Anggota DPD/MPR RI Bali

Dr. Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna Mahendradatta Wedasteraputra: Pendukung Militan Jokowi di Senayan

Bagikan:

MajalahInspiratif.com, Jakarta – Bagi Dr. Shri I Gusti Ngurah Arya WedakarnaMahendradattaWedasteraputra Suyasa atau popular dengan nama Arya Wedakarna, sosok pemimpin sejati tidak cukup dibentuk dalam waktu singkat, tetapi harus ditempa bertahun-tahun. Seorang Pemimpin juga harus berpendidikan dan berwawasan luas. Sehingga memiliki jiwa leadership yang mampu mengayomi dan berani menyampaikan aspirasi meski mengundang kontroversi. Perjuangan putra daerah Pulau Dewata ini juga tak sebatas kata, ia membangun beberapa museum, institute dan instansi ekonomi yang bermanfaat bagi masyarakat luas dari dana pribadi. Baru-baru ini, sosok muda berjuluk The King Makeryang pernah bergelar sebagai RektorTermuda inijuga sukses memproklamirkan Arak Bali legal di Kancah Internasional untuk pertama kalinya.

Darah pemimpin memang mengalir deras dalam tubuh Arya Wedakarna. Selain keturunan Raja Badung Tegeh kori, Bali, Sang Ayah, Shri Wedastera Suyasa, merupakan Ketua Partai PNI Marhaenisme yang dikenal dekat dengan mantan Presiden RI, Ir. Soekarno. Tak heran, bila sejak belia jiwa kepemimpinan telah ditanamkan dalam jiwa lelaki yang kini duduk di bangku senator perpolitikan Indonesia ini.

“Perjalanan saya hingga sampai di titik yang mungkin sebagian orang menganggap prestasi, menjadi pejabat negara seperti sekarang tentu bukan perjalanan yang mudah. Karena bagi saya seorang pemimpin itu harusnya diciptakan melalui proses tempaan dari alam, dari para mentor politik dan sebagainya. Kebetulan saya lahir dari keluarga politik dan almarhum Ayahanda sahabat perjuangan Soekarno. Ada kewajiban untuk mengambil jalan hidup didalam kepemimpinan,” cerita sosok yang dikenal dengan sapaan AWK ini.

Jiwa leadership AWK kian terasah manakala sepanjang melanjutkan kuliah S1 di Trisakti, Jakarta, serta Pasca-Sarjana dan Ph.D di Universitas Satyagama, ia selalu terlibat dalam organisasi kemahasiswaan.
“Saya juga pernah mengenyam pendidikan di MLC MelbourneLanguange Center dan juga lulusan IVLP Washington Amerika Serikat. Dalam perjalanan menuntut ilmu saya aktif dalam organisasi mahasiswa seperti Kesatuan Mahasiswa Darma Indonesia (KMHDI). Hingga kemudian ikut organisasi politik dan telah menjadi ketua partai di umur 21 tahun,” tuturnya.

Karier AWK di dunia politik dimulai pada Pemilu 2004, lalu berlanjut ke Pemilu 2009, 2014 dan 2019. Ia pernah mengajukan diri sebagai calon anggota legislatif (caleg) tingkat DPR hingga kemudian berjuang di DPD. “Boleh dibilang separuh hidup saya sudah didunia politik, dengan pengalaman kurang lebih 21 tahun, yang menurut orang sudah matang pengalaman,” tambahnya.

Puluhan tahun menapaki kancah politik bukan hanya menambah pengalaman dan wawasan AWK, tapi juga mempertajam intuisinya. Karena seiring berjalan waktu ia kian mampu menilai siapa saja yang setia pada perjuangan dan sebaliknya.

“Perjalanan ini diwarnai dengan suka-duka dan dilalui dengan keringat, air mata serta darah. Tetapi buat saya itu semua adalah risiko ketika kita memilih untuk menjadi pemimpin politik. Mungkin kalau kita mau nyaman cukup menjadi raja di daerah sendiri lebih mudah. Akan tetapi bukan itu tujuan hidup saya. Saya ingin menjadi pemimpin politik, oleh sebab itu harus ikut bertarung. Tapi kalau puas menjadi tokoh, itu pilihan. Dan membentuk seorang pemimpin bukan pekerjaan sehari-semalam, prosesnya kurang lebih 22 tahun,” tekannya.

Prestasi AWK sebagai leader yang cinta damai, membawanya dipercaya sebagai Duta Besar Perdamaian UPF di Nepal. Ia juga sempat menjabat sebagai AlumnyJenesys Tokyo Jepang dan Duta Besar UMKM Dunia yg berbasis di San Morino, Italy. Sosok kharismatik ini bahkan dianugerahi gelar ARJUNA dari KarnatakaBanglore India dan Warga Kehormatan Amerika Serikat di Pensacola Florida-USA.
Saat ini, selain masih aktif di Forum Raja Sultan Nusantara, AWK juga masih menjabat sebagai Sekjen DPP Gerakan Pemuda Marhaenis (GPM) dan PenglingsirPasemetonan Agung Nararya Dalem Benculuk Tegeh Kori di Bali yg merupakan bagian dari Dinasti Raja Badung.

Tokoh Pendobrak. Nama AWK makin dikenal luas setelah pernyataan-pernyataannya yang kerap mengundang kontroversi. Namun, hal tersebut bukan senjatanya untuk mencari sensasi apalagi popularitas. Melainkan demi memperjuangkan kebenaran dan menjaga tatanan yang selama ini telah terbentuk di masyarakat.

“Saya menyadari saya menjadi tokoh revolusioner, akan ada konsekwensi yang harus saya hadapi. Namun, perjuangan dan pengorbanan yang saya lakukan ini belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan tokoh sekaliberBung Karno. Beliau menjadi pemimpin melalui perjuangan. Pernah dibuang, dipenjara bahkan dicoba untuk dibunuh hanya untuk membela kemerdekaan. Demikian juga dengan apa yang dialami Pak Jokowi, orang sebaik beliau sering kali difitnah, di-bully dan didemo. Bahkan keluarganya juga difitnah, tapi beliau tetap sabar. Berbeda dengan saya, saya tipe orang yang berani menghadapi siapapun yang saya anggap tidak benar. Mau itu menteri, gubernur, walikota, bupati,akan saya hadapi dengan logika. Dan bagi saya kontroversi itu harus, karena masyarakat mengenal kita dari kekuatan kita berbicara. Dan dalam politik ada tingkat popularitas dan elektabilitas. Itu sah-sah saja selama didasari hokum yang jelas ,” tutur AWK.

Mantan Cover Boy Majalah Aneka Yess 1997 ini juga tidak menyangkal, jika kepopularannya melonjak tajam setelah dirinya kerap melawan pejabat maupun Ormas yang dianggap tidak sejalan dengan kepribadian bangsa, lewat statement-statement tajamnya di berbagai media.

“Pada Pemilu 2014, suara saya hanya 178.000 tetapi di 2019 meroket hingga 742.000, naik 5 kali lipat. Jadi lawan-lawan politik saya kalah strategi. Ketika mereka melawan dan mendemonstrasi saya, secara politik itu menguntungkan. Sebab masyarakat justru berbalik simpati lalu mengikuti saya. Contohnya, Pak Jokowi ketika disalahkan, difitnah malah semakin banyak yang cinta sama beliau. Kalau sekarang ada Pemilu Presiden lagi, kemungkinana suara beliauakan berlipat, yang penting diam saja, sabar dan jangan terpancing.”

The King Maker. Statement-statement kontroversi yang begitu berani dilontarkan AWK tak ubahnya dua sisi mata uang. Meski ada sisi positif yang mampu menaikkan elektabilitasnya di kancah politik, itu juga kerap menjadi tantangan bagi AWK. Namun, politikus macho ini punya trik khusus untuk menghadapinya.

“Yang terpenting fokus saja pada tujuan kita. Suatu masalah tidakakanmenjadi masalah kalau kita berpikir lebih baik. Jadi ketika ada masalah, maka hal tersebut adalah tantangan bagaimana kita menguasai manajemen konflik. Kalau keadaan itu dianggap menjadi bagian dari cuci karma kenapa tidak? Misalnya, ketika seseorang memfitnah kita, berbicara tidak baik itu samasaja karma buruk kita dihilangkan.

Apalagi seorang pemimpin politik yang tak luput dari sorotan public. Buat saya, haters adalah secret admirer karena mereka selalukepo dengan kita,” ucap AWK.
AWK juga menilai saat ini pengaruh sosial media begitu besar. Misalnya ketika ia membuat program arak lokal legal, pemimpin lain juga mengikuti apa yang ia lakukan. “Dan ternyata banyak lawan politik yang menjadi followers saya, mereka meniru apa yang saya lakukan. Buat saya it’s ok, karena saya lebih suka menjadi seorang king makeryang bisa menjadikan seseorang menjadi pemimpin. Banyak calon Duta Besar atau anggota Dewan datang minta restu dan masukan. Termasuk kejadian beberapa waktu lalu saat saya membimbing Ibu Sukmawati Soekarno Putri pindah ke Agama Hindu, ada pengaruh dan bimbingan. Meski banyak orang menganggap hal tersebut wajar mengingat kedekatan saya dengan putra-putri Soekarno. Tetapi ketika saya mampu membimbing Ibu Sukmawati dari agama lama menjadi Agama Hindu, secara moral itu prestasi luar biasa,” ujar AWK, bersyukur.

Soekarnois Tulen. Kecintaan AWK pada sosok Bung Karno memang cukup mendarah daging. Sejak ia kecil keluarga besar telah memperkenalkannya pada sosok mantan presiden kharismatik itu. Bahkan menurut Sang Ibu, nama Karna yang ia sandang berasal dari nama Karno. “Istana Mancawarna Tampaksiring adalah kenang-kenangan dari ibunda, almarhumah Ratu Gusti Ayu Suwitry dimana beliau ini menata dengan cinta kasih berbagai barang dan foto-foto peninggalan Soekarno. Makanya ketika saya berkantor di Mancawarna ada hubungan batin antara seorang putera dengan ibunya. Ini adalah salah satu bukti cintanya keluarga kami terhadap Indonesia,” ucapnya.

Ditekankan AWK, meski saat ini Istana Mancawarna Tampaksiring menjadi kantor pribadi tempat ia menerima tamu, namun hampir semua foto-foto yang dipajang adalah foto-foto Bung Karno. “Saya ingin menunjukkan kepada Indonesia bahwasanya saya merupakan Soekarnois tulen, bukan abal-abal. Ada banyak orang yang mengaku cinta Bung Karno tapi sekedar memasang baliho. Sedangkan AWK sudah sering membaca DBR (Di Bawah Bendera Revolusi) maupun biografi Bung Karno,” tekannya.

Sejauh ini, selain membangun Perpustakaan Bung Karno yang mengoleksi puluhan ribu judul buku tentang Soekarno, AWK dan keluarga telah mendirikan 8 museum dan institute yang menyimpan barang-barang sejarah peninggalan Soekarno.

“Kita me-maintenance dan membiayai perawatan barang-barang peninggalan beliau. Karena kami keluarga Soekarnois tulen. Atas persetujuan putera-puteri Bung Karno, kini Istana Mancawarna Tampaksiring dijadikan sebagai The Soekarno Center. Dan selama 32 tahun kami mengamankan semua barang pusaka Soekarno. Makanya kalau saat ini saya bisa menjabat dan keluarga saya sukses, mungkin karma kita 32 tahun ditekan Orde Baru, sekaranglah meledak dan bisa menata. Dulu Bung Karno dijatuhkan oleh Soeharto lewat Gerakan Mahasiswa Tahun 66, akhirnya Soeharto dijatuhkan dengan Gerakan Mahasiswa Tahun 98. Is all about karma saja, dan saya bangga menjadi Soekarnois. Ada 2 museum lagi yang akan saya dirikan, dan saat ini saya sedang bangun kolam naga terbesar dan istana terbesar di Bali yang akan menjadi simbol Majapahit dan Bali. Dan semua tanpa APBN atau uang rakyat,” tegas AWK.

Sabdo Pandito Ratu

Pandemi Covid-19 yang mengguncang hampir seluruh aspek kehidupan menjadi ujian bagi banyak orang. Keterbatasan bersosial membuat roda perekonomian sulit berjalan normal. Akibatnya, banyak perusahaan terpaksa merumahkan karyawan, yang membuat angka pengangguran bertambah.

Di masa-masa sulit tersebut, para pejabat yang turun membantu rakyat bisa dihitung dengan jari. Ironisnya, tak sedikit dari mereka yang justru mengambil kesempatan demi memperkaya diri. Salah satunya mengurangi jatah bantuan sosial yang dikucurkan Pemerintah.

“Pandemi telah membuka siapa pemimpin sejati dan pemimpin yang pura-pura. Alam seakan menyeleksi siapa saja pemimpin sejatiyang berani survive, dan seperti apa pemimpin yang pura-pura bahkan berani korupsiatau di saat pandemi sudah selesai justru baru turun. Saya ingatkan masyarakat khususnya anak-anak muda, saat pemilihan nanti jangan hanya ingat yang turun ke masyarakat baru-baru ini, karena mereka adalah pemimpin palsu. Tapi ingat yang setahun-dua tahun kebelakang. Yang tak segan turun membagikan masker atau sembako kepada masyarakat. Istilahnya, Jas Merah atau jangan lupa sejarah,” tegas AWK.

Hingga kini secara rutin AWK membagikan bantuan demi meringankan beban masyarakat terdampak pandemi untuk masyarakat di luar Bali. “Saat ini saya lebih fokus membantu umat diluar Bali. Sebab kalau di Bali, saya sudah membangun patung raksasa, bangun institute hingga museum, jadi tidak perlu diragukan lagi perjuangan saya untuik masyarakat setempat. Dan dana yang saya keluarkan juga dari kantong pribadi,” tekannya.

Ajak Anak Muda Terjun ke Politik

Meski saat ini fokus di panggung politik, namun AWK juga dikenal sebagai seorang Philantropis sekaligus dosen. Di usia yang masih terbilang muda, ia bahkan telah menorehkan beragam prestasi membanggakan. Di usia 27 tahun, AWK pernah dinobatkan sebagai Doktor Ilmu Pemerintahan Termuda di Indonesia. Dan setahun kemudian, saat menjabat sebagai Rektor Universitas Mahendradatta Bali, ia dianugerahi Rekor MURI sebagai Rektor Universitas Termuda di Indonesia.

Menginjak usia 34 tahun, AWK berhasil lolos sebagai anggota Dewan, mewakili rakyat Bali. Diakuinya, untuk sampai di tahap tersebut perjuangan panjang telah ia lalui. Selama 10 tahun pertama, ia bahkan sempat menelan kegagalan. “Saat ikut Pemilu pertama di tahun 2004, usia saya masih 24 tahun. Hingga kemudian pada 2007 saya ditunjuk menjadi Ketua Partai PNI Marhaenisme. Setahun kemudian terlibat dalam Pemilihan Gubernur dan pada saat Pemilu 2009 saya berhasil membawa Partai PNI menjadi partai nomor 5 terbesar di Bali. Kita punya fraksi, anggota DPR dan DPRD, dan sayabersyukur menjadi Ketua Parpol,” terangnya.

Dijelaskan AWK, suka-duka politik pada zaman itu berbeda dengan sekarang dimana media sosial begitu aktif. Sehingga memudahkan setiap orang sharing informasi. “14 tahun lalu, saat menjabat sebagai Ketua Partai saya harus turun langsung ke masyarakat, sebab pemberitaan terbatas TV, radio dan koran. Sehingga masyarakat mengenal kita karena turun dan bertemu merekan secara langsung. Berbeda dengan saat ini, kalau dia terkenal maka di medsos juga dikenal. Namun saya merasa beruntung menjadi generasi millennial yang ikut dalam suatu proses pendewasaan politik. Hal inilah yang membuat saya optimis dengan kehidupan politik di Indonesia. Terutama kita bisa melihat figure anak muda sudah mulai muncul. Di tahun 2014, saya terpilih sebagaiAnggota Dewan Termuda di Bali dan salah satu Anggota MPR Termuda di Bali dan Indonesia,” ujarnya, bangga.

AWK pun menyambut hangat anak-anak muda yang saat ini makin banyak mengisi kursiParlemen. “Tentunya anak-anak muda tersebut memberikan energi berbeda. Jika para senior geraknya agak lambat, maka anak-anak muda justru lebih semangat. Dan saya setuju kedepan harus lebih banyak anak muda yang terjun kedunia politik. Pak Jokowi punya 2 putra yang saat ini menjabat sebagai Walikota Solo, Jawa Tengah dan Walikota Medan, Sumatera Utara. Kita juga lihat figureKetua Partai seperti Bapak AHY yang muncul sebagai tokoh muda. Ada Ibu Puan Maharaniyang menjadi Ketua DPR perempuan pertama dan termuda. Untuk itu saya mengajak anak-anak muda untuk sama-sama berjuang di panggung politik. Karena urusan Indonesia bisa dijaga kalo kita bisa terlibat politik kebaikan, politik darma, politik suci,” tuturnya.

Jadikan Kekuasaan Sebagai Jalan Tuhan untuk Menebar Manfaat

Meski telah banyak pencapaian yang ditebarkan AWK untuk kepentingan masyarakat, namun ia mengaku tak ingin hitung-hitungan. “Biarlah masyarakat yang menilai pencapaian yang telah saya gapai untuk mereka. Karena prinsip saya adalah kerja, kerja, kerja. Saat ada aspirasi kita tindaklanjuti, ada warga bermasalah seperti TKI terlunta-lunta di luar negeri, segera kita koordinasikan bantuan. Tetapi saya tidak ingin dihitung-hitung. Saya ingin kekuasaan yang diberikan Tuhan ini dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk masyarakat. Jadi inilah teladan yang saya inginkan, jangan sampai seorang pemimpin atau wakil rakyat baru muncul menjelang Pemilu,” sindir AWK.

Dari pengalaman AWK yang tetap dekat dengan rakyat baik sebelum maupun sesudah Pemilu, membuat masyarakat mengenalnya karena kinerja yang telah ia lampaui. Bukan dari apa AWK bawa saat kampanye. “Banyak kasus caleg yang turun ke lapangan memberikan bantuan justru ditolak masyarakat setempat karena hanya datang ketika ada “maunya”. Namun, saya justru sering diundang masyarakat untuk sekedar memberikan sambutan di acara yang mereka gelar. Menurut mereka, kalau urusan bantuan mereka bisa ambil dari pemimpin mereka, tetapi kalau saya cukup datang dan berpidato sebentar maka satu desa senang. Dan saya bangga menjadi pemimpin yang lahir dari Pemilu tanpa uang, tanpa money politics, tanpa menggandeng partai politik,independent. Oleh sebab itu, saya tetap harus semangat karena saya harus menjaga konstituen mereka yang telah mempercayakan saya untuk menang dan duduk di DPD,” terang penguasa 40% suara di Pemilu 2019 ini.

Tak Gentar Hadapi Rival Politik

Dituturkan AWK, strategi politik tidak sama dengan strategi marketing dalam dunia bisnis. Karena para politisi umumnya menyimpan rapat siasat yang akan dimainkan. “Menjadi politisi jangan sampai langkah kita tertebak lawan. Karena jika mudah ditebak maka akan mudah dihancurkan. Contoh nyata AWK ini, diam-diam saya yang seorang rektor ikut Pemilu lalu menang. Kemudian Pemilu kedua dimana rival saya adalah mantan gubernur, mantan bupati, mantan anggota DPRD, nyatanya saya kembali menang. Semakin mereka meremehkan, semakin bagus. Jadi bagi anak-anak muda yang ingin maju di

Bupati, Walikota, Gubernur, jika Anda terdiskriminasi biarkan saja. Sebab masyarakat yang memilih, bukan para rival,” ujarnya, bijak.
Tanpa membuka rencana hidupnya kedepan secara konkrit, AWK mengaku tak gentar menghadapi lawan politik di Pemilu 2024 mendatang. “Goals tertinggi belum bisa sayakatakan, yang penting sekarang saya jalankan apa yang saat ini diemban. Kita harus berpikir bahwasanya nafas itu Tuhan yang berikan, kita jangan terlalu berambisi. Tetapi tentu ada goals-goalsyang ingin saya capai. Apalagi sebagai putera Hindu, putra Bali, ada angan menjadi pemimpin di tingkat nasional. Di zaman Prabu Airlangga, beliauputera Bali pernah memerintah Jawa. Jadi kita jangan merasa kerdil atau pesimis,” tambah AWK.

Manfaatkan Teknologi Digital untuk Sampaikan Aspirasi

Walau masuk dalam jajaran politikus senior, bukan berarti AWK tidak mengikuti perkembangan zaman. Ia bahkan memanfaatkan teknologi digital sebagai alat untuk menyampaikan aspirasi.

“Seorang pemimpin harus siap dengan dunia digital karena digital inilah yang mempertemukan kita dengan masyarakat luas. Dan sekarang semua ide terkumpul dalam digital platform. Bahkan sekarang pemerintahan memiliki aplikasi e-government, KTP menggunakan chip, NIK akan menjadi NPWP. Negara dan dunia akan berubah, barang siapa yang tidak menguasai digitalisasi maka ia akan terlindas. Prioritas saya bagaimana dekat dengan anak-anak muda dan anak-anak mudalah yang menguasai digital. Contohnya ada program yang kalo saya sampaikan satu menit lewat TiktokatauInstagram orang akan lebih mengerti dibanding saya pidato. Jadi manfaatkan teknologi itu,” ujarnya.

Pengagum Dewa Wisnu yang Peduli Pendidikan Generasi Muda Bali

Bagi AWK, masih banyak agenda yang ingin ia gapai dalam perjalanan kariernya di bangku legislatif. Apalagi, ia diamanatkan misi-misi dari para tokoh Partai PNI Marhaen yang belum semua berhasil ia realisasikan.

“Selama masih ada nafas, kita harus terus berpolitik. Karena dengan politik darma, politik satyagraha, kita bisa membantu Bali. Dan untuk mengamankan Bali harus lewat politik, tidak bisa sekedar berdagang atau menjadi tokoh saja. Bayangkan jika suatu hari Ideologi Pancasila diganti dengan ideologi lain. Jadi untuk mempertahankan Agama Hindu dan Provinsi Bali, ksatria itu harus berpolitik. Jika dahulu leluhur kita berjuang dengan tajamnya ujung keris, ujung tombak atau ujung senjata, sekarang kita berjuang dengan ujung lidah kita. Untuk itu orang politik harus menguasai ilmu komunikasi tidak cukup menguasai massasaja, harus akademik. Seperti Bung Karno, sebagai Ketua Umum PNI beliau memiliki 26 gelar Doktor. Atau seperti Pak Jokowi, beliau Insinyur lulusan UGM, Ibu Megawati beliau Doctor Kehormatan dari beberapa universitas dunia. Buat saya politisi itu harus pintar,” tekan AWK.

Untuk itu, selain melanjutkan pendidikan S2 dan S3 jurusan Ilmu Pemerintahan di Universitas Satyagama, Jakarta, AWK juga mengabdi di Universitas Mahendradatta Bali dan beberapa institusi pendidikan lainnya di Bali. Semasa menjabat sebagai Rektor di tahun 2009-20114, salah satu program yang dijalankannya adalah memberikan beasiswa bagi mahasiswa berprestasi yang kurang mampu dari berbagi latar belakang agama dan suku.

“Hingga saat ini program tersebut masih diberikan, dan kini sudah lebih dari 5.000 orang mahasiswa yang bisa mengenyam pendidikan sarjana lewat beasiswa. Bagi saya pendidikan tinggi sangatlah penting, karena saat ini parameter untuk siap di dunia global minimal harus S1,” imbuhnya.

Namun, AWK menekankan kepada para mahasiswa agar tidak sekadar menguasai ilmu secara teori, tapi juga mampu dipraktikkan. “Saya banyak belajar bahwa ilmu itu lebih baik jangan terlalu banyak teori, karena sekarang dengan Google, Wikipedia, orang bisa cari tahu. Tidak seperti dahulu dimana kita harus buka buku. Dan yang paling penting dikelas itu memotivasi, ketika saya mengajar mahasiswa harus diberikan motivasi, semangat dari kisah-kisah sukses. Tidak ada artinya nilaicumlaude kalo kitatidak beranispeak up atau mempraktikkan ilmu yang sudah kita dapat,” tegas sosok yang kerap diundang sebagai dosen mata kuliah umum ini.

Pendukung Militan Jokowi yang Melindungi Kaum Minoritas di Bali

Selain Soekarno, AWK juga begitu mengagumi Presiden Jokowi yang dinilainya sebagai sosok pemimpin humble dan dekat dengan rakyat. AWK juga sangat menjaga kelestarian budaya dan adat istiadat Bali. Namun, ia menolak tegas jika budaya, agama maupun ras dijadikan sebagai alat politik. “Kebudayaan Bali jangan dipakai untuk kepentingan politik, saya tidak setuju. Seperti yang terjadi beberapa waktu lalu dimana satu namadresta menutup sebuah asram, menzalimi saudara-saudara kita dari aliran kepercayaan dan umat minoritas. Saya tidak setuju, karena bahaya. Dan buat saya kebudayaan harus dipraktikkan, contohnya melestarikan budaya Bali tapi mengarak ogoh-ogoh dilarang, saya langsung turun dan memberi izin. Dewasa ini masyarakat paham mana pemimpin yang asli dan benar. Dan saya senang menjadi pemimpin di Bali yang berani bersuara. Jangan sampai memakai budaya sebagai tameng. Tetapi kebenaran akan menang dan orang yang memainkan peran Kurawa akan hancur sendiri. Yang terpenting praktik saja, kita mengedukasi stop gunakan SARA sebagai alat politik,” tegasnya.

Banyak alasan yang melatarbelakangi AWK tak mau menggunakan budaya sebagai senjata politik. Baginya, Indonesia merupakan negara Pancasila bukan negara agama namun jangan sampai melupakan nilai agama. “Jangan kita memakai isu SARA sebagai isu politik apalagi menjelang Pemilu. Jadi mari kita buat suatu pandangan bahwa kita bangsa yang berbhinneka dan majemuk. Cukup Pak Ahok saja yang menjadi korban, jangan sampai ada Ahok-Ahok lain,” tegasnya.

Didukung KeluargaPuri Mengabdi untuk Rakyat

Sama halnya seperti public figure, seorang politisi juga memiliki ruang pribadi yang terbatas. Karena hampir semua waktu dan hidupnya diabdikan untuk rakyat. Demikian juga dalam kehidupan berkeluarga, AWK mengaku waktu untuk family time tidak terlalu banyak. Namun demikian, suami dari Ida Ayu Ketut Juni Supari dan ayah dari Shri I Gusti Ngurah Bhisma serta Vedanta Vismakarma Suliwa ini, berusaha meluangkan waktu untuk kumpul keluarga.

“Kamitidak bisa menjadi keluarga normal yang mungkin bisa kapan saja kumpul. Astungkara, yang paling penting keluarga paham jika kita bekerja untuk rakyat. Dan memang apapun yang saya kerjakan selalu trasparan, bisa dilihat di media sosial. Jadi keluarga memang sudah mengikhlaskan untuk mengabdi kepada masyarakat,” ucapnya penuh syukur.

Walau jarang bertemu keluarga terutama buah hati, namun AWK memanfaatkan quality time dengan baik. Salah satu didikan yang sejak kecil ia tanamkan adalah soal kedisiplinan. “Bagi saya, selama anak masih usia sekolah, masih perlu dibina orang tua maka anak harus mengikuti orang tua. Seperti ayah saya mengatur saya menjadi pemimpin, dan beliau selalu bilang kalau kamu tidak jadi pemimpin kasihan masyarakat sekitar kamu. Jika kamu tidak cinta museum bagaimana dengan peninggalan pusaka-pusaka. Saya merasa beruntung karena orang tua mendidik saya dengan baik. Sekarang banyak keluarga yang hancur karena tidak mengalami proses kaderisasi. Makanya sejak kecil anak saya sudah saya atur agar setelah dewasa mereka bisa bertanggung jawab. Sama seperti Pak Jokowi, Pak SBY, Ibu Megawati, mereka mengkader anak-anak mereka dengan baik. Jadi jangan anti kerjasama dari keluarga,” jelas AWK.

Selain kedisiplinan, AWK juga mengajarkan anak-anak untuk melek digital. Sehingga mereka bisa terus mengikuti perkembangan zaman yang kian canggih. “Saya selalu menekankan anak saya bahwasanya dia harus kuasai platform digital, saya sudah melatihnya. Jangan hanya menggunakan Tiktok, IG, atau sosial media hanya untuk have fun, tetapi kamu harus mencari uang dan jaringan dari sana. Kalau dia lahir dari keluarga pemimpin itu jadi opportunity apakah membuat Startup baru, jadi memang harus dikuasai. Selain itu dia harus terlibat dalam pasar saham, bursa atau perdagangan international digital. Sebab kita harus menguasai aplikasi e-commerce. Jadi kalau orang biasa memanfaatkan teknologihanya sebagai hiburan, maka orang cerdas berfikir teknologi harus memberikan pengaruh. Hal-hal seperti ini banyak dilakukan sekolah-sekolah internasional dibanding sekolah lokal. Ini harus ditiru agar anak-anak kita tidak ketinggalan,” tambahnya.

Diceritakan AWK, jauh sebelum menapaki karier sebagai politisi, ia telah menjadi seorang public figure lewat panggung hiburan. “Saat kuliah di Jakarta, saya sempat membentukband, berperan di beberapa judul sinetron, penyiar radio, presenter TV hingga model. Satu studio dengan Iwan Fals dan Noah. Dengan tampil di dunia entertainment akhirnya menjadi percaya diri, modal politik yang begitu bagus,” tutur AWK.

Bawa Arak Bali Go International

Banyak carayang dilakukan AWK untuk lebih memopulerkan budaya Indonesia. Belum lama ini, AWK memperkenalkan arak Baliberlabel Sajeng Patala di kancah internasional. Tepatnya saat kunjungan kerja ke Parlemen Korea Selatan. AWK menjadikan minuman beralkohol yang telah mengantongi legalitas tersebut sebagai cendramata yang dibagikan kepada Anggota Senator Korea Selatan.
“Kalau Jepang punya Sake, Korea punya Soju, maka Indonesia punyaArak Bali. Saatnya kita dukung dan cintai produk dalam negeri,” pungkas AWK, berpromosi.

Bagikan:

Bagikan: