MajalahInspiratif.com, Jakarta – Perjalanan Diana Edwina Wijaya dari seorang ibu rumah tangga sampai menjadi pengusaha sukses penuh lika-liku. Di setiap langkah hidupnya, Diana harus berhadapan dengan tantangan yang terkadang menyakitkan. Sebelum sukses menjadi pengusaha, Diana merupakan lulusan Teknik Industri di Universitas Surabaya (UBAYA). Setelah lulus kuliah, Diana mencoba peruntungan dengan membuka usaha kecil-kecilan yang dijalankan di kota kelahirannya Ruteng-Manggarai, Flores NTT. Di sana, ia awalnya hanya membantu usaha orang tuanya lalu mulai membuka usaha sendiri pada tahun 2012 dengan menjual berbagai jenis barang-barang furniture.
Pilu, Ditinggal Orang-Orang Terkasih. Setahun usaha berjalan Diana menemukan pendamping hidup dan menikah dengan Victor yang sekarang menjadi suaminya. Di perjalanan hidupnya, Diana ditinggal oleh orang-orang terkasih. Pada 2014, ibunya meninggal dan satu tahun kemudian kakeknya meninggal.
Menikah dengan Victor, Diana memiliki tiga orang anak. Namun dua orang anaknya meninggal karena lahir prematur. Padahal luka hatinya belum usai setelah setahun berturut-turut ditinggal oleh ibu dan kakeknya, ia kembali tenggelam dalam kesedihan. Tepatnya tahun 2016 anak pertamanya meninggal dunia, lalu disusul oleh anak kedua satu tahun kemudian.
“Pada tahun berikut anak pertama saya meninggal. Kemudian tahun berikut anak kedua saya pun meninggal. Keduanya lahir normal namun tidak selamat, karena lahir prematur. Pada saat itu saya sudah sangat kepikiran gimana nanti kalau misalkan punya anak lagi terus seperti itu lagi,” lirih Diana.
Diana sempat berpikir tidak ingin memiliki anak karena takut anaknya meninggal seperti dua anak sebelumnya. Namun takdir berkata lain, di tahun 2017, Diana hamil anak ketiga.
“Di masa-masa kesedihan itu, suami saya seakan tidak ingin melihat saya terus menerus larut dalam kesedihan. Dia pun mengatakan kepada saya kalau tidak punya anak, tidak apa-apa yang penting saya jangan sedih, dia rela hidup hanya berdua dengan saya. Tapi karena harapan selalu ada, Puji Tuhan saya ditakdirkan hamil kembali.”
Perjuangan Diana tak berhenti. Saat dirinya sedang hamil, ayahnya tiba-tiba sakit stroke. Ia pun mengantar ayahnya ke Surabaya. Di tengah perjuangan mengurus ayah yang sakit dan kondisinya yang sedang hamil, Diana sering mengalami kontraksi sampai masuk Rumah Sakit beberapa kali. Ia pun sempat mengalami ketakutan dengan janin yang ada di dalam kandungan dari pengalaman sebelumnya.
“Sampai di Surabaya, karena saya sering mengalami kontraksi dan sempat mengalami ketakutan, jadi masuk Rumah Sakit itu sampai beberapa kali,” kata Diana.
Lantaran kondisi kehamilan yang kurang baik, Diana harus bolak balik ke Rumah Sakit untuk perawatan. Beruntungnya ia menemukan tim dokter yang baik, diantaranya dr. Amang Surya P, Sp.Og serta suster-suster di RS Lombok yang selalu mendukung. Sehingga proses persalinan berjalan lancar.
“Nah ternyata setelah dua bulan kemudian lahirlah anak saya ini. Lahir dengan kondisi prematur. Jadi saya melahirkan di RS Mitra Keluarga,” kata Diana.
Perjuangan Hidup Penuh Liku. Setelah lahir, anak ketiga Diana ternyata mengalami komplikasi. Putranya yang bernama Dante Edgar Cen didiagnosis infeksi paru-paru, bilirubin tinggi, pembengkakan dan jantung bocor. Hati Diana pun teriris mendengar kondisi putranya itu. Terlebih Dante juga terlahir prematur sama seperti dua kakaknya yang meninggal.
Di tengah perjuangan untuk pulih setelah melahirkan operasi caesar dan menyembuhkan putranya, Diana justru mengalami bedrest selama tiga bulan. Ia bahkan tidak bisa berjalan sampai harus dibantu dengan kursi roda untuk mobilitas. Diana menjalani perawatan selama 6 bulan sambil memberikan ASI untuk putranya.
Beruntung Diana dikelilingi keluarga yang selalu mendukung. Ia mendapatkan motivasi dari suami dan mertua yang bergantian merawat putranya Dante.
“Saya bersyukur mendapat dukungan suami, mertua dan keluarga saya sendiri terutama kakak dan adik kandung. Apalagi mertua mau membantu menjaga dan memandikan Dante. Pokoknya membantu mengurus karena saya belum bisa. Dukungan dari mereka sangat luar biasa, membuat saya lebih cepat pulih.”
Akhirnya, Diana kembali pulih dan melanjutkan hidup dengan suami dan anak tercinta. Setelah usia putranya 6 bulan, Diana mengikuti suaminya untuk pulang ke Ruteng.
Usaha Furniture Tetap Bertahan di Masa Krisis. Bisnis yang dibangun sebelum menikah sampai menikah lambat laun mengalami peningkatan. Bisnis furniture kepunyaannya banyak mendatangkan peluang kerja untuk masyarakat. Sayangnya saat pandemi yang dimulai sejak 2020 lalu membuat bisnisnya mulai menurun. Otomatis penghasilan yang diperoleh terus merosot karena sepi pembeli. Meski begitu, Diana tidak melakukan PHK terhadap tujuh orang karyawan yang membantunya. Ia meminta karyawannya untuk bertahan dengan gaji penuh, tetapi tanpa ada uang bonus yang biasa diberikan.
“Waktu itu karyawan kami masih tujuh orang. Saya katakan bahwa tidak ada yang saya pecat dengan catatan jangan minta bonus dulu atau apa pun. Waktu itu banyak usaha yang karyawannya dipecat, tapi kami tetap pertahankan karyawan kami dengan menggunakan perlindungan diri dan karyawan kami pun tetap bertahan.”
Usaha Perabot Berbahan Plastik Berkembang Pesat. Di tengah usaha furniture yang sepi pembeli, Diana dan suami mencoba memutar otak untuk membuka usaha lain yang lebih menguntungkan. Ia akhirnya membuka usaha produk plastik sekitar tahun 2021-2022. Tak disangka usahanya berjalan sampai sekarang.
Awalnya, Diana hanya berpikir usaha produk plastik hanya sebagai tambahan. Tapi, setelah dijalankan justru lebih menguntungkan. Usaha furniture masih berjalan dan sampai saat ini dua usaha tetap berjalan dengan baik.
“Usaha plastik yang dibangun hanya sebagai tambahan, tetapi bertambah lagi karyawan di usaha baru itu. Usaha furniture masih berjalan juga dan di tempat usaha baru ini segala produk rumah tangga, produk plastik dan furniture juga ada.”
Diana mengungkapkan pertama kali muncul ide untuk berjualan produk plastik dari orang tuanya yang memang menjalankan usaha tersebut. Siapa sangka, usaha pun berjalan bahkan semakin berkembang sampai sekarang.
“Dulu orang tua juga jualan produk plastik, jadi karena kami Chinese punya kepercayaan hokinya orang tua turun ke anak. Jadi kita coba membangun usaha tersebut. Ternyata laris dan bersyukur juga karyawan bertambah,” tuturnya.
Kesuksesannya itu membawa berkah ke semua karyawan yang totalnya bertambah dari tujuh orang sampai dua puluh orang.
“Karyawan bertambah dan kebanyakan yang kerja dari dulu masih ada. Jarang ada karyawan yang berhenti kecuali yang bermasalah. Namun karyawan dari awal sampai sekarang itu masih tetap ada. Total ada 20 karyawan termasuk marketing dan admin untuk dua toko.”
Menurut perempuan kelahiran Ruteng, 17 Juli 1986 ini, setiap usaha yang dijalankan tentu saja punya tantangan tersendiri. Tapi yang paling penting bagi Diana adalah memberikan kepuasan ke pelanggan, dari kejujuran sampai kualitas produk yang baik agar tidak mengecewakan.
“Tantangannya dari kami jika mau memberikan konsumen yang kualitasnya baik dan harus terjamin. Biasanya kami infokan ke konsumen kalau kualitasnya jelek. Jika mau kualitasnya yang bagus kami rekomendasikan produknya. Tapi kembali lagi tergantung dari konsumenya. Asalkan kami sudah jujur saja,” ucapnya.
Beradaptasi dengan Kemajuan Teknologi. Diana mengatakan selalu mengikuti pasar dan perkembangan zaman di era yang serba digital. Diana mengaku melek digital dengan menjual produknya ke marketplace atau platform sosial media. Menurut Diana setiap pengusaha harus mengikuti zaman agar tidak ketinggalan dalam menjalankan usaha.
“Intinya harus mengikuti zaman. Kalau zaman ke arah digital kita juga ke arah digital. Kalau tidak mengikuti zaman kita tidak bisa bertahan juga. Dan kalau orang di sini biasanya harus lihat dan pegang sendiri barangnya dulu baru bisa pesan. Sehingga mereka tahu kualitasnya baik atau tidak,” tuturnya.
Terlepas dari usaha yang dijalankan, Diana saat ini hanya memetik hasilnya. Perjuangan dalam merintis bisnis benar-benar dijalani penuh liku. Dari yang usaha sendiri, kehilangan orang-orang terkasih, mulai dari orang tua, anak sampai akhirnya sukses di kampung halamannya Ruteng, Flores Nusa Tenggara Timur (NTT).
Aktif Berbagi dan Selalu Bersyukur. Kini, selain sibuk dengan urusan bisnis, Diana juga aktif melakukan aktivitas sosial. Ia rutin berbagi ke panti asuhan yang sudah diajarkan sejak kecil oleh kedua orang tuanya.
“Kalau kegiatan sosial dulu sering diajarkan Mama saya untuk memberikan sumbangan beras atau sesuatu ke panti asuhan sebagai ucapan syukur ketika berulang tahun. Nah sekarang itu juga saya terapkan ke anak saya. Pada waktu dia berulang tahun pasti ke panti asuhan. Tapi untuk kegiatan sosialita saya tidak ada,” tuturnya.
Diana juga mampu menjalankan kewajibannya sebagai istri dan ibu untuk putranya. Ia tetap bisa mengatur waktu antara bisnis dan keluarga. Cara yang dilakukan oleh pemilik bisnis Pusat Grosir Ruteng, Toko Sari Mas ini, dengan mengajak suami dan anaknya jalan-jalan atau sekadar makan bersama di luar. Diana bahkan rela menutup tokonya untuk bisa menikmati waktu bersama keluarga.
“Kalau me time sama keluarga kadang kalau sudah tutup toko kami jalan bareng, makan di luar, jalan kaki ke berbagai tempat. Itu saja sudah cukup. Kadang kalau pulang kerja juga bermain sama anak. Yang penting kualitas waktu dengan anak dan suami. Saya juga selalu mengajarkan attitude ke anak. Karena hidup di mana pun itu perlu etika,” tuturnya.
Rencana dan Harapan. Diana berharap bisnisnya terus berkembang dan berjalan lancar. Ia juga menaruh penuh harapan kepada karyawan agar dapat terus mendampingi untuk meraih kesuksesan yang lebih di tahun-tahun mendatang.
Selain itu, Diana juga ingin membuka usaha baru di bidang desain interior sesuai keahlian sang suami. Ia juga mencoba memulai bisnis makanan dengan membuka pesanan makanan Jepang yang diolah sendiri ketika waktu luang. Ia berkomitmen menjalankan dua bisnis usaha yang sudah dijalani bersama sang suami.
“Membuka usaha di bidang jasa desain interior karena suami skill-nya di bidang jasa interior dan sudah berjalan juga sesuai permintaan. Saya juga mengisi waktu saat tidak ada kesibukan dengan masak makanan Jepang. Saya membuka PO, tapi tidak tiap hari hanya saat tidak sibuk kerja,” tuturnya.
Perempuan yang hobi traveling ini mengatakan sebagai perempuan harus mandiri dan serba bisa. Tidak hanya menjalankan kewajiban sebagai istri dan ibu, perempuan juga mampu menjalankan bisnis.
“Perempuan itu bisa mandiri karena kita tidak tahu akan kejadian di masa depan. Jadi pada waktu tidak ada siapa pun yang bisa mendukung, kita punya anak dan keluarga. Kalau motivasi saya lebih ke anak. Pada saat kita mandiri, otomatis kita bisa membantu saudara, teman atau orang lain sesuai kemampuan.”
Diana memberikan kiat sukses sederhana untuk para perempuan Indonesia. Hidup itu harus dijalani, kerja keras dan banyak bersyukur atas semua nikmat yang diberikan Tuhan kepada umatnya.
“Intinya jalani dengan bersyukur, yang ada diterima, kalau tidak ada ya sudah. Intinya kerja keras dan bersyukur. Prioritas keluarga yang utama,” tutupnya