MajalahInspiratif.com, Jakarta –Pasca meninggalnya sang suami, Erwin Boor, Evi Boor sempat merasa terpuruk dan enggan beraktivitas di luar rumah. Dukungan dari keluarga dan teman-teman, seakan menyadarkan wanita cantik yang akrab disapa Evi ini, untuk bangkit dan melanjutkan hidup. Apalagi, ia memiliki 2 orang anak yang masih membutuhkan perhatiannya. Kedua buah hati itu pula yang mendorong Evi, kembali menjalani bisnis di rumah agar tetap dekat dengan mereka.
Bisnis kuliner pada dasarnya sudah dijalani Evi sejak tahun 2002. Ia yang ketika itu berprofesi sebagai pramugari sebuah airline, sempat menjalani bisnis sampingan, dengan menjual Keripik Setan, yakni Keripik Singkong bercitarasa pedas, dengan label Neng Epoy.
“Keripik Setan ini diproduksi oleh keluarga saya, kebetulan saya berasal dari Cimahi-Bandung, Jawa Barat. Iseng-iseng, saya ikut pasarkan di airport, tapi hanya dijual di kantor ke teman-teman. Akhirnya terkenal lah Neng Epoy ini, dan kebetulan saya suka masak dan teman-teman sering order masakan saya,” cerita Evi.
Bisnis Rumahan. Setelah menikah, Evi memutuskan untuk resign karena diboyong sang suami ke Jakarta. Atas permintaan suami, ia pun hanya fokus sebagai ibu rumah tangga. Namun, demi mengisi waktu dan mengobati kerinduan teman-temannya yang senang dengan masakan racikan Evi, wanita kelahiran Cimahi, 4 November ini, mulai menjalani bisnis rumahan, ia membuat beragam camilan seperti Keripik Setan dan Cilok.
“Saat itu, suami masih keberatan saya jalani bisnis. Tapi karena alasan saya untuk nyenengin hati teman-teman akhirnya diizinkan meski belum sepenuh hati. Keripik Setan dan Cilok buatan saya sampai booming dan pesenan selalu melonjak setiap harinya,” tutur Evi.
Dikatakan Evi, ide untuk membuat varian camilan dan menu yang berbeda selalu ia kembangkan. Hingga pada suatu saat, di tahun 2015, ketika menggelar pertemuan orang tua murid di rumah, Evi menyiapkan makan siang berupa Nasi Liwet yang disajikan memanjang di atas hamparan daun pisang.
“Ide tersebut muncul begitu saja tanpa disengaja, jadi karena tidak ada ada pembantu di rumah, akhirnya Nasi Liwet yang biasa disajikan prasmanan, kami santap beramai-ramai seperti bancakan. Ternyata banyak teman-teman wali murid seperti Krisdayanti dan Cindy Claudia suka. Mereka juga yang menyarankan saya untuk jualan dan kasih brand Dapur Neng Epoy Pondok Indah. Mereka juga yang bantu promosi dengan posting di media sosial mereka. Tidak berapa lama banyak yang tanya-tanya dan akhirnya pesan. Termasuk Krisdayanti yang pesan untuk acara 3 Diva. Setelah itu berlanjut dari mulut ke mulut. Dan semenjak itu mulai banyak pelaku usaha lain yang ikut menyajikan Nasi Liwet secara Bancakan,” ujar Evi.
Permintaan pasar yang terus meningkat, pada akhirnya meluluhkan hati sang suami yang 100% mengizinkan Evi untuk fokus mengembangkan Dapur Neng Epoy Pondok Indah. Dari bisnis tersebut, Evi bahkan mampu membeli sejumlah aset. Mulai dari rumah hingga mobil mewah.
Dirundung Duka. Ketika tengah merasakan masa kejayaan, di bulan Maret 2020 lalu, Evi mengalami ujian yang begitu berat. Ia harus merelakan sang suami, Erwin Boor, berpulang ke pangkuan ilahi. Meski ikhlas, namun musibah tersebut membuat Evi dirundung duka. Selama 40 hari, ia bahkan enggan beraktivitas ke luar rumah.
“Kejadian tersebut bertepatan dengan masa PSBB pertama, anak-anak yang sekolah online bahkan kurang saya perhatikan karena saya merasa terpuruk sekali. Tapi kemudian, teman-teman saya di arisan Social Club yang diketuai oleh Ibu Titi Hatta dan pesertanya termasuk Ibu Dewi Bamsoet, lalu Ibu Titi Hatta menghubungi saya lewat telepon. Mereka mengajak saya untuk kembali melanjutkan bisnis catering yang sempat vacuum selama 3 bulan itu,” tutur Evi.
Saran dari para teman, sahabat dan keluarga, seakan menyadarkan Evi untuk segera bangkit. Apalagi, ia memiliki 2 orang anak yang masih membutuhkan perhatiannya. Ia kemudian merekrut karyawan baru dan menerima pesanan secara online.
Selain Nasi Liwet, Dapur Neng Epoy Pondok Indah juga menawarkan masakan khas Sunda lainnya, seperti Nasi Kuning, Paru Mercon dan Cuanki. Kini Dalam sehari, paling sedikit Evi menerima pesanan untuk 300 porsi sehari, bahkan sebelum pandemi ia sempat kewalahan melayani banyaknya pesanan.
Bahan Baku Premium. Sejauh ini, Evi hanya memopulerkan nama Dapur Neng Epoy Pondok Indah lewat media sosial Instagram, Facebook, dan story Whatsapp. Ia belum berkenan memasarkannya via market place karena kapasitas karyawan saat ini masih terbatas.
“Semua orderan yang masuk masih melalui saya, saya juga belum berani pasang di aplikasi ojek online, karena harus selalu ready stock. Sedangkan semua menu yang kami buat sudah dihitung sesuai pesanan yang masuk satu hari sebelumnya supaya selalu fresh.
Untuk membuat berbagai menu, Evi selalu memastikan bahan baku yang digunakan selalu dalam keadaan segar dan berkualitas premium. Misalnya untuk bahan berupa daging ayam ataupun paru daging sapi, diantar oleh supplier langganan setiap hari pukul 3 pagi. Demikian juga dengan bumbu-bumbu yang digunakan, Evi hanya menggunakan bumbu segar yang diolah sendiri. Ia sama sekali tidak menggunakan bumbu instant apalagi penyedap rasa. “Jadi rasa gurihnya alami dari bawang putih atau gula merah,” tambahnya.
Berdayakan Single Parent. Demi memenuhi permintaan customer, saat ini Evi dibantu oleh 15 orang karyawan. Namun, ia masih turun langsung membuat beberapa masakan, terutama sambal dan bumbu urap yang menjadi andalan.
“Untuk masakan lain, karyawan kami yang handle, tapi tetap saya kontrol. Mulai dari potongan tempe yang harus sesuai standar hingga bumbu ungkep untuk Ayam Goreng,” kata Evi.
Tanpa ia sadari, karyawan yang berkerja di Dapur Neng Epoy Pondok Indah, sebagian besar berstatus sebagai single parent yang menjadi tulang punggung keluarga di kampung halamannya, Cimahi. “Awalnya saya kasihan sama mereka, karena di kampung harus mengurus anak tapi tidak ada penghasilan. Kalau ada, rata-rata minim tapi harus kerja keras dan panas-panasan di sawah. Akhirnya saya tarik bekerja di rumah, dan anak-anak mereka saya bantu biaya sekolahnya. Istilahnya menjadi anak asuh saya, ada kepuasan batin tersendiri bisa sedikit membantu menringakan beban mereka,” ungkap Evi, haru.
Hingga saat ini, para karyawan yang rata-rata sudah berusia matang tersebut sangat loyal. Bahkan tenaga dan tanggung jawab mereka lebih besar ketimbang anak muda. “Mereka sudah saya anggap seperti keluarga. Saat Idul Fitri lalu, bukan hanya mereka yang mendapatkan THR, anak-cucu mereka juga. Itu semua sengaja saya lakukan sebagai wujud terima kasih saya kepada mereka,” katanya.
Dampingi Anak. Menekuni bisnis di rumah, memudahkan Evi untuk mendamping kedua buah, Alvin Jeremy Boor (12) dan Babyanna Caroline Boor (8) sehari-hari. Terutama saat pandemi yang mengharuskan anak-anak sekolah secara online.
“Bisnis ini repotnya hanya dari subuh sampai pukul 9 pagi. Setelah itu proses packing, saya sudah mulai santai. Bisa sambil siapin makanan buat anak-anak atau dampingin mereka belajar. Dan di hari Sabtu-Minggu walaupun catering tetap buka saya sempatkan untuk family time,” ujar Evi.
Karena lebih banyak waktu di rumah, Evi jadi punya kesempatan bersama anak-anak lebih banyak. Usai anak-anak sekolah online, ia mengisi waktu dengan bercengkrama atau bercanda bersama mereka. Tak jarang, Evi mengajak mereka bermain congklak ataupun membuat camilan. Laili
Bakal Bangun Resto Berkonsep Tradisional Go Green. Dapur Neng Epoy Pondok Indah, bukan sekedar menawarkan menu khas ranah Sunda, tapi penyajiannya pun masih sangat tradisionil. Misalnya untuk Nasi Liwet yang dikemas di dalam bakul nasi berbahan bambu yang dialasi daun pisang, atapun paket Nasi Kuning Komplit yang dibungkus kertas nasi. Namun, unsur-unsur tradisionil itulah yang membuat tampilan menu ala Dapur Neng Epoy Pondok Indah terlihat menarik.
Kedepan, Evi berencana mengembangakn bisnis dengan membuka resto dengan konsep tradisional go green. “Di konsep tersebut alat-alat yang kami gunakan sama sekali tidak menggunakan plastik. Walaupun kini zaman modern, tapi inilah yang menjadi ciri khas makanan saya. Untuk bahan pembungkus juga kami gunakan daun pisang ataupun besek, jadi tidak ada sterefoam,” tekan Evi, yang saat ini tengah mencari konsultan bisnis untuk merealisasikan rencana tersebut.
Tak Segan Memberi Compliment. Diceritakan Evi, bukan hanya karyawan Dapur Neng Epoy Pondok Indah yang loyal kepadanya, para pelanggan juga demikian. Selain karena citarasa masakan yang sesuai selera kebanyakan orang Indonesia, Evi juga tidak segan memberikan compliment ketika tanpa sengaja mengecewakan customer.
“Pernah suatu hari kurir kami salah alamat ketika akan mengantarkan pesanan, sehingga terlambat sampai di rumah customer. Customer tersebut kemudian complaint, dari situ saya langsung minta maaf lewat telepon. Kalau mereka masih marah saya berikan compliment berupa hantaran sambil saya selipkan surat permintaan maaf. Jika dia tidak keberatan sekian persen dari jumlah pembayar saya refund. Ini salah satu cara saya menjaga loyalitas customer,” ucap Evi, bijak.
Tak Lupa Berbagi. Selain membiayai sekolah anak-anak karyawannya yang berstatus single parent, Evi juga selalu menyedekahkan sebagian rezeki yang didapat untuk kegiatan sosial yang diselenggarakan komunitas Arisan Social Club.
“Komunitas ini memang bukan sekedar kumpul-kumpul saja, tapi ada aksi sosialnya juga. Seperti pada Ramadhan tahun ini, kami membagikan THR berupa beras ke seluruh Indonesia, mulai dari Papua, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, Sumatera dan provinsi lainnya. Selain itu juga sebagian untuk berbagi kepada masyarakat di sekitar kampung halaman saya,” tutur Evi.
Dari rutinitas berbagi itu, Evi merasa kehidupannya menjadi lebih berkah. Bahkan di awal pandemi yang membuat pedapatannya merosot tajam, ia tetap bisa bertahan, meski harus merogoh tabungan demi membayar gaji karyawan. “Alhamdulillah masih bisa dicover dan tidak sampai hutang ke bank,” tegas Evi. Laili