangan Era Digital

Disadari dr. Dewi bahwasanya di zaman serba teknologi dan digital seperti saat ini, setiap orang akan mudah mengenali rekam jejak orang lain melalui akun media sosial seperti Facebook, Instagram, Linkedin dan lainnya. Oleh karena itu sangat penting untuk senantiasa menjaga kredibilitas, profesionalisme dan sikap moral yang baik.

“Kita dituntut untuk berhati-hati dalam bertutur kata dan bersikap dalam hidup. Terlebih bagi mereka yang kebetulan mendapat amanah menjadi pimpinan, maka era digital menjadi pembeda apakah seseorang patut menjadi pemimpin panutan atau tidak, semua akan sangat mudah dikenali. Karena setiap langkah dalam kehidupan kita tidak terlepas dari ridho dan rahmat Allah SWT, maka kita perlu memohon kepada-Nya agar senantiasa dijaga, dilindungi dan diarahkan untuk selalu berada di lingkungan yang baik, bersama dengan orang orang yang baik dan dijauhkan dari segala bencana dan kemaksiatan. Saya yakin sepanjang kita menggantungkan kehidupan ini kepada Sang Maha Pengatur Kehidupan, maka hidup kita insha allah akan tertata dengan baik. Aamiin,” tutur dr. Dewi, yang juga mengemban amanah sebagai Ketua PBSI Kota Bogor-Jawa Barat dan berharap kiprahnya dapat memberikan kemaslahatan bagi perkembangan dunia perbukutangkisan di Indonesia dan di Kota Bogor pada khususnya.

Ditambahkan dr. Dewi, era digital telah mengubah berbagai aspek kehidupan manusia. Baik aspek ekonomi, komunikasi, sosial, kesehatan dan lain sebagainya. Kemajuan digital utamanya telah membuka pintu akses setiap orang terhadap data atau informasi penting, yang semula tidak pernah mereka ketahui. Derasnya arus informasi digital juga tidak bisa dibendung. Informasi bisa berdampak negatif atau positif, sangat tergantung pada subjek pengguna informasi tersebut.

“Sebagai contoh di bidang kesehatan, dari internet masyarakat mendapat informasi tentang patofisiologi suatu penyakit, misalnya patofisiologi Covid-19, apa saja varian virus dan jenis vaksinnya, bagaimana cara pemberian vaksin, seperti apa terapi penyembuhannya dan lain sebagainya. Secara instan masyarakat memperoleh informasi dan mengubah mereka menjadi kelompok yang “mendadak pandai”, bukan lagi orang-orang yang awam info Covid-19. Mereka tidak mudah “dipuaskan” oleh informasi “superfisial” yang disampaikan petugas kesehatan yang minim knowledge. Bila merasa tidak puas, masyarakat bisa membandingkan kualitas layanan suatu Rumah Sakit dengan Rumah Sakit lainnya. Mereka menjadi mudah menyampaikan komplain di media publik. Masyarakat menjadi pihak yang sulit diberikan pemahaman jika mereka telah punya persepsi tersendiri terhadap suatu masalah, namun sebaliknya mereka bisa sangat mudah percaya terhadap suatu berita meskipun berita tersebut tidak terjamin kebenarannya (hoax). Kondisi ini menuntut kehati-hatian setiap penyelenggara jasa kesehatan. Masyarakat harus dapat dilayani dengan layanan yang cepat, berkualitas dan terpercaya,” papar dr. Dewi.

Namun demikian, dr. Dewi juga berpendapat, di sisi lain, era digital bisa menyumbangkan harta karun berharga bagi organisasi. Kemudahan memperoleh data masyarakat menghasilkan database penting yang dapat diolah dan dianalisis untuk berbagai kepentingan organisasi dan kepentingan masyarakat.

“Contohnya, data tersebut bisa menghasilkan proyeksi biaya pelayanan kesehatan, tren angka kesakitan atau kematian, survei kepuasan pelanggan dan lain sebagainya. Data digital akan membantu kami dalam percepatan pengambilan keputusan, koordinasi antar lini, meningkatkan akurasi pengambilan kebijakan dan lain sebagainya,” tambahnya.

RSUD Melek Digital. Demi mengikuti perkembangan era digital, saat ini RSUD Al Ihsan sudah meluncurkan aplikasi terbaru yaitu RSUD Al Ihsan Mobile. Yakni aplikasi android yang memudahkan pasien untuk mengakses layanan kesehatan RSUD Al Ihsan. Fitur utama aplikasi ini adalah pendaftaran online yang sudah diintegrasikan dengan rujukan Pcare BPJS Kesehatan. “Kami juga memiliki aplikasi yang memudahkan keluarga pasien untuk mengecek ketersediaan ruang rawat inap,” katanya.

Terobasan baru ini sengaja dilakukan dr. Dewi karena ia menyadari kemajuan teknologi digital akan menggulung organisasi yang lambat berubah. Untuk itu RSUD Al Ihsan terus berupaya melek digital, mengikuti perubahan zaman. “Secara umum era digital telah mendekatkan jarak antara pemberi pelayanan dengan customer, dokter dengan pasien, manajemen RS dengan Vendor. Kedekatan jarak ini akan menjadi bumerang bagi Rumah Sakit yang tidak mampu menjalankan Customer Relathionship Management (CRM) yang baik. Masyarakat selalu ingin dipuaskan, oleh karenanya kita perlu mendapatkan kepercayaan di hati mereka,” jelas dr. Dewi.

Kondisi tersebut tentu menuntut tenaga kesehatan untuk terus meningkatkan kualitas keilmuan mereka, meningkatkan skill tindakan medis dan teknik berkomunikasi dengan stakeholder. dr. Dewi pun membagikan kiat menghadapi perubahan di era digital agar selalu dipercaya dan dicintai masyarakat:

1. Siap membuka diri, artinya memberi kemudahan masyarakat mengakses info pelayanan di Rumah Sakit, misalnya, jadwal layanan, jadwal dokter, waktu-waktu khusus untuk pelayanan tertentu dan lainnya, peningkatan fasilitas dan kualitas layanan seperti adanya penambahan kamar OK, ICU dan dokter spesialis, mudah dihubungi (siap menerima keluhan dan memberi solusi) serta berbagai sikap keterbukaan lainnya. “Media yang digunakan adalah Instagram, Facebook maupun Tiktok. RSUD Al Ihsan memiliki tim khusus yang menangani aktivitas medsos organisasi kami,” kata dr. Dewi.
2. Membentuk komunitas, misal komunitas masyarakat Diabetes Mellitus, Hipertensi dan lain-lain. Hal ini akan menumbuhkan rasa memiliki komunitas terhadap RSUD Al Ihsan.
3. Mengedukasi masyarakat agar mampu hidup sehat dan berkualitas. Masyarakat akan bisa merasakan itikad RS menyehatkan mereka. Kegiatan ini dapat berupa seminar kesehatan untuk awam melalui tatap muka atau zoom, dengan menghadirkan para dokter ahli.
4. Meningkatkan kualitas keilmuan dan skill petugas kesehatan. Seperti para tenaga medis dan paramedis RSUD Al Ihsan yang senantiasa dikitutsertakan dalam program pengembangan kompetensi bersertifikat, agar tidak tertinggal oleh kemajuan ilmu pengetahuan.

“Secara pribadi, saya berupaya untuk mudah dihubungi dan menghubungi orang lain yang dipandang penting untuk menjaga komunikasi. Kemudahan ini akan mendukung pengambilan keputusan bilamana diperlukan tindakan segera. Seperti masyarakat lain pada umumnya, saya memanfaatkan gadget berupa handphone, tablet ataupun laptop, menjadi sarana berkomunikasi. Hal ini diperlukan untuk komunikasi kedinasan maupun dengan keluarga,” tambahnya.

Didikan Orang Tua dan Support Keluarga

Kesuksesan dr. Dewi dalam menjalankan tugas disadari bukan hanya berkat pengalaman dan jam terbangnya selama puluhan tahun, namun juga berkat didikan kedua orang tuanya sejak kecil. “Meski zaman dahulu orang tua saya tidak menggunakan istilah seperti integritas, komitmen dalam bekerja dan konsistensi, namun mereka selalu mengajarkan dan menanamkan arti dan makna dari tiga kunci sukses tersebut sejak saya dan saudara-saudara saya masih kecil. Tidak heran, saat ini kami bisa memiliki karier yang bermanfaat bagi masyarakat,” ujar dokter berkulit putih ini.

Selain didikan orang tua yang terus membekas, restu suami tercinta, dr. Budi M Arief, MM, juga menjadi penentu langgengnya karier yang dijalani dr. Dewi. Ia pun bersyukur memiliki suami yang juga berprofesi sebagai dokter, sehingga benar-benar memahami tugas dan kewajiban yang ia emban.

“Di Bandung, saya tinggal sendiri di rumah dinas, karena suami bertugas di Bogor, sedangkan anak pertama dan kedua, Ir Ario M Iqbal, ST MBA serta Ditto M Ikhsan, ST MSi, bekerja dan bermukim di London UK, demikian juga si bungsu dr. Sarah Shadiqa, yang sudah berumah tangga dan tinggal terpisah dengan ibunya. Karena tinggal sendirian, sehari-hari waktu saya memang lebih banyak saya habiskan untuk bekerja. Dan dengan bekerja secara all out Alhamdulillah semua bisa berhasil dan bisa nampak sekali mind set karyawan sudah sesuai dengan goal Rumah Sakit,” ungkap dr. Dewi.

Meski terpisah jarak dan waktu, namun baik dr. Dewi dan suami, maupun dengan anak-anak senantiasa terjalin komunikasi yang intens. “Hampir setiap hari saya, suami dan anak-anak selalu berkomunikasi via Whattsap baik pesan tulis, audio maupun video, meskipun kami terpisah kota dan negara. Namun setiap hari kami dapat mendengar kabar kegiatan mereka. Alhamdulillah, kami saling support,” ungkap dr. Dewi yang rutin pulang ke Bogor kala weekend atau bergantian sang suami yang menemaninya di Bandung.

Di masa mendatang, dr. Dewi berharap dapat berkumpul dengan keluarga di kota yang sama sehingga dapat selalu bertemu.

Info Lebih Lanjut:
RSUD Al Ihsan
Jl. Kiastramanggala, Baleendah
Kab. Bandung, Jawa Barat
Twitter : @rsudalihsan
Facebook : Rsud Alihsan
WhatsApp : 0811-2241-000 (no call)

Bagikan:

Bagikan: