Owner Febrinhouse (Sanggar Rias Pengantin Seni dan Budaya Betawi, Wedding Organizer dan Lembaga Kursus Keterampilan)

Hj. Decy Widhiyanti, S.E, Menjalani Proses Kehidupan Seperti Air Mengalir dan Selalu Bersyukur

Bagikan:



MajalahInspiratif.com, Jakarta – Perjalanan kehidupan diibaratkan seperti air mengalir yang tenang dan penuh dengan kejutan. Setiap babak dari perjalanan akan dinikmati dengan penuh rasa syukur atas segala kemudahan yang diperoleh. Bukan berarti semua berjalan mulus dan menyenangkan, namun keyakinan dan ketangguhan mental menjadi jawaban sederhana untuk mengatasi berbagai tantangan. Hj. Decy Widhiyanti, S.E, perempuan kelahiran Jakarta, 22 December, yang akrab disapa Ecy, berhasil memaknai hal tersebut dengan proses panjang dalam membangun kariernya.

Ecy merupakan sosok suskes di balik bisnis dengan label Febrinhouse, Sanggar Rias Pengantin Seni dan Budaya Betawi, Wedding Organizer dan Lembaga Kursus Keterampilan.  Awalnya ia hanya mengurus anak dan suami yang sering bertugas ke luar kota. Rasa bosan yang timbul akibat sering ditinggal bertugas membuat ia berpikir kreatif untuk belajar tentang tata rias, tata boga, tata busana dan lain-lain. Ia mengikuti ujian sertifikat dasar sampai mahir mulai tingkat penguji sampai asesor. Berhubung Ecy memiliki beberapa sertifikat, maka ia diminta untuk aktif dalam sebuah organisasi di DKI Jakarta.

“Dari sana saya melihat skill yang dimiliki diperlukan dalam organisasi dan diminta menjadi mitra di Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemrov DKI Jakarta. Mulai tahun 90an, saya diberangkatkan ke Rusia dan beberapa negara di Eropa dan lain-lain. Sampai sekarang sudah 70 negara, hanya karena promosi membawa budaya Betawi. Saya sebagai penata rias, penata busana dan MC. Kemudian saya ditarik sebagai protokol di Pemrov DKI untuk menjadi MC. Tahun 1985-1990 seringkali diminta menjadi MC dari Biro Humas dan Protokol DKI Jakarta. Saya aktif dengan berbagai kegiatan tepatnya di usia 23 tahun.

Pada tahun 2001 diselenggarakan Lomba Cenderamata Khas Jakarta yang diadakan oleh Kementrian Perindustrian. Ecy mengikuti kegiatan tersebut karena senang dengan hal-hal baru yang menantang. Ia membuat sepuluh desain dan empat desain mendapatkan juara 3-5 dari sana mulai menjadi UMKM souvernir Betawi yang dipromosikan penjualannya di beberapa gerai milik Dinas Koperasi dan UKM DKI Jakarta.

“Bapak Sutiyoso waktu itu sebagai Gubernur merasa senang karena sudah mulai ada souvernir jakarta, dan saya diberikan penghargaan serta kesempatan untuk menciptakan beberapa souvernir lainya dan dari situlah saya mulai mendapatkan undangan menjadi pembicara (narasumber) dari Instansi, Hotel maupun beberapa organisasi. Sebagai Penata Rias Penganten Betawi pada thn 1988 menjadi Ketua Konsorsium Tata Rias Penganten Betawi oleh Direktur PNFI (Pendidikan Non Formal Informal) di Kemendikbud RI.

Seiring berjalannya waktu, pada tahun 2005 sampai dengan sebelum pandemi, Ecy mendapat pekerjaan dari YDBA-CSR dari PT. Astra Internasional. Di sana ia mengajar ke pelosok pedalaman daerah dan mengajar di Desa Melak Kecamatan Muara Lawa Kalimantan Timur, Desa Tapin Kalimantan Selatan, Desa Buntok Kalimantan Tengah, Desa Tanjung Enim Palembang diberikan kesempatan oleh PT PAMA Persada. Pada tahun 2012 ia mendapat penghargaan dari Kemendikbud RI di Solo sebagai “Pengabdi Kursus” dan mendapat Pin Emas 10 Gram Tut Wuri Handayani serta piagam penghargaan. Karir baiknya kembali cemerlang di tahun 2013. Ketika itu ia mendapatkan penghargaan MDGs Award di Bali.

“Semua proses yang terjadi mengalir begitu saja. Waktu itu saya memutuskan berhenti kuliah sebagai pilihan saya, tapi saya juga tidak menyangka mampu membangun karir seperti teman-teman saya yang melanjutkan kuliah. Tapi akhirnya saya meneruskan kuliah lagi di usia 38 tahun karena dalam SOPnya di Kemendikbud jika menjadi asesor itu harus ada gelar akademik. Akhirnya saya mendaftar di salah satu kampus yang memang sertifikat yang saya miliki dapat diakselerasi atau diakumulasikan menjadi SKS, sehingga saya tinggal melanjutkan beberapa sisa SKSnya”

Sejak menjadi mitra Pemprov DKI Jakarta, Ecy dipercaya menjadi juri untuk pemilihan Abang dan None Jakarta sejak 1989-2009. Ia mulai aktif mengajar di beberapa daerah dan mengurus pakaian untuk kebutuhan Abang Nona.

“Sekarang saya sudah tidak aktif, namun kemarin itu dari Pemda DKI meminta saya untuk mengurusi pakaiannya, tapi tidak jadi juri lagi karena masih ada yang lebih muda karena setiap orang itu ada masanya, setiap masa ada orangnya, jadi kita kasih kesempatan untuk yang muda-muda.

Mengikuti Perkembangan Teknologi. Kemajuan teknologi tak pernah mengingkari perubahan. Semakin cepat teknologi berkembang, maka proses adaptasi terus berlanjut. Ecy berprinsip bahwa ia harus mampu mengikuti perkembangan zaman. Seperti saat ini lebih banyak MUA, padahal MUA dengan perias itu berbeda. Jika MUA hanya Make Up Artist saja, sedangkan untuk perias harus bisa make up dan mengerti tata cara adat masing-masing.

“Seperti contoh pengantin sekarang ini. Pengantin jarang yang mau ke rumah karena mereka praktis, jadi pakai sistem WO (Wedding Organizer). WO yang atur semua, mengurus pakaian dan lain-lain semua diserahkan kepada WO. Sekarang saya malah lebih sering berkomunikasi via email, WhatsApp, sosial media atau melalui DM. Semua sampai deal kemudian calon pengantin memberikan DP, melaksanakan technical meeting lalu selesai. Modalnya trust atau kepercayaan.”

Kemandirian Finansial. Perempuan yang berumah tangga bukan berarti tidak dapat memiliki penghasilan sendiri. Tanpa mengurangi rasa hormat kepada suami tercinta, setiap perempuan berhak memiliki penghasilan untuk membantu perekonomian keluarga dan juga diberikan kepada orang tua atau saudara. Hal penting yang menjadi prioritas, menurut Ecy adalah ridho dari suami dan dukungan dalam menjalankan tanggung jawab yang diberikan.

“Karena dalam agama ada seorang istri yang tidak bekerja artinya penghasilannya dari suami. Nah kalau seorang istri mau memberi sama orang tua atau saudaranya harus izin, tapi kalau kita punya duit sendiri kita tidak perlu izin karna itu uang kita. Gender seorang perempuan di zaman sekarang lebih disamakan dengan kaum pria karena kaum pria juga mengakui bahwa perempuan bisa mengatur semuanya”

Trik Kesuksesan. Setiap orang memiliki harapan dan keinginan untuk mencapai kesuksesan. Standard kesuksesan setiap orang tidak akan sama satu dengan yang lain. Ecy memiliki kiat sukses untuk menggapai apa yang menjadi harapan dan impian. Istri dari H. Wawan Sukesetiawan, S.E, Akt, serta ibunda dari Indra Maulana, S.AB (Menikah dengan dr.Ika Ayu Paramita) dan Febry Rufiandy, A.Md (Menikah dengan Anggie Mulyawati) dan nenek dari Melody Klevinda Yursaviora dan Azeeza Lakeisa Ruffiandy ini, mengungkapkan bahwa ia tidak memiliki mimpi ataupun kiat khusus. Semua mengalir dan bersyukur atas segala anugerah dan kemampuan yang dimiliki.

“Saya tidak punya apa-apa saat itu, tapi Alhamdulillah Pemda menerima kemudian saya diajak bersama setiap ada kegiatan. Jadi disyukuri saja karena setiap tahun itu kan berubah zaman dan generasinya. Jadi kita harus mengikuti apalagi sekarang zaman sistem digital dan kita harus mengikuti dengan bijaksana.”

 Rencana dan Target. Rencana ke depan, Ecy akan selalu menginspirasi gen Z yang mau terjun ke dunia wedding baik sebagai MUA atau pranata acara. Namun Ecy berharap generasi selanjutnya semakin mantap dalam memahami adat demi menjaga dan merawat tradisi. Tujuannya agar generasi gen Z paham betul bagaimana sulitnya sesepuh sudah berusaha melestarikan budaya dan menjadi tugas generasi ini untuk menjaga makna dan filosofi dari setiap kebudayaan.

“Untuk modernisasi boleh saja seperti baju betawi yang awalnya terbuat dari bahan beludru jika dipakai kan panas, dan di zaman kekinian bisa di ganti dengan bahan dari sutera kombinasi batik Betawi atau sesuai keinginan klien penganten namun tidak menghilangkan pakem dan ketentuan yang sudah dibakukan oleh sesepuh atau leluhur kita”

Harapan Ecy terhadap anak-anak muda untuk tetap semangat menjaga jati diri bangsa dan kelestarian bahwa Indonesia merupakan negeri yang kaya budaya. Keterampilan yang dimiliki generasi muda boleh dikembangkan, tetapi pakem atau aturan yang sudah dicatatkan oleh sesepuh tetap dilaksanakan.

“Sekarang generasi gen Z ini tidak mau mengikuti pola-pola lama karena memang sudah modernisasi dengan catatan jangan sampai budaya luar masuk ke kita, siapa lagi yang patenin yang pagerin kalau bukan kita. Jadi silahkan dengan skil generasi yang bagus baik itu mau dimodernisasi digital atau apa boleh, tapi pakem yang dibuat oleh sesepuh harus tetap ada”

Bagikan:

Bagikan: