MajalahInspiratif.com, Jakarta- Tantangan yang berbeda dari generasi sebelumnya, perubahan gaya hidup dan perkembangan teknologi masa kini, menjadikan peran orang tua semakin kompleks. Untuk memastikan anak mampu bersaing di masa depan, Susi Sulistiani selalu membekali sang buah hati dengan berbagai motivasi.
Ibu adalah madrasah pertama untuk anak-anaknya, hal itulah yang menjadi mindset Susi Sulistiani dalam membesarkan putra semata wayangnya. Terlebih sebagai seorang single parent, diakuinya memang tidak mudah ketika harus membesarkan anak seorang diri. Semenjak masih kecil, anaknya selalu dibekali dengan nilai-nilai kebaikan untuk membentuk pondasi agama yang kuat dan moral yang baik. “Alhamdulillah, anak saya termasuk siswa berprestasi. Saya banyak memberikan saran dan masukan kepada anak saya untuk bisa berlaku bijak,” terang wanita yang akrab disapa Susi.
Warisan Moral untuk Anak. Keterlibatan orang tua dalam kehidupan anak-anaknya merupakan pondasi utama pembentukan karakter seorang anak. “Orangtua saya banyak mengajarkan soal moral, tata krama, rasa tanggung jawab, hingga kedisiplinan. Itulah hal-hal yang orangtua saya wariskan kepada saya dan kemudian saya teruskan kepada anak saya,” ungkap Susi.
Maka dari itu, Susi pun tak pernah memanjakan putra tunggalnya dengan limpahan materi. Ia membiasakan anaknya untuk hidup mandiri, survive dan ketika membuat atau menginginkan sesuatu harus melalui proses. “Misalnya ketika dia mau membuat surat perizinan yang berkaitan dengan instansi tertentu, meskipun saya punya uang atau koneksi dengan petugas setempat yang bisa memudahkan dia, saya tetap meminta anak saya mengikuti prosedur dari awal hingga berhasil mengantongi SIM tersebut. Bahkan ketika dia mendapatkan prestasi di sekolah, saya tidak pernah memberikan dia hadiah. Karena buat saya itu sudah menjadi kewajiban dia sebagai anak. Sekolahan harus pintar ya itu kewajibannya untuk diri sendiri. Hanya di momen tertentu saja saya berikan hadiah, seperti ulang tahun,” terangnya.
Namun demikian, Susi selalu mengupayakan keterlibatannya sebagai seorang ibu untuk keseharian anaknya. Meskipun saat ini putra semata wayangnya sudah berusia 26 tahun, ia tetap memantau terus kehidupan dan kegiatan sang putra yang kini tengah berkarya di salah satu perusahaan Amerika di s. Meski tinggal jauh dari sang putra, Susi tetap membersamainya dalam setiap waktu melalui doa. Baginya, doa ibu merupakan pelindung terbaik untuk anak-anaknya. Ia berharap anaknya ditempatkan di tempat yang baik, dipertemukan dengan orang-orang baik, dan ibadahnya juga selalu terjaga.
Untuk urusan ibadah, Susi menekankan kepada sang anak agar jangan melupakan Allah SWT di setiap waktu. “Saya selalu berpesan kepadanya sesibuk apapun kamu kalau tidak Sholat tidak ada artinya. Soal lain saya tidak terlalu banyak mem-push anak, misalnya soal prestasi di sekolah. Tapi Alhamdulillah, anak saya bisa masuk sekolah favorit, kemudian setelah lulus SMA diterima di ITB dan setelah lulus diterima bekerja di sebuah perusahaan besar, kemudian diterima di perusahaan Amerika,” terangnya.
Ada banyak hal yang sering Susi ingatkan kepada sang anak, salah satunya jangan takabur. Apa yang didapatkan saat ini bukan hanya karena doa dan usaha dia, tapi juga ada doa dari ibunya. “Saya tekankan kepada dia, kesuksesan yang saat ini kamu dapat dari usaha kamu mungkin 20%, tapi doa ibumu 80%. Ketika di depan neneknya saya juga selalu menekankan kepada dia, bahwa keadaan saya saat ini juga tidak lepas dari doa neneknya,” jelas Susi.
Bangun Kepercayaan Orang Tua dan Anak. Bagi Susi, salah satu kunci keharmonisan hubungan dalam keluarga adalah memberikan kepercayaan di dalamnya. Oleh karena itu, ia pun percaya akan kemampuan sang anak dalam memilih jalan hidupnya. “Seperti saat anak meminta izin untuk kerja di luar negeri. Sebagai ibu, awalnya saya cukup berat melepasnya. Apalagi dia anak saya satu-satunya dan ini pertama kalinya dia jauh dari saya. Tapi saya berpikir kalau ini semua demi kepentingan masa depan dia kelak, dia juga harus tetap survive, memiliki karier, apalagi dia adalah seorang laki-laki yang nantinya dituntut untuk berdiri sendiri. Akhirnya saya izinkan,” ungkap Susi.
Untuk membangun kepercayaan antara ia dan sang anak, Susi selalu mengedepankan komunikasi dua arah di antara keduanya. Apapun yang dilakukan dan dirasakan sang anak, dia harus menceritakannya kepada Susi. Begitupun sebaliknya, Susi selalu membiasakan untuk terbuka kepada anaknya.
“Bagi saya meminta anak untuk tidak melakukan hal buruk tidak cukup dengan memerintah, tapi juga harus memberikan contoh. Untuk itu saya berupaya menahan ego untuk tidak melakukan hal buruk. Saya tidak bisa melarang anak untuk tidak merokok atau tidak terus-terusan menonton TV jika saya sendiri melakukannya,” terang Susi.
Dalam beberapa hal Susi mengaku cukup keras, terutama ketika anaknya telat bangun dan melewatkan sholat. Tapi untuk masalah belajar, ia menyerahkan semuanya kepada sang anak karena dia yang menanggung konsekuensinya. “Ketika tengah UAS dan dia tidak belajar, saya hanya menekankan apa yang menjadi tugas dan tanggung jawab dia,” tekan Susi.
Proteksi Pergaulan. Pergaulan anak muda yang kian bebas, menjadi momok tersendiri bagi orang tua saat ini. Agar tidak terpapar hal-hal negatif dalam pergaulannya, dari kecil sang anak sudah dibekali nilai-nila moral kehidupan oleh Susi. Ia juga selalu memaparkan dampak positif dan negatif saat mengambil keputusan. Misalnya sebelum anaknya mencoba untuk merokok, lebih dulu ia menjelaskanan rokok itu tidak ada dampak positifnya tapi malah banyak negatifnya, seperti merusak kesehatan. Maka dari itu, hingga saat ini sang anak tak pernah sekalipun merokok.
Diakui Susi, ia merupakan tipe ibu yang sangat memprotek pertemanan anak. Bahkan, demi mendampingi sang anak, ia pernah meninggalkan karier cemerlangnya. “Dulu, saya tinggal di Bandung dan bekerja di sebuah perusahaan dengan posisi yang cukup bagus. Tapi ketika anak saya diterima bekerja di perusahaan besar di Jakarta, saya putuskan resign untuk pindah ke Jakarta, demi mendampingi anak. Karena saat itu, anak saya baru pertama kali bekerja, saya khawatir dia terpengaruh teman-teman barunya di Jakarta,” kenangnya.
Namun Susi sangat bersyukur, niat baik mendukung dan mendampingi sang anak dibalas kebaikan oleh Allah SWT. Ia dipermudah untuk mengejar karier kembali, dan dengan kinerjanya yang terus meningkat, ia menduduki posisi sebagai Sales Manager di PT YES Logistic. “Saat ini saya baru berani melepas dia bekerja di luar negeri, karena saya melihat setelah 4 tahun bekerja dia tetap on the track, tidak neko-neko. Apa lagi negara tersebut disiplinnya juga tinggi, jadi dia sangat menghargai waktu. Mungkin lingkungan kerja juga mempengaruhi personality-nya,” terang Susi.
Pimpinan Wanita adalah Ibu dalam sebuah Tim
Menjadi seorang pemimpin dalam satu tim, harus bisa memastikan setiap anggota timnya berperan aktif untuk mencapai tujuan bersama. Memimpin banyak kepala dengan berbagai karakter memang tak mudah, namun Susi berusaha mengatur kerja timnya dengan baik. “Dalam tim saya saat ini didominasi oleh pekerja laki-laki, yang kebanyakan dari usia Gen Z dan millenial, jadi saya harus benar-benar berusaha agar bisa menyatukan pikiran untuk tujuan kemajuan perusahaan,” jelasnya.
Menurut Susi, tugasnya bukan sekadar memimpin para pekerja, tetapi juga harus bisa memotivasi dan mensupport agar mereka mampu mencapai target. Ia tidak segan memberikan reward ketika timnya mampu mencapai target. Walaupun sekadar makan bersama.
“Saat bekerja, saya juga memposisikan diri sebagai seorang ibu atau teman. Saya berupaya menganalisa ketika ada anak buah saya yang tidak mampu mencapai target, saya panggil anaknya lalu sama-sama kita cari solusi agar dia termotivasi untuk bisa mencapai target yang telah ditentukan perusahaan,” terangnya.
Susi selalu menekankan kepada tim, bahwa divisi yang ia bawahi adalah motor penggerak laju perusahaan, karena itu mereka harus terus bergerak dan menghasilkan.