MajalahInspiratif.com, Jakarta – Pernah tersangkut kasus hukum akibat kurang memahami aturan dalam bisnis, bukan hanya membuat Widyasanti harus merelakan barang dagangannya disita aparat, tapi juga terpaksa menelan kerugian hingga milyaran rupiah. Saat mencoba untuk bangkit, ia pun memulainya dari angka minus karena utang yang bertumpuk. Mengandalkan Allah SWT, perempuan asal Makassar ini pun menguatkan hati untuk berjuang sendiri di tanah kelahirannya. Pengalaman di masa lalu pun dijadikan pembelajaran agar tidak lagi melakukan tindakan yang dapat merugikan siapa pun. Kini, baginya keberkahan bisnis lebih utama ketimbang sekadar mengejar keuntungan.
Bagi seorang Widyasanti, dunia bisnis bukanlah hal yang asing. Rutinitas berdagang seakan telah mendarah daging dalam jiwanya. Karena selain kedua orang tua, hampir semua keluarganya menekuni profesi sebagai pelaku usaha. Sejak belia, perempuan cantik yang akrab disapa Widya ini, bahkan telah berani menjalankan bisnis sendiri di kampung halamannya, Sengkang-Makassar.
“Sejak gadis saya sudah punya bisnis sendiri. Belanja berbagai macam produk fashion di Pasar Tanah Abang Jakarta, kemudian dijual di Sengkang. Jadi sudah biasa bolak-balik Jakarta-Makassar,” terang perempuan kelahiran Makassar, 26 Juni, saat ditemui tim Inspiratif di kediamannya kawasan Kebon Kacang, Jakarta Pusat.
Pelajaran Hidup. Tahun 2010, setelah menikah Widya diboyong suaminya ke Ibukota Jakarta. Keduanya sepakat membangun bisnis yang memproduksi dan menjual baju-baju khusus muslim. Ketidakpahaman Widya dan suami akan aturan hukum dalam dunia bisnis, membawa mereka menggunakan merek yang sama dengan sebuah brand yang telah terkenal, agar lebih mudah diterima pasar.
Bisnis tersebut pun terbilang suskes, karena mampu menggaet banyak customer. Namun, di tahun ke-5 aparat mulai mengendus plagiarisme yang dilakukan Widya. Walhasil, bisnis yang dijalankan terpaksa gulung tikar. Karena selain barang-barang hasil produksi bernilai milyaran disita petugas, sang suami pun turut diamankan akibat kasus pelanggaran hak cipta.
“Kejadian tersebut membuat saya shock dan sempat vacuum selama 4 bulan. Namun, saya menyadari ini semua merupakan teguran dari Allah SWT atas kekeliruan yang kami lakukan. Kami jadikan sebagai pelajaran hidup untuk lebih berhati-hati dalam menjalankan bisnis dan tidak melakukan hal-hal yang dapat merugikan siapa pun. Baik itu competitor maupun customer,” tutur Widya, lirih.
Tahun 2015, Widya memutuskan untuk kembali ke kampung halaman dan mencoba bangkit dari keterpurukan. “Saat itu, saya bukan memulai bisnis dari nol tapi minus. Sebab ada utang bernilai milyaran rupiah yang harus saya lunasi,” kenangnya.
Beruntung, semasa gadis Widya mampu menyisihkan sebagian keuntungan yang didapat dari bisnis untuk dibelikan sebidang tanah. Aset itulah yang kemudian ia titipkan kepada bank sebagai jaminan pinjaman. Dana segar tersebut kemudian ia jadikan modal membangun bisnis fashion muslimah.
“Alhamdulillah, saya masih bisa bangkit dan berdiri sendiri melunasi semua utang. Kebetulan Mertua memiliki sebuah ruko yang bisa dijadikan outlet. Di tahun ke-5 saya mulai jenuh karena bisnis yang stagnan. Akhirnya, suami mengajak kembali hijrah ke Jakarta dan membangun brand sendiri,” tutur Widya.
Lika-liku Bisnis. Membangun brand baru dengan nama Widya, ternyata bukan perkara mudah. Bisnis yang memproduksi dan menjual fashion khusus kaum hawa ini ternyata tidak berjalan sesuai harapan.
Di tengah kegundahan hati, Widya terinspirasi menggunakan sebuah nama yang diambil dari asmaul husnah dan merupakan penggalan ayat dari surah Yasin, yakni Azizil. Dengan keyakinan penuh akan pertolongan Allah SWT, brand Azizil Fashion kian diterima pasar. Bahkan hasil produksinya selalu laris diburu customer yang juga menjadi reseller-nya.
“Alhamdulillah, tiap kali meluncurkan series baru, laris hingga ribuan pieces diborong reseller dengan sistem pembelian PO (pre order). Bahkan ada beberapa desain yang selama 2 tahun berturut-turut kami produksi ulang karena tingginya permintaan,” ungkap Widya, bersyukur.
Liku-liku bisnis kembali dirasakan Widya saat badai pandemi COVID-19 menerjang. Sepinya permintaan tidak sebanding dengan banyaknya jumlah produksi. Di masa itu, penurunan omset yang harus dirasakan Widya hampir mencapai 75%. Bahkan barang yang tersedia terpaksa dijual hingga setengah harga.
“Kami tidak bisa menghentikan produksi apalagi mengistirahatkan karyawan, karena tidak mudah mencari penjahit yang bisa bekerja sesuai standar produksi Azizil Fashion. Saat itu saya tidak memikirkan untung-rugi, tapi bagaimana modal yang ada bisa kita putar terus. Dan saya berprinsip kalau berbisnis takut rugi yaa.. jangan berbisnis, jadi karyawan saja. Sebab dalam bisnis ada masa-masa di mana kita terpaksa menelan kerugian. Tapi keuntungan yang bisa diraup itu luar biasa. Jadi dalam bisnis, ketika naik bisa naik sekali tapi saat turun bisa sampai terjerembab,” ujar Widya, yang lebih memilih membobol tabungan untuk membiayai operasional Azizil Fashion dibanding merumahkan karyawan.
Agar bisa bertahan, Widya pun meluncurkan produk-produk fashion yang tetap diburu reseller di tengah pandemi, seperti masker scuba dan daster. “Selama masa COVID-19, masker scuba bertuliskan label Azizil bahkan laku hingga ribuan pieces,” imbuhnya.
Sistem Keagenan dan Reseller. Sejak awal dirintis, Azizil Fashion lebih banyak dijual secara grosir kepada reseller atau pun agen besar. Media sosial berupa Instagram dan Facebook pun jadi andalan Widya dalam memamerkan fashion terbaru yang akan diproduksi massal.
“Cukup membeli produk minimal 1 serie sebanyak 6 pieces, sudah bisa menjadi reseller dan mendapat potongan harga sebesar Rp 10 ribu per piece. Demikian juga untuk agen besar dengan pembelian minimal 100 pieces. Saat ini kami sudah memiliki ratusan reseller yang tersebar di daerah-daerah di Indonesia, terutama di Sulawesi dan Sumatera,” imbuh Widya.
Agar tidak masuk ranah pasar agen maupun reseller, Widya tidak memasarkan produk Azizil Fashion di market place atau e-commerce. Pembelian langsung dari end user biasanya juga diarahkan ke agen atau reseller terdekat. Para partner bisnis Azizil Fashion tersebut juga diperbolehkan menjual secara online atau offline dan memasarkan produk fashion dari brand lain.
Ditambahkan Widya, hingga saat ini Azizil Fashion juga memilik offline store yang berlokasi di Tanah Abang, Jakarta Pusat. Namun, dibanding penjualan offline, pemasaran secara online lebih meroket.
Ikuti Perkembangan Tren Fashion. Penuhi permintaan kaum hawa akan kebutuhan berbusana, Azizil Fashion konsisten melahirkan kreasi-kreasi baru. Mulai dari desain gamis, mukena, set dress, setelan celana, kemeja hingga daster.
Agar tidak ketinggalan tren fashion yang tengah berkembang, Widya selalu mengamati desain-desain terbaru yang sedang booming dan digemari pasar. Setiap minggu, setidaknya ada 1-2 desain baru yang ia luncurkan.
“Kami punya tim khusus yang saya arahkan untuk update produk baru. Mulai dari motif hingga desain polanya. Untuk material bahan kami impor kain polos dari China, lalu kami print motifnya di workshop kami. Satu print-an bahan untuk 1 helai baju, celana atau gamis,” terang Widya.
Demi menciptakan desain baru, Widya biasanya mencari inspirasi dengan berselancar di dunia maya. Rancangan dari beberapa brand kemudian ia padukan sehingga melahirkan satu desain yang berbeda. “Hampir setiap hari, saya tidur di atas jam 1 pagi. Mencari inspirasi untuk desain terbaru Azizil Fashion di internet. Besoknya, saya minta tim untuk merepresentasikan buah pemikiran saya itu. Tim desain grafis membuat motifnya, sedangkan bagian pola menciptakan model busananya. Jadi tanpa sketsa. Selanjutnya kami buat sample lalu tawarkan di media sosial,” papar Widya.
Selain mengikuti perkembangan trend, Widya juga tidak main-main soal kualitas bahan. Ia memilih material kain yang nyaman dikenakan customer. Pun demikian dengan pola dan cutting tiap busana, dibuat senyaman mungkin ketika dikenakan. “Soal jahitan juga selalu menjadi perhatian saya, harus rapi. Jika tidak sesuai saya minta tukang jahit kami bongkar lalu perbaiki,” tambahnya.
Sebagai ciri khas, di tiap desain busana bercorak ditambahkan tulisan Azizil sesuai warna motifnya. Sedangkan untuk produk berbahan polos seperti mukena atau kerudung, biasanya ditambahkan pin atau bros yang juga bertuliskan nama Azizil.
“Dengan kualitas produk yang selalu dipertahankan, harga yang kami tawarkan juga cukup bersaing. Inilah yang membuat Azizil Fashion kian populer dan dipilih banyak kalangan,” imbuh Widya seraya berpromosi.
Kendala Bisnis. Layaknya setiap usaha, Widya juga tak bisa lepas dari hambatan serta rintangan. Salah satu kendala yang sejauh ini ia rasakan adalah sumber daya manusia yang terkadang kurang terliti dalam bekerja. Terutama di bagian jahit, yang akhirnya menghasilkan jahitan yang tidak rapi.
“Terkadang produk yang seharusnya sudah siap jual terpaksa ditangguhkan karena jahitan kurang bagus, jadi harus kami revisi untuk perbaiki kualitasnya. Kalau ada yang bisa dibongkar maka kami minta bagian terkait jahit ulang sebagai pembelajaran agar lebih teliti dan tidak melakukan kesalahan lagi. Namun, adakalanya produk tersebut tidak dapat dibongkar, akhirnya terpaksa kami jual rugi,” ungkap Widya, lirih.
Fokus di Bisnis Fashion. Meski tak bisa luput dari hambatan, namun Widya terus bertekad mengembangankan Azizil Fashion agar semakin populer dan digandrungi kaum hawa. Untuk itu, ia pun tak berminat melakukan ekspansi bisnis di bidang lain. “Saya pernah beberapa kali mencoba terjun ke bisnis skincare, namun nyatanya gagal. Bukan berarti tidak hoki tapi karena saya kurang fokus menanganinya. Karena itulah saat ini, saya memilih untuk terus konsen di satu bidang saja, yakni fashion. Satu bidang yang memang sudah menjadi passion dan hobi saya sejak remaja,” tutur Widya.
Kiat Sukses. Diakui Widya, persaingan bisnis di bidang fashion terbilang ketat. Selain nyinyiran, tak jarang ia juga kerap menghadapi kompetitor yang menjiplak atau menjelek-jelekkan produk Azizil Fashion. Jika masih terhitung wajar dan tidak melampaui batas, Widya memilih tidak menggubris. Namun, bila sebaliknya ia tak segan memperkarakannya ke jalur hukum.
“Saya pernah melaporkan kompetitor yang menjelek-jelekkan saya dan Azizil Fashion serta menghasut para reseller untuk tidak lagi berpartner dengan kami. Hal tersebut dilakukan secara massif. Akhirnya saya laporkan kepada pihak berwajib, sebab jika saya diamkan berarti saya membenarkan fitnahannya. Karena apa yang dia sampaikan tidak benar akhirnya dia minta maaf, dan tidak berapa lama usahanya bangkrut,” terangnya.
Kepada para kompetitor, sebenarnya Widya tak segan berbagi kiat sukses. Salah satunya adalah dengan mempertahankan kualitas. “Bagaimana pun kualitas berbanding lurus dengan harga jual. Jika ingin memberikan kualitas terbaik maka harganya juga harus disesuaikan. Tapi jika ingin dijual murah, otomatis kualitas yang ditawarkan juga apa adanya. Dan saya menyakini masyarakat sudah paham ada harga pasti ada kualitas,” pungkas Widya.
Bukan Tipikal Owner yang Nge-bossy
Hingga saat ini, Widya sudah mampu mempekerjakan 40 orang karyawan. Selain gaji bulanan yang memadai, setiap karyawan juga disediakan makan dua kali sehari. Bahkan beberapa karyawan yang berasal dari daerah juga disediakan kamar untuk beristirahat, yang menyatu dengan kediaman Widya sekaligus workshop Azizil Fashion.
Tak heran, selama jam operasional Widya juga ikut mengerjakan apa yang dikerjakan crew Azizil Fashion. “Saya terbiasa berbaur dengan karyawan, jadi ketika mereka tengah sibuk kerja saya pun sama. Tidak sekedar memberikan perintah apalagi nge-bossy,” tekan Widya.
Umroh Gratis. Tak hanya memberikan gaji yang memadai, Widya juga senantiasa memberikan apresiasi positif kepada para karyaan Azizil Fashion. Setiap tahun selain THR sebesar 1 bilan gaji, ia juga memberangkatkan umroh gratis kepada 1 orang karyawan. Baginya, hal tersebut merupakan sedekah. Dan Widya menyakini sedekah terbaik adalah kepada orang-orang terdekat.
“Alhamdulillah, hingga saat ini tidak ada yang resign dari Azizil Fashion. Bahkan ada yang sudah ikut kami selama 8 tahun. Karena selain gaji bulanan dan makan 2 kali sehari, mereka juga libur setiap hari Minggu layaknya pekerja kantoran,” ujar Widya.
Ditambahkan Widya, tidak ada standardisasi pendidikan khusus yang ia berlakukan kepada para karyawan. Namun, ia mewajibkan mereka bersikap jujur. “Bagi saya, kejujuran merupakan harga mati. Saya pernah meng-cut karyawan karena kedapatan memberikan harga di bawah standar tanpa sepengetahuan saya. Suatu hal yang tentu saja merugikan Azizil Fashion,” terang Widya.
Sempatkan Waktu Membersamai Buah Hati
Di tengah kesibukan bisnis, Widya berupaya untuk tetap menjalankan perannya sebagai ibu dari putri semata wayangnya, Nur Azizil. Saat jam makan, ia bahkan menyempatkan diri untuk menyuapi sendiri putrinya. Kala senggang, Widya juga memasak menu-menu favorit sang suami.
“Alhamdulillah, apa pun menu yang saya masak suami suka. Ia juga tidak mengharuskan saya memasak karena memahami kesibukan kami mengurus Azizil Fashion. Untuk putri kami yang saat ini berusia 4 tahun dan sudah bersekolah di Taman Kanak-kanak, setiap hari saya sempatkan menyiapkan bekalnya,” tutur Widya.
Setiap hari Minggu, Widya dan suami juga mengajak putri cantik mereka menikmati family time dengan rekreasi atau sekadar bermain di play ground mall. “Moment jalan-jalan ke mall bukan hanya saya manfaatkan untuk refreshing, tapi juga mencari inspirasi untuk melahirkan desain baru. Jadi sambil menyelam minum air,” tambahnya seraya tertawa.
Kedepankan Pendidikan Agama. Memiliki anak merupakan penantian panjang Widya dan suami. Keduanya bahkan harus menunggu hingga 10 tahun pernikahan untuk mendapatkan kepercayaan dari Allah SWT. Seakan tak ingin menyia-nyiakan amanah, Widya dan suami senantiasa mencurahkan kasih sayang dan perhatian kepada putri cantik mereka.
Dalam membersamai tumbuh kembangnya, Widya juga selalu memberikan yang terbaik terutama dalam hal pendidikan. Keduanya sepakat mengedepakan pendidikan agama yang dinilai menjadi pondasi sang anak di masa yang akan datang. “Bagi kami, pendidikan agama itu pokok utama yang harus kita tanamkan kepada anak. Sebab, jika pondasi agamanya kuat maka ia juga kuat. Sejak dini ia juga kami ajarkan untuk selalu mengandalkan Allah SWT dalam hal apa pun,” ucapnya, bijak.
Sebagai orang tua, Widya tidak menjadikan buah hatinya sebagai aset yang kelak wajib berbakti kepadanya di masa tua. Bagi perempuan dengan raut wajah mirip Aurel Hermansyah ini, anak adalah investasi yang setiap tumbuh kembangnya harus menjadi perhatian utama. “Buat kami, anak adalah investasi. Karena itu kami berupaya untuk memberikan yang terbaik. Anak juga penyemangat yang membuat saya lebih kuat menjalani kehidupan. Saya harus hidup untuk anak saya dan harus bahagia untuk anak saya. Karena saya ingin anak saya bangga dengan saya,” ujar Widya, haru.
Kelak, Widya pun tidak memaksa buah hatinya menjadi penerus dari bisnis yang ia bangun. Karena baginya, setiap anak memiliki hak untuk memilih jalan hidup. Tugasnya sebagai orang tua hanya mengarahkan dan mendukung cita-cita buah hati. “Saya tidak mau terlalu menekan anak. Ketika besar nanti ia ingin menjalankan usaha atau pekerjaan yang sesuai hobinya maka akan kami dukung. Sebab, menjalani usaha atau pun karier itu sepatutnya sesuai dengan apa yang kita suka. Agar kita lebih enjoy dan tidak mudah stress,” tekan Widya yang rela bekerja keras demi memberikan pendidikan serta kehidupan terbaik bagi putri tunggalnya.
Kemandirian Bagi Perempuan adalah Harga Diri
Lahir dalam keluarga pekerja keras, menempa jiwa dan raga Widya untuk tumbuh menjadi perempuan mandiri. Diyakininya, kemandirian membuat ia mampu hidup sendiri tanpa bergantung pada orang lain. “Bagi saya, kemandirian itu 100% penting untuk kita miliki. Karena hal tersebut adalah harga diri perempuan. Dan saya melihat zaman sekarang perempuan memang diharuskan untuk mandiri, menjadi Kartini Indonesia. Sebab, kita hanya bisa mengandalkan diri sendiri dan tentunya Allah SWT,” jelas Widya.
Ditambahkan Widya, dengan kemandirian yang dimiliki kaum perempuan, maka ia bisa lebih bermanfaat bagi sesama. Sehingga bisa lebih berdaya dan mampu berbuat banyak kebaikan.
Menjadi perempuan mandiri dengan bisnis yang dijalankan, juga membuat Widya terbebas dari tekanan. Apalagi bisnis yang dilakoni begitu ia minati, sehingga tak membuatnya stress. “Sebagai pengusaha waktu saya justru lebih fleksibel. Selain meluangkan waktu untuk keluarga dan me time, saya juga masih bisa kumpul bareng teman-teman arisan yang setiap bulan biasa digelar di mall. Namun, semuanya memang butuh proses. Dan orang yang tidak mau berproses berarti ia tidak mau berkembang,” tegas Widya.
Info Lebih Lanjut:
Azizil Fashion
PGMTA lt. 3 Blok B No. 127
Tanah Abang, Jakarta Pusat
Instagram : azizil-fashion
Whatsapp : 0812 1977 5351