Konselor Laktasi, Konsultan Menggendong, Konselor MPASI Owner ForMama, Platform Belajar untuk Ibu Muda Agar Lebih Berdaya

Stephanie King, Mengedukasi Para Ibu Agar Cerdas Menghadapi Apapun Persoalan Bayi

Bagikan:

MajalahInspiratif.com, Jakarta – Sesuatu yang tampaknya mudah karena berpikir bisa berjalan secara naluriah dan alamiah, ternyata butuh skill, pemahaman, dan langkah-langkah tertentu untuk hasil yang baik.  Seperti aktivitas meyusui yang bagi sebagian besar ibu-ibu, terutama ibu-ibu muda, yang menganggap itu mudah dilakukan dan otomatis pasti bisa, nyatanya tidak segampang itu.

Stephanie King, sebelum menjadi Konselor Laktasi, Konsultan Menggendong, Konselor MPASI, dan membangun ForMama, sebuah platform belajar untuk ibu baru agar lebih berdaya, telah merasakan dan mengalami berbagai persoalan menyusui. Karena itulah ia tergerak untuk belajar secara khusus tentang semua hal yang berkaitan dengan aktivitas menyusui bayi secara benar, bahkan hingga ke beberapa negara di Eropa dan Amerika. Stephanie yakin, begitu banyak para ibu, terutama ibu-ibu muda, yang merasakan kesulitan yang sama dengan dirinya, tapi tidak tahu harus bagaimana dan ke mana mencari pencerahan.

“Awal-awalnya itu saya lagi hamil anak ke-3, waktu itu informasi-informasi seputar ibu hamil, melahirkan, dan menyusui masih sangat terbatas, tidak seperti era internet sekarang ini. Saat itu saya merasa tidak mendapat support informasi adalah hal yang biasa-biasa saja. Dulu setelah melahirkan anak pertama dan kedua saya mengalami kesulitan untuk menyusui, dan saat itu saya sempat ke konselor laktasi. Ketika diarahin dan ditunjukin caranya oleh Konselor itu bisa, tapi setelah sampai di rumah tidak bisa lagi, saya pun bingung, akhirnya saya jalanin saja dulu,” kenang wanita cantik kelahiran Jakarta, 9 Mei, yang hobi bermain bersama anak dan travelling ini.

Pada saat melahirkan anak ketiga, Stephanie tetap merasakan dan mengalami kesulitan dalam hal menyusui, meskipun informasi sudah cukup banyak bisa didapat dari berbagai sumber. Ia merasa masih ada yang kurang, dan belum sepenuhnya mendapat support yang diinginkan. Tekad dan niatnya pun semakin kuat untuk terus mendalami  dan mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan menyusui.

“Pas anak ketiga ini, sudah 10 tahun berlalu dari kelahiran anak kedua, kendalanya tetap sama tidak ada perubahan, dan saat itu informasi sudah ada tapi support yang saya bayangkan tidak ada. Saya pun berpikir, kalau saya merasa seperti ini mungkin banyak juga ibu-ibu lain yang merasakan hal serupa.. jadi akhirnya saya belajar, ambil sertifikasi di Amerika selama 1,5 tahun. Karena waktu itu saya tidak tahu akses belajar di Indonesia, apalagi saat itu masih pandemi. Ternyata karena pandemi, pelatihan konselor di Indonesia vakum atau tidak aktif dulu,” lanjut ibunda dari Samantha Aimee Ferdinan, Isabel Zoe Ferdinan, Oliver King Ferdinan ini.

Apa yang didapat Stephanie selama belajar kemudian ia sampaikan dalam bentuk edukasi di Instagram miliknya. Ia yakin, problem yang pernah dialaminya juga dirasakan dan dialami banyak ibu lain, karena itu materi-materi yang disampaikannya sangat related dengan ibu-ibu di Indonesia dengan problem menyusui yang mereka hadapi.

“Jika pada waktu itu saya tidak mengalami problem seperti itu, mungkin susah untuk memahami,  susah juga untuk berempati karena tidak merasakan, yang segampang orang-orang bilang ‘..cuma begitu doang masa tidak bisa sih, tidak mungkin tidak bisa menyusui, Tuhan sudah menciptakan semua itu pasti bisa…’  tapi pada kenyataannya tidak sehitam putih itu, memang proses menyusui itu hal yang natural tapi harus ada proses pembelajarannya juga,  bayi keluar dari dalam rahim itu tidak bisa langsung bisa menyusui kadang situasi kondisi ibunya pasti berbeda-beda,  ada ibu yang memiliki support tidak stres,  dan ada juga ibu dengan riwayat kesehatan tertentu..  ibu yang stress tidak dapat support dari keluarga itu bisa mempengaruhi ibu yang sedang proses menyusui, jadi tidak selalu bisa otomatis,  dan tidak segampang itu apalagi jika ibu-ibu juga kurang mendapatkan informasi mengenai hal itu,” jelas Stephanie dengan gamblang.

Stephanie  melihat, pada saat hamil ibu-ibu itu memilki banyak waktu untuk belajar, mencari informasi, juga edukasi terkait menyusui, tetapi mereka tidak tahu bahwa menyiapkan diri dengan edukasi menyusui itu penting. Makanya ketika sudah melahiran, ibu-ibu tersebut kaget mendapatkan problem seperti bayi mengantuk terus-terusan dan susah dibangunkan, pelekatan bayi kadang terlepas, bayi menggigit terus,  dan masih banyak lagi.

“Banyak challenge yang mungkin ibu-ibu itu kurang paham sebelumnya, saya juga sempat mengalaminya waktu itu, jadi bisa relate saya share ke ibu-ibu di seluruh Indonesia di mana pun berada, melalui konten edukasi. Kemudian setelah 1,5 tahun tersebut dan setelah lulus, saya juga akhirnya mengembangkan sayap ke persoalan menggendong dan memijat bayi,” ujar istri dari Ferdinan ini bersemangat.

Menggendong dan Memijat Bayi

Menurut Stephanie menggendong dan menyusui bayi itu dua hal yang saling berhubungan. Ketika menggendong bayi menjadi dekat dengan ibunya dan lebih gampang menyusui, jadi ibunya bisa mengetahui kapan bayi lapar,  dan bayi juga karena merasa dekat dengan ‘dapurnya’ sehingga bisa menyusu kapan saja, dan efeknya bisa merangsang menaikkan produksi ASI ibunya.

Lebih dari itu, dengan menggendong bayi, bisa mempermudah para ibu untuk mengerjakan hal-hal lain seperti melakukan pekerjaan rumah. Menurut Stephanie menggendong bayi dengan babywearing memungkinkan si ibu bisa sambil mengerjakan perkerjaan lain dengan kedua tangan. “Jadi bayinya digendong secara ergonomis, artinya kita tidak perlu memegang badan bayi, sedangkan sebelumnya ibu-ibu menggendong itu kan kalau pakai kain dan bayinya tidur, kita harus tetap memegang minimal pakai  satu tangan, nah.. kalau seperti itu kan susah kalau mau ngapa-ngapain,  jadi babyware ini menggunakan gendongan sebagai alat bantu supaya tangan kita bisa bebas bergerak dan bayinya berada dalam posisi yang aman dan nyaman. Jadi ibu dan bayinya  merasa nyaman.”

Begitu pun dengan memijat bayi. Bayi yang baru lahir, jelas Stephanie, bisanya dengan problem yang sepaket . Tidak hanya persoalan menyusui, tapi bayi juga biasanya rewel, tidur tidak nyenyak, perut kembung, dan lain-lain. “Melihat persoalan yang sepaket itu, saya merasa memang harus mengembangkan ilmu ke pijat bayi karena pijat bayi itu berguna untuk membuat bayi lebih relaks dengan problem yang ada seperti kembung atau pun tumbuh gigi dan lainnya. Juga akan memudahkan si ibu, apalagi kalau dipikir-pikir daripada setiap waktu pergi ke baby massage and spa dengan mengeluarkan biaya sangat banyak dan mahal, jadi saya mau mengajarkan orang tua itu untuk dapat memijat bayinya sendiri,  problem yang dihadapi bayi itu bisa diatasi sendiri dengan bantuan pijatan.”

Stephanie memberikan materi-materi edukasi tersebut sambil ia sendiri belajar memperdalam ilmu hingga ke beberapa negara di mancanegara. Ia  belajar tentang laktasi di Amerika, menggendong bayi di beberapa sekolah, antara lain di UK, Inggris, Amerika, Australia, dan yang terakhir ini di Jerman yang masih berjalan sampai sekarang.

“Jadi sekolahnya berbeda-beda, di tiap sekolah pendekatan, penekanan, dan pendalaman belajarnya berbeda-beda, ada yang pendekatannya lebih ke teknik menggendong, posisi menggendong, dan itu menggunakan dokter medis juga. Terus juga bagaimana menggendong bayi, bisa membantu orang tua, jadi lebih ke psikologisnya..  itu sekolahnya 6 jam per hari,  dan karena ini sekolah untuk pengajar jadi belajarnya dibikin grup, terus kita ngajarin teman, caranya gimana,” jelas Stephanie.

Tiada Henti Belajar

Fokus mendedikasikan hidup untuk mengajar dan belajar, merupakan panggilan jiwa dan passion Stephanie. Ia tipikal pribadi yang sangat suka belajar, apa saja dipelajarinya. Terutama karena dari dulu konsentrasinya pada persoalan-persoalan bayi, seperti menyusui, menggendong, pijat bayi, dan lain-lain,  sehingga tiada lelah ia memperkaya diri dengan ilmu dan informasi.

“Banyak banget yang saya pelajari,  sekarang ini saya lagi belajar mengenai tongue tie dan lip tieTangtai adalah kondisi bayi yang kalau membuka mulut tampak tali-tali lidahnya pendek dan pinggiran bibir yang rapat,  sehingga susah mangap dan lidahnya tidak bisa menjulur jauh,  pengaruhnya kalau menyusu tidak bisa maksimal. Tangtai ini saya lagi pelajari di Amerika,  dan materinya lumayan komprehensif, karena sangat medis dan karena saya hanya sebagai konselor, saya tidak bisa mendiagnosa bayinya, yang saya lakukan nanti setelah selesai studynya, hanya bisa memberikan edukasi dan pencerahan kepada orang tua bayi, kalau ada kondisi seperti itu misalnya, disarankan ke tenaga medis yang profesional,” urai Sarjana Ekonomi ini.

Kedepan, Stephanie berencana kembali belajar mengenai Bodyworks setelah selesai belajar mengenai tongue tie. Menurutnya, bayi pun bisa stress dan kalau sudah stress badan bayi bisa kaku dan bisa menghambat proses menyusui. Bodyworks mirip dengan terapi, jadi bayi diterapi supaya badannya lebih lemas tidak kaku sehingga mempermudah proses menyusui.  Karena bayi yang mengalami tongue tie badannya kaku tidak bisa bergerak bebas.

Sejak awal berkecimpung dalam dunia kaum ibu dan anak ini, perempuan dengan motto ‘Every journey is different and that’a okay’ ini memiliki misi: membantu ibu menyusui dengan santai dan stress free. Bukan hanya dengan edukasi tapi juga pendekatan personal dan support emosional bahwa seorang ibu yang sedang mengalami kesulitan bukan berarti ia ibu yang lemah atau gagal, ibu yang sedang merasa lelah bukan berarti ia tidak bersyukur dengan keadaannya. “Saya berharapan bisa menumbuhkan rasa percaya diri dan meningkatkan rasa pemberdayaan diri ibu-ibu muda tersebut,” imbuhnya.                                                  

Dan sebagai Konselor Laktasi, Stephanie juga terkenal dengan semboyan remove milk to make milk, untuk mempermudah dalam proses pembelajaran para ibu. Melalui konten edukasi menyusui yang dibagikan, ia bersyukur ternyata tidak sedikit para ayah yang mau belajar juga dengan harapan dapat membantu istrinya untuk melewati masa postpartum dengan baik.

Perempuan Semakin Diperhitungkan

Khusus di bulan peringatan perjuangan RA Kartini ini, bagi Stephanie sangat spesial. Sebagai perempuan ia merasa sekarang sudah sangat jauh lebih baik dari dulu. Perempuan sudah bisa memiliki karier yang baik,  posisi yang baik,  sekolah setinggi-tingginya, bisa berkarya, kehidupan yang lebih baik,  terutama di masa pandemi yang lalu, keluarga bisa survive juga karena peran seorang wanita, ibu,  istri. Ketika suami di-PHK peran seorang istri  atau ibu bisa mengandalkan kemampuannya untuk berusaha bagaimana bisa menopang hidup keluarga. Karena wanita lebih tahan banting, cerdik, pintar, sehingga bisa diandalkan.

Ke depan, Stephanie akan lebih giat lagi dengan aktivitas mengajar, terutama mengaktifkan belajar kelas offline. “Kemarin-kemarin kan saya ngajar online ya, jadi sekarang saya mau aktifkan belajar kelas offline, dan akan bikin Kelas Laktasi juga secara offline.  Juga setiap dua bulan sekali ada workshop online jadi saya mengajari orang tua dengan memberikan modul-modul yang mereka bisa pelajari dan ada sesi tanya jawabnya,” ujar Stephanie yang masih bisa me time walaupun itu hanya sekadar ngopi di rumah.

Bagikan:

Bagikan: